Sampai di lokasi fitting baju, keduanya berjalan memasuki ruangan khusus. Semua yang bekerja di sana datang menyambut mereka dengan baik. Mereka tersenyum ramah dan berusaha memperlakukan Endrick dan Zsalsya dengan baik.Pemilik tempat fitting baju itu langsung menghampiri mereka dan bertanya."Silakan duduk dulu," ucapnya.Endrick dan Zsalsya pun duduk di tempat duduk yang berasal dari rotan. Ketiganya berkumpul. Pemiliknya pun kemudian membuka obrolan yang sekiranya membuat mereka nyaman."Wah, saya tidak menyangka Anda akan datang ke sini. Saya sangat tersanjung sekali dengan kehadiran Anda. Oh ya, saya juga sudah mendengar beritanya kalau kalian akan menikah~!" Kalimat yang terdengar hangat, ramah dan renyah di telinga itu memang membuat Zsalsya merasa senang kala mendengarnya."Saya juga ikut merasa senang mendapat sambutan hangat seperti ini," sahut Endrick.Lalu, salah seorang karyawannya mendatangi. Ia pun langsung berbicara dengan tubuh agak membungkuk sopan."Bu Sofie, klien
"Boleh saya lihat desain yang lain itu?" tanya Endrick.Sofie menoleh. "Din, ke sini sebentar!" pintanya kepada fitternya yang ada di sana.Dini pun langsung menghadap kepada Sofie. "Iya, Bu. Ada apa, ya?" tanyanya."Tolong kamu ambilkan desainnya di meja saya!" pintanya.Dengan cepat, Dini pun langsung mengambilkannya untuk Sofie. Tak perlu lama, karyawan yang bernama Dini pun kembali dan langsung menyodorkannya kepada Sofie."Ini, Bu."Sofie menerimanya. Karyawan itu pun kembali ke tempatnya bekerja. Perlahan, Sofie membuka lembaran demi lembaran sketsa desain bajunya. Sampai pada titik di mana tangan itu berhenti mencari. Ia pun menunjukkan sketsa desain gaun tersebut kepada Endrick."Ini. Desain ini belum dibuat. Rencananya mau dibikinkan minggu depan, tapi kalau Anda tertarik dan menginginkan gaun ini, maka kami akan mengusahakan untuk segera membuatnya."Endrick mendengarkan dengan pandangan ke arah desain tersebut. Zsalsya yang juga penasaran dengan itu pun langsung berjalan m
Sofie yang baru saja selesai menemui kliennya pun akhirnya kembali lagi menghampiri Endrick. Ia duduk di sana dengan wajah yang tampak agak kesal."Maaf, tadi saya ke sana sebentar," katanya. "Ada klien yang ternyata tiba-tiba mengcancel gaun pengantin yang sebelumnya telah dipesan," tambahnya.Endrick yang mendengar hal itu ikut jengkel. "Dicancel?" sahutnya."Iya, tapi itu bukan masalah. Dalam sebuah usaha memang seperti ini dan ini hal yang biasa. Mungkin belum rezeki saja," jawab Sofie.Endrick memahaminya. Tetapi, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena itu hak semua orang. Membatalkan pesanan dan melakukan sesuatu. Lagi pula, ia merasa bahwa tidak ada urusannya dengan ini. Yang terpenting, gaun yang dipesannya agar selesai tepat waktu, sehingga bisa dipakai ketika nanti pesta pernikahan berlangsung.Sementara Zsalsya masih di toilet, karena ia mencarinya cukup lama. Wajar saja, sebab ia baru datang ke sana. Sehingga, dirinya tidak mengenal tempat itu. Ia tahu lokasi ini pun kar
Sampai di depan Rumah Sakit Aryaloka, Zsalsya segera keluar dari dalam mobil tersebut dengan membawa kantong plastik miliknya."Mas, hati-hati di jalan, ya~!" "Iya~!" sahutnya sembari melambaikan tangan dengan bibir tersenyum.Endrick tidak langsung pergi, ia menunggu Zsalsya memasuki rumah sakit itu. Setelah masuk ke dalam, barulah ia menyalakan mesin mobilnya kembali, lalu tancap gas.Setelah melakukan fitting baju pengantin untuk Zsalsya, barulah ia sedikit lebih tenang. Walaupun untuknya sendiri belum melakukan fitting baju pengantin. Namun, baginya itu sesuatu hal yang gampang dibandingkan Zsalsya.Namun, yang lebih pasti ia pun harus mengurusi sejumlah uang yang akan ia investasikan kepada perusahaan Firman. Ia berharap, dengan begini, ikatan antara dirinya dengan Firman semakin melekat. Sehingga, masalah yang selalu mengikuti bisa segera teratasi.Endrick dalam perjalanan menuju rumah, sedangkan Zsalsya perjalanan menemui Firman. "Aku harap Papa menghabiskannya," gumam Zsalsya
Endrick meletakkan ponselnya kembali di jok samping dirinya. Ia pun kemudian melanjutkan kemudi mobilnya yang sempat tertunda itu."Maaf, Zsa, tadi saya lupa memberimu uang. Semoga uang itu cukup untuk kamu," gumamnya sembari mengemudi. Namun, Zsalsya malah mengartikan hal yang lain. "Apa ini modal untuk biaya nikah. Dia memberikan uang ini untuk itu?" gumamnya.Padahal, biaya nikah yang sesungguhnya telah ditanggung oleh Endrick. Tetapi, Zsalsya berpikir demikian karena memang ini cukup banyak jika untuk keperluan sementara."Apa sebaiknya aku tanyakan langsung saja padanya supaya lebih jelas?" batin Zsalsya. Ia membuka kembali ruang obrolan. Dirinya pun mengetik sebuah pesan, menanyakan langsung apa yang mengganjal di pikiran.Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel Endrick.Tetapi, Endrick hanya melirik dan membiarkannya begitu saja. Ia tidak berniat membukanya sama sekali.Tanpa sepengetahuannya, rupanya Zsalsya sedang menunggu balasan pesan darinya. Namun, Endrick sama sekali tidak
Suasana gelap pada ruangan rumah sakit tampak menyedihkan ketika Zsalsya hanya terbaring sendiri tanpa ada seorang pun yang peduli."Teganya kalian di depanku!" Ingin berbicara lantang, tetapi suara yang keluar hanya terdengar seperti bisikan.Hatinya tampak membenci kelakuan Arzov dan Nana yang seolah sudah kehilangan urat malu. "Aku harus bisa bangun, tidak boleh terus lemah begini!" Berkali-kali Zsalsya mencoba bangkit, tetapi rasanya sulit. Suara gaduh dari sofa menjadikan dirinya saksi akan kisah perselingkuhan antara suami dan Adik tirinya. "Ahh ... sayang ... pelan-pelan," desah Nana dengan nada manja.Mereka terus saling melumat bibir di depan Zsalsya tanpa ada rasa malu. Malah seakan dengan bangga menunjukkan hubungan perselingkuhan mereka secara terang-terangan.Amarah dan kecewa menyatu padu membentuk rasa sesal, kecewa sekaligus dendam yang membuatnya mengutuk Adik tiri dan suaminya."Kenapa kalian rela berbuat hal seperti ini?" Ingin Zsalsya mengatakan kalimat ini deng
Kriing! Kriing! Kriing!Suara alarm terus berdering tanpa henti hingga mendenging di telinga. Membuatnya berpikir apa ini mimpi atau nyata?"Apa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara alarm kamarku lagi? Aku 'kan sudah ...."Sontak saja Zsalsya menyentuh pipinya, ia meraba dan kembali merasakan lembut kulit dan halus rambutnya.Tak lama dari itu, seruan sederhana dari seorang pria paruh baya kembali terdengar di telinga."Bangun, Nak, sudah siang! Ayo cepat turun ke bawah sarapan dulu sebelum pergi dengan tunanganmu!" suara tak asing dan selalu dirindukan itu kembali terdengar nyaring.Firman -- Ayahnya duduk di samping Zsalsya dan terus menggemingkan tubuhnya. Hal itu membuat Zsalsya langsung membuka mata, ia menoleh ke arah aroma tubuh yang tidak asing dan masih teringat jelas itu."P-Ppapa?!" Ia merasa linglung kala melihatnya, karena kini seperti hidup di antara halusinasi, mimpi dan nyata. "Sepertinya ini memang Papa!" Menyadari bahwa ini nyata, membuatnya sangat antusias.Tekadny
"A-apa yang membuatmu sampai datang ke tempat itu dan mengaku sebagai suami saya?"Rasa penasaran dalam benaknya tak kunjung hilang ketika pria tampan nan gagah dari kalangan konglomerat itu kini bersamanya."Kamu tidak perlu banyak tanya.Tapi jika memang mau bekerja sama, maka saya setuju!" Endrick tidak menjelaskan panjang lebar, ia merasa bahwa cukup dirinya saja yang tahu alasan dibalik itu semua.Zsalsya masih tidak mengerti kenapa orang itu langsung menyetujuinya pula. Namun, ia senang mendengarnya. "Baik, tapi kerjasama kita hanya sebatas status saja. Kita tidak perlu menikah!"Endrick menyeringai sekilas. "Baik!"Zsalsya sama sekali tidak berpikir banyak pada pria yang ada di sampingnya. Ia bahkan tidak mencurigai sisi lain dari Endrick. Dirinya hanya fokus pada ambisinya untuk memperbaiki hidup dan balas dendam.Waktu terus berjalan dan malam pun telah tiba. Zsalsya mengangkat tangan kirinya, melihat jam tangan yang ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.20."Sekaran