Endrick meletakkan ponselnya kembali di jok samping dirinya. Ia pun kemudian melanjutkan kemudi mobilnya yang sempat tertunda itu."Maaf, Zsa, tadi saya lupa memberimu uang. Semoga uang itu cukup untuk kamu," gumamnya sembari mengemudi. Namun, Zsalsya malah mengartikan hal yang lain. "Apa ini modal untuk biaya nikah. Dia memberikan uang ini untuk itu?" gumamnya.Padahal, biaya nikah yang sesungguhnya telah ditanggung oleh Endrick. Tetapi, Zsalsya berpikir demikian karena memang ini cukup banyak jika untuk keperluan sementara."Apa sebaiknya aku tanyakan langsung saja padanya supaya lebih jelas?" batin Zsalsya. Ia membuka kembali ruang obrolan. Dirinya pun mengetik sebuah pesan, menanyakan langsung apa yang mengganjal di pikiran.Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel Endrick.Tetapi, Endrick hanya melirik dan membiarkannya begitu saja. Ia tidak berniat membukanya sama sekali.Tanpa sepengetahuannya, rupanya Zsalsya sedang menunggu balasan pesan darinya. Namun, Endrick sama sekali tidak
Setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, Endrick pun akhirnya menepikan mobilnya di halaman rumah. Ia keluar dari dalam mobil itu dan langsung berjalan memasuki rumah.Pelayan yang berjajar di sana pun langsung membungkuk sopan ke arah Endrick. Tetapi, Endrick hanya terfokus pada Rosmala yang kala itu tidak ada di sana.Kepala pelayan yang ada di sana pun sontak menghampiri. "Tuan muda, Nyonya ada di kamarnya." Menebak bahwa Endrick tengah mencari keberadaan Rosmala yang saat itu tak terlihat di ruang tamu, ia pun langsung memberitahunya begitu saja."Baiklah!" Endrick melanjutkan langkah kakinya kembali, lalu dengan cepat menaiki tangga. Ia terus berjalan, berjalan dan berjalan naik. Sampai tibalah ia di depan kamar Rosmala.Tok Tok Tok "Ma~!" serunya dengan sebuah ketukan pintu. Rosmala yang saat itu tengah duduk di sebuah kursi dengan sebuah laptop di hadapannya pun membuatnya segera menutup laptop itu."Iya, Nak, masuk saja!" serunya dari dalam kamar.Cklek! Kriieett
Malam pun tiba. Endrick yang beberapa jam lalu pergi ke kamarnya pun kini telah berdandan rapi, dengan piyama polos berwarna biru tua yang membalut tubuhnya.Tok Tok Tok Endrick menoleh ke pintu. "Masuk!" ujarnya.Lalu, seorang pelayan datang ke kamarnya dan langsung menghampiri. Tetapi, pada jarak dua meter dengan Endrick, pelayan itu menghentikan langkah kakinya. "Nyonya meminta Anda ke ruang makan, katanya makan malam bersama!" ucapnya menyampaikan."Iya, saya sudah tahu. Katakan saja kalau saya akan segera ke sana.""Baik, Tuan muda!" sahutnya dengan tubuh agak membungkuk.Pelayan rumah itu pun langsung membalikkan badan pergi menuju ruang makan untuk menyampaikan ucapan Endrick sebelumnya.Endrick mengambil ponselnya, lalu setelah itu ia bergegas pergi menuju ruang makan. Sepanjang ia melangkah menuju ruang makan, dirinya membuka ponsel sejenak.Sebab sebelumnya ia mendengar ada notifikasi pesan, ia pun kemudian membukanya. Sebelumnya ia belum sempat membuka pesan karena belum a
Suasana gelap pada ruangan rumah sakit tampak menyedihkan ketika Zsalsya hanya terbaring sendiri tanpa ada seorang pun yang peduli."Teganya kalian di depanku!" Ingin berbicara lantang, tetapi suara yang keluar hanya terdengar seperti bisikan.Hatinya tampak membenci kelakuan Arzov dan Nana yang seolah sudah kehilangan urat malu. "Aku harus bisa bangun, tidak boleh terus lemah begini!" Berkali-kali Zsalsya mencoba bangkit, tetapi rasanya sulit. Suara gaduh dari sofa menjadikan dirinya saksi akan kisah perselingkuhan antara suami dan Adik tirinya. "Ahh ... sayang ... pelan-pelan," desah Nana dengan nada manja.Mereka terus saling melumat bibir di depan Zsalsya tanpa ada rasa malu. Malah seakan dengan bangga menunjukkan hubungan perselingkuhan mereka secara terang-terangan.Amarah dan kecewa menyatu padu membentuk rasa sesal, kecewa sekaligus dendam yang membuatnya mengutuk Adik tiri dan suaminya."Kenapa kalian rela berbuat hal seperti ini?" Ingin Zsalsya mengatakan kalimat ini deng
Kriing! Kriing! Kriing!Suara alarm terus berdering tanpa henti hingga mendenging di telinga. Membuatnya berpikir apa ini mimpi atau nyata?"Apa ini? Kenapa aku bisa mendengar suara alarm kamarku lagi? Aku 'kan sudah ...."Sontak saja Zsalsya menyentuh pipinya, ia meraba dan kembali merasakan lembut kulit dan halus rambutnya.Tak lama dari itu, seruan sederhana dari seorang pria paruh baya kembali terdengar di telinga."Bangun, Nak, sudah siang! Ayo cepat turun ke bawah sarapan dulu sebelum pergi dengan tunanganmu!" suara tak asing dan selalu dirindukan itu kembali terdengar nyaring.Firman -- Ayahnya duduk di samping Zsalsya dan terus menggemingkan tubuhnya. Hal itu membuat Zsalsya langsung membuka mata, ia menoleh ke arah aroma tubuh yang tidak asing dan masih teringat jelas itu."P-Ppapa?!" Ia merasa linglung kala melihatnya, karena kini seperti hidup di antara halusinasi, mimpi dan nyata. "Sepertinya ini memang Papa!" Menyadari bahwa ini nyata, membuatnya sangat antusias.Tekadny
"A-apa yang membuatmu sampai datang ke tempat itu dan mengaku sebagai suami saya?"Rasa penasaran dalam benaknya tak kunjung hilang ketika pria tampan nan gagah dari kalangan konglomerat itu kini bersamanya."Kamu tidak perlu banyak tanya.Tapi jika memang mau bekerja sama, maka saya setuju!" Endrick tidak menjelaskan panjang lebar, ia merasa bahwa cukup dirinya saja yang tahu alasan dibalik itu semua.Zsalsya masih tidak mengerti kenapa orang itu langsung menyetujuinya pula. Namun, ia senang mendengarnya. "Baik, tapi kerjasama kita hanya sebatas status saja. Kita tidak perlu menikah!"Endrick menyeringai sekilas. "Baik!"Zsalsya sama sekali tidak berpikir banyak pada pria yang ada di sampingnya. Ia bahkan tidak mencurigai sisi lain dari Endrick. Dirinya hanya fokus pada ambisinya untuk memperbaiki hidup dan balas dendam.Waktu terus berjalan dan malam pun telah tiba. Zsalsya mengangkat tangan kirinya, melihat jam tangan yang ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.20."Sekaran
Perjalanan singkat yang dilewati pun usai dan menepi pada sebuah rumah mewah yang bak istana. Air mancur yang jernih dengan taman bunga indah dihinggapi kupu-kupu tampak jelas bak istana negeri dongeng. Ditambah lampu-lampu taman mengikuti sepanjang jalan semakin memperjelas keindahan yang ada di depan mata.Segala keindahan serta kemewahan yang ada membuatnya membuka kedua belah mata lebar-lebar."Mama ada di dalam, ayo masuk!" ajak Endrick kepada Zsalsya, ia terdiam dan masih terpesona dengan bagian luar rumah itu.Zsalsya mengerjap, ia menyadarkan diri dari lamunan untuk melanjutkan langkah kakinya kembali.Sesampainya di sana, seorang wanita dengan rambut ikal sebahu mendatangi Zsalsya. Wanita itu tersenyum begitu melihatnya, seolah tampak senang dengan kedatangan Zsalsya.Meski masih terkagum-kagum dengan keindahan bangunan itu, ia tidak lupa untuk mengkondisikan dirinya di sana. "Selamat malam, Tante," ucap Zsalsya dengan ramah."Mengapa dia datang ke sini?" batin Rosmala.Denga
"Nona, kalau Anda lapar, biar saya buatkan makan malam," ungkap pelayan yang berada di samping Zsalsya. Wanita itu berdiri dengan tubuh agak membungkuk.Namun, sekali lagi Zsalsya menolaknya. "Saya belum lapar, kok, cuma kedinginan saja."Zsalsya merasa tidak nyaman berada di sana, sebab yang ditemuinya bukan orang terdekat dan ia belum terbiasa dengan itu. Baginya, bukan sesuatu hal yang mudah untuk membiasakan sesuatu di tempat baru. Walau pada kenyataannya ia harus terbiasa dengan itu.Sembari duduk ia masih memikirkan Ayahnya di sana yang entah sedang apa. Dirinya memang mengkhawatirkan Firman, tetapi ia berusaha hati-hati agar tidak ceroboh dalam menjalankan misinya ini.Kesedihan yang pernah dilaluinya membuatnya sadar bahwa ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada. "Ada apa ini?" ujar Zsalsya keheranan kala tangannya tiba-tiba ditarik oleh seorang pria dengan tinggi sekitar 175 cm dan berkulit hitam. Ia menatap tajam mata Zsalsya.Pelayan yang melayani Zsalsya pun lan