Share

Bab 21

Erik melirik Hengky sekilas, kemudian dengan suara pelan dan menggoda dia berkata, “Aku ada vila di samping pantai. Bu Yuna bisa datang kapan pun kalau bersedia.”

Kode yang begitu jelas tentu saja dapat dimengerti dan ditangkap oleh Yuna. Dia menarik napas dalam-dalam dan menarik tangannya dengan kuat. Kemudian dia tersenyum dan berkata, “Maaf, aku ke toilet sebentar.”

Hengky mendengar itu dana melirik Yuna sekilas. Detik itu juga dia langsung mengerti akan sesuatu. Hengky mengangguk dan membuat Yuna menghela napas lega. Dia bangkit berdiri dan bergegas pergi.

Wajah Erik tampak menggelap. Dengan cepat dia menahan lengan Yuna sambil tersenyum pada Hengky dan berkata, “Pak Hengky, aku nggak dihargai sama sekali, mau bicara bisnis apa lagi?”

Setelah itu Erik menarik Yuna secara paksa untuk kembali duduk. Dia mengambil kotak rokok di atas meja dan menariknya keluar. Kemudian dengan perlahan dia menghidupkannya dan menjepitnya di antara dua bibirnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa.

Dengan senyuman terpaksa dia menatap Hengky dan berkata, “Hanya satu orang perempuan saja, apakah Pak Hengky mau merusak hubungan kita demi dia”

Yuna tampak ketakutan, dia menatap Hengky dengan sorot meminta pertolongan. Dari binar matanya terlihat kalau Yuna tidak bersedia sama sekali. Gosip mengenai Erik sudah tersebar ke seantero negara.

Perempuan yang membuat Erik tertarik tidak ada yang tidak bisa dia dapatkan. Yang bisa Yuna andalkan sekarang hanya Hengky saja. Bagaimana pun juga, Yuna tidak bisa melawan Erik. Tetapi Hengky bisa melawan lelaki itu.

“Dia nggak boleh,” kata Hengky dengan datar. Tidak bisa terlihat emosi lelaki itu sama sekali.

“Kalau Pak Erik tertarik, aku bisa aturkan lagi. Daripada dia merusak kesenangan Pak Erik,” ujar Hengky.

Yuna sedikit menghela napas lega. Dalam hati dia merasa sedikit bahagia. Dia tahu kalau Hengky memang memiliki rasa padanya. Jika tidak, bagaimana mungkin Hengky bersedia menanggung kemungkinan ribut dengan Erik demi dirinya?

Erik tersenyum miring. Matanya memancarkan emosi yang begitu jelas. Dengan dingin dia berkata, “Pak Hengky nggak mau menghargai aku? Kalau gitu masalahnya akan sulit dilanjutkan. Aku nggak akan sentuh kalau dia adalah milikmu. Tapi memangnya dia punya kamu?”

Hengky menautkan alisnya dan memancarkan pandangan sebal. Akan tetapi dia tetap tidak bersuara apa pun. Yuna mulai diterpa rasa gusar. Dia menarik lengan Hengky dengan hati-hati sambil menatap lelaki itu penuh permohonan.

Kesabaran Erik perlahan-lahan semakin surut dan lenyap. Ketika dia bangkit, Hengky langsung berkata, “Iya!”

Hengky merangkul bahu Yuna dan mendekatkan tubuh perempuan itu ke arahnya. Rasa bahagia membuncah dalam hati Yuna. Dia sengaja mendekatkan diri ke arah Hengky dan masuk dalam pelukan lelaki itu.

Ekspresi Erik berubah kaku. Rokok yang ada di tangannya dipadamkan oleh lelaki itu dengan kasar kemudian membuangnya ke lantai dan berakhir dengan Erik yang menginjaknya. Melihat kemesraan Hengky dan Yuna membuat Erik tertawa dingin dan berkata,

“Pak Hengky curang ya. Tapi yang namanya lelaki sejati nggak akan merebut milik orang lain. Pak Hengky sudah dapat perempuan cantik, berarti harus kembalikan ke aku satu perempuan cantik juga.”

“Pak Erik tertarik dengan siapa? Biar aku atur,” ujar Hengky dengan santai.

Mendengar kalimat tersebut membuat ekspresi Erik sedikit reda. Matanya memicing sambil menyapu ke sekeliling ruangan. Mendadak matanya berbinar dan berseru,

“Dia!” tunjuk Erik ke arah Winda yang baru saja berdiri.

Tubuh Winda berubah kaku dalam seketika. Dia menatap Hengky dengan sorot tidak percaya. Matanya memerah dan air matanya mulai menggenang di sana. Keributan Hengky dan Erik serta lelaki itu yang mengakui Yuna adalah kekasihnya sudah disaksikan dengan jelas oleh Winda. Dia tidak menyangka Hengky juga merupakan orang yang seperti itu.

Hengky juga ikut tercenung. Dia melihat wajah Winda yang memerah dan berkaca-kaca. Matanya menyipit dan memancarkan sorot berbahaya. Awalnya Yuna tidak tahu bahwa Winda ada di sini. Melihat orang yang membuat Erik tertarik adalah Winda, mata Yuna langsung berbinar terang.

“Pak Hengky, dia boleh nggak?” tanya Erik yang masih belum merasakan keanehan. Dia menatap wajah dingin Winda dengan sorot memuja. Bibirnya tersenyum menggoda dan berkata, “Seharusnya perempuan itu bukan kekasih kamu juga, kan?”

Hengky menatap Winda dengan lekat. Ekspresinya terlihat sulit dijelaskan. Yuna dapat merasakan sebua aura bahaya yang akan datang. Dia bergegas mengulas tawa paksa dan berkata dengan nada cukup lantang, “Pak Erik memang suka bercanda, tentu saja dia bukan kekasihnya Hengky. Tapi dia juga merupakan salah satu artis dari kantor kamu.”

Yuna melayangkan sebuah kode dari matanya pada Erik yang membuat lelaki itu tersenyum lebar dan semakin senang. Dia melambaikan tangan ke arah Winda dan bertanya, “Bisa nyanyi, nggak? Coba nyanyi dan hidupkan suasana.”

Sedih, kecewa, terhina, dan berbagai perasaan kacau mulai memenuhi hati Winda. Dia hanya merasa seluruh tubuhnya menggigil ketika melihat wajah dingin Hengky. Dia menggigil karena hatinya dingin dan mati sudah mati. Detik itu, Winda sungguh curiga apakah pemandangan yang dia lihat sebelum hendak mati itu adalah nyata atau hanya halusinasinya saja?

Yuna yang melihat wajah Hengky semakin dingin mendadak merasa hatinya sedikit gusar. Setelah berpikir sejenak, dia memberanikan dirinya untuk melambaikan tangan pada Winda dan berkata sambil tersenyum, “Winda, kenapa masih diam saja? Sini, duduk di sini.”

Ketika mengatakan kalimat tersebut, Yuna sengaja menggeser duduknya ke arah Hengky dan mendorong lelaki itu hingga menyisakan tempat di antara dirinya dan juga Erik.

“Kamu ….” Hengky hendak mengatakan sesuatu, tetapi Winda sudah tidak berani untuk lanjut mendengarkannya lagi. Dia takut akan mendengarkan kalimat yang menyakiti hatinya dari mulut Hengky. Dia takut dirinya akan semakin benci dengan lelaki itu.

Oleh karena itu, tanpa menunggu Hengky selesai berbicara, dia melangkahkan kakinya ke hadapan lelaki itu. Kemudian mengambil gelas anggur yang ada di atas meja dan menyiramnya ke wajah Hengky.

Noda merah dari minuman tersebut mengotori ke semua wajah hingga baju Hengky. Sedangkan Yuna yang memang berada di dekat lelaki itu juga terkena percikan minuman itu.

“Winda, apa yang kamu lakukan?!” seru Yuna dengan terkejut. Dia bergegas bangkit dari duduknya dan mengambil tisu untuk mengusap noda minuman di wajah Hengky dengan lembut.

Baru saja tangannya terulur, Hengky sudah mencengkeramnya dengan erat. Sorot mata lelaki itu tampak mengerikan. Pandangan itu belum pernah dilihat oleh Yuna sebelumnya.

Sedangkan Winda menatap Hengky dengan mata memerah. Dia berusaha keras untuk tidak menangis di hadapan lelaki itu. Akan tetapi, wajahnya sudah terlihat jelas.

“Hengky, kamu sama saja seperti lelaki yang lainnya. Aku benci denganmu!” ujar Winda sambil tersenyum sinis. Dia menatap Hengky sekilas kemudian berbalik untuk keluar dari sana. Dia melangkah cepat tanpa menoleh lagi ke belakang.

“Garang! Aku suka,” ujar Erik sambil memandangi punggung Winda. Erik mengangkat minumannya dan mengarahkannya ke arah Hengky sambil terkekeh dan berkata, “Aku suka perempuan tadi, terima kasih, Pak Hengky. Urusan kerja sama kita lanjut di lain waktu lagi, aku ada urusan lain untuk saat ini.”

Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, Erik langsung meneguk minumannya hingga tandas tanpa menunggu jawaban Hengky. Dengan tidak sabar dia bangkit dan berlari keluar. Melihat itu membuat Yuna mengulas senyum puas. Dia sangat tidak sabar menantikan apa yang akan terjadi nanti. Asalkan Erik sudah menyentuh Winda, maka perempuan itu tidak memiliki hak untuk bersaing dengannya lagi.

“Hengky, wajahmu penuh noda wine. Aku-“

Ucapannya terpotong karena Hengky yang mendorong Yuna dengan wajah dingin sambil bangkit berdiri. Yuna yang diperlakukan seperti itu tampak terkejut dan buru-buru menangkap lengan lelaki itu sambil bertanya dengan panik,

“Kamu lagi khawatirin Winda? Pak Erik bukan orang jahat, dia nggak akan ada apa-apa.”

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status