Happy Reading. "Ada apa, hum?" tanya Ansel sangat lembut, ia takut menyinggung perasaan sang pujaan hati. Serly masih setia memeluk tubuh Ansel yang membuatnya sangat hangat dan nyaman. Kepalanya menggeleng pelan seolah enggan menjawab pertanyaan Ansel. Sekalipun Serly bercerita, dia bingung memulainya dari mana. "Ya sudah kalau enggak mau cerita, tapi aku siap menjadi pendengar yang baik buat kamu kapanpun kamu mau," ucap Ansel tulus. Ia mencium puncak kepala Serly penuh dengan cinta. "Jangan pergi," hanya itu yang Serly katakan, itupun suaranya hampir tak terdengar. "Aku akan di sini menemanimu, kalaupun kamu mengusir ku, aku akan tetap di sini," kata Ansel terkekeh kecil. Serly mengulas senyum samar yang dapat dilihat oleh Ansel. Dalam hati ia sangat senang mempunyai Ansel yang mau mencintainya dengan sepenuh hati, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa dirinya sangat kecewa terhadap perlakuan Ansel semalam. Padahal pria itu hanya perlu menunggu dan berusaha lebih keras lagi dal
Happy Reading. Zayla duduk di sisi ranjang sambil menyusui anaknya. Ia teramat senang akhirnya bisa melihat sang buah hati yang selama 9 bulan bersemayam di dalam perutnya. "Sayang, kapan Gabriel berhenti menyusu?" tanya Arion merengek manja. "Aku jadi terabaikan," gerutunya merasa kesal. Ternyata saingan terberat itu bukan pria lain, melainkan anak sendiri yang menjadi prioritas istrinya setelah putranya lahir. Katakan saja Arion cemburu. "Tunggu sebentar lagi, Kak. Biasanya Gabriel kan memang lama nenennya. Kakak bisa istirahat duluan kok," cetus Zayla tanpa menoleh ke arah Arion. "Jangan seperti anak kecil yang mau dimanja, sekarang ada Gabriel, jadi kalian harus giliran kalau mau punya waktu dengan aku," "Sayang," Arion semakin merengek sambil bergayut manja di lengan sang istri yang terbebas dari Gabriel. "Shuuut! Nanti Briel bangun," bisik Zayla terkekeh kecil, ia merasa lucu dengan tingkah suami manjanya itu. "Iy, iya," Arion pun membaringkan tubuhnya di agar ranjang, men
Happy Reading. "Hai," sapa Rafly saat pintu kontrakan Serly terbuka. "Silahkan masuk," Serly mempersilahkan calon tunangannya masuk ke dalam kontrakan. "Silahkan duduk," lagi-lagi Serly memperlakukan Rafly seperti tamu yang baru dia kenal. "Kamu tinggal sendirian di sini?" tanya Rafly menatap sang pujaan hati. "Iya," jawab Serly singkat dan padat. "Mau minum apa?" Serly mengalihkan pembicaraan karena ia sangat malas dan ingin segera mengusir Rafly dari sana. "Enggak perlu repot-repot, duduk saja di sini. Aku ingin berbicara serius sama kamu," pinta Rafly seraya menarik pergelangan tangan Serly hingga wanita itu terduduk di sampingnya. Serly benar-benar tidak nyaman duduk berdekatan dengan Rafly, sebenarnya ia sangat tidak suka dengan pria pilihan kedua orang tuanya itu. Sudah tak terhitung berapa kali dia hampir dilecehkan saat berduaan di suatu tempat, beruntung Serly mempunyai berbagai macam alasan agar bisa terbebas darinya. "Aku sangat merindukan mu, Sayang," ucap Rafly den
Happy Reading. 2 minggu berlalu ... Zayla menatap kartu undangan dari sahabatnya, Serly. Setelah lama tidak mendapatkan kabar darinya, ia dikejutkan dengan kabar pertunangan Serly dengan pria bernama Rafly yang akan digelar besok malam. Harapannya musnah karena tujuannya untuk menjodohkan Ansel dengan Serly sudah gagal. Padahal Zayla sangat menginginkan Serly menjadi kakak iparnya, tapi apalah daya, sahabatnya itu sudah menemukan pria pilihannya. Ia belum tahu kalau Serly terpaksa dengan perjodohan itu. "Kenapa wajah kamu ditekuk begitu? Apa kamu enggak senang dengan kabar bahagia ini, hum?" ucap Arion kepada sang istri. "Aku enggak tahu harus senang atau sedih, Kak. Tapi ya sudah kalau ini memang pilihan Serly, aku hanya bisa mendukungnya dan turut bahagia atas pertunangannya nanti," jawab Zayla tak bersemangat. Ia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya karena sakit pasca melahirkan sudah sembuh total. "Ada apa, hum? Ayo cerita sama aku," pinta Arion merasa ada yang disembuny
Happy Reading. Pyaaar! Ansel melempar gelas ke dinding kamar saat flashback pada kejadian malam itu. Malam yang dia anggap sebagai perpisahan justru menyisakan luka yang teramat dalam, bagaimana mungkin Ansel bisa melupakan Serly sedangkan malam itu sang pujaan hati terus menyerukan namanya saat mereka bercinta. Bahkan Ansel merasa kalau Serly sudah membalas perasaannya, tetapi saat percintaan itu usai, Serly justru langsung mengusirnya begitu saja di saat nafas keduanya masih memburu. "Cepat pergi dari sini, sebelum aku benar-benar membencimu Ansel. Jujur saja ini sangat indah, tapi aku tak ingin terus seperti ini." Kata Serly kala itu dengan nafas yang tersengal-sengal sehabis bercinta. Dengan rahang mengeras, Ansel turun dari atas ranjang dan memungut pakaiannya. Tak butuh waktu lama Ansel langsung keluar dari dalam kamar setelah membenahi pakainya dan membanting pintu dengan sangat keras sehingga Serly terlonjak kaget. Tanpa Ansel sadari wanita cantik itu menangis sejadi-jad
Happy Reading. Malam ini adalah acara pertunangan Serly dan Rafly, semua tamu undangan sudah hadir memenuhi ruang acara yang dilaksanakan di hotel Berlian. Keluarga Wesley dan keluarga Orlando turut hadir di sana tak terkecuali dengan Ansel. Dia harus pura-pura tegar melihat wanita yang dicintainya bertunangan dengan pria lain. Tak sengaja tatapan matanya bertemu dengan Serly, tatapan keduanya saling mengunci satu sama lain. Namun, Ansel lebih dulu memutus kontak mata itu dan berpindah tempat ke pojokan ruang acara yang mana di sana ada Emili, teman kampus Serly. "Temennya Serly?" ucap Ansel saat tiba di samping wanita bergaun merah itu. "Iya, siapa?" tanya Emili kepada sosok pria tampan di hadapannya. "Aku Ansel, Kakaknya Zayla, sahabatnya Serly," ungkap Ansel memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. Hal yang belum pernah ia lakukan pada orang asing. "Emili, temen kampus Serly," dengan cepat Emili menerima uluran tangan Ansel, ia merasa beruntung bisa berkenalan dengan
Happy Reading. Wajah Serly ditekuk saat memasuki kamar hotel, hatinya masih panas jika mengingat bagaimana mesranya Ansel bersama Emeli saat berdansa tadi. "Dasar buaya! Katanya cinta, tapi gampang banget cari pengganti. Pasti kelakuan dia memang seperti itu sebelum mengatakan cinta sama aku. Ah, bodoh sekali kau Serly!" Gerutunya menghardik dirinya sendiri. Berbagai macam pikiran buruk melintas dibenaknya dari saking cemburunya dia terhadap Ansel. Apa! Cemburu? Yang benar saja. Bahkan Serly berniat untuk melupakan pria brengsek itu. "Awas saja kalau ketemu, aku pastikan dia habis di tanganku." Kecamnya penuh amarah. Ia sampai tak mendengar suara ketukan pintu dari luar. "Sayang, ini aku. Buka pintunya dong," ucap Rafly dari luar sana, pasti pria itu sedang berakting supaya diizinkan masuk ke kamar tunangannya oleh para orang tua. "Astaga! Manusia satu itu bisanya cuma mengganggu saja," gerutu Serly sambil lalu melangkah ke arah pintu dan membukanya lebar-lebar. "Ada apa?" ketus
Happy Reading. Dua insan yang kelelahan sehabis bertempur beberapa jam lalu, kini sedang tertidur pulas. Siapa lagi kalau bukan Ansel dan Serly, mereka kembali mengulang malam panas dengan penuh gairah. Setelah mendapatkan rayuan bertubi-tubi dari Ansel akhirnya Serly pun kalah. Ia mengakui perasaannya dan mau mengikuti ide gila dari pria tampan itu, sebab Ansel terus mendesak Serly agar berkata jujur mengenai perasaannya. Ternyata Ansel tidak benar-benar tidur, ia mengusap kepala Serly saat wanita cantik itu benar-benar terlelap. Bibirnya mengulas senyuman indah dari saking bahagianya, malam ini mereka melakukannya atas dasar sama-sama cinta. Ah, rasanya sangat berbeda, Ansel jadi tidak mau berpisah dengan Serly dan terus ingin mengulang pergulatan semalam. Tak ingin larut dalam kebahagiaannya, Ansel pun menyusul Serly ke alam mimpi sambil memeluk sang pujaan hati dari belakang. Meletakkan kepala Serly di atas lengannya yang dijadikan bantal, kemudian mendekap erat wanita cantik i