Share

Bab 22

“Lepaskan!” ujar Hengky dengan dingin. Matanya tampak berkilau bengis hingga membuat orang lain merinding. Yuna seperti tersambar petir, tetapi dia tetap tidak melepas pegangannya di tangan Hengky.

“Hengky, kalau kamu pergi sekarang, Pak Erik hanya akan beranggapan kamu sedang mempermainkan dia. Nanti kerjasamanya akan … kalau nggak aku saja yang pergi. Aku-“

“Minggir!”

Hengky menoleh ke arah Yuna dan memandangnya tajam. Mata gelapnya tampak begitu menyeramkan dan menakutkan. Seluruh tubuh Yuna bergetar hebat karena sorot mata dingin milik Hengky. Dia melepaskan tangannya tanpa sadar kemudian mundur satu langkah.

Dengan cepat Hengky melangkah keluar dan dalam satu kedipan mata, sebuah tangan terulur dan menutup jalan Hengky.

“Pak Hengky mau ke mana begitu buru-buru sekali?” tanya Martin. Mata cantiknya tampak menyipit karena senyuman di bibirnya.

“Minggir!” sentak Hengky dengan dingin.

Martin menyunggingkan senyuman lebar. Sorot matanya mengarah ke tubuh Yuna yang tidak jauh dari sana dengan tatapan menggoda. Dengan suara pelan dia terkekeh dan berkata, “Hengky, kamu sendiri yang pilih perempuan itu dan melepaskan Winda. Jadi jangan salahkan orang lain yang langsung merebutnya.

Tatapan dingin Hengky menyapu Martin dan berkata, “Coba saja kalau kamu berani menyentuhnya.”

Martin menegakkan tubuhnya dan mendekati Hengky sambil tersenyum tipis dan berbisik, “Kalau gitu kamu tunggu dan lihat saja. Winda pasti akan kudapatkan.”

Martin melayangkan tatapan menantang ke arah Hengky, kemudian dia berbalik dan melangkah keluar dengan cepat.

Winda semakin memikirkannya semakin merasa sedih. Begitu dia keluar, air matanya langsung mengalir dengan deras. Semua rasa sesak di hatinya seakan hendak membuat dirinya tidak sanggup bernapas. Awalnya Winda pikir Hengky hanya sedang marah pada dirinya, asalkan dia memberitahu Hengky bahwa dirinya akan berubah maka lelaki itu akan kembali lagi.

Namun dilihat dari keadaannya sekarang, sepertinya Hengky ingin sekali berpisah dengannya karena sudah mendapatkan yang baru. Kalau begitu, kenapa beberapa waktu lalu dia masih mau menolongnya?

Winda memaki-maki Hengky hingga ratusan kali di dalam hatinya. Tiba-tiba dia menyadari karena keluar terlalu buru-buru, Winda lupa berpamitan dengan Martin. Akan tetapi sekarang dia tidak ingin kembali ke tempat itu lagi dan tidak ingin melihat Hengky yang bermesraan dengan perempuan lain.

Setelah berpikir sejenak, Winda memutuskan untuk menghubungi Julia. Namun Winda tersadar kalau dia tidak mengambil tas miliknya. Dompet dan juga ponselnya ada di dalam tas tangannya. Posisinya saat ini berada cukup jauh dari pusat kota sehingga tidak ada mobil yang bisa membawanya kembali.

Winda menggigit bibirnya dan mengusap matanya yang basah kemudian berjalan balik lagi. Baru beberapa langkah saja, tiba-tiba sebuah kekuatan besar menahan pergelangan tangannya dan menariknya masuk ke dalam sebuah kamar.

Lampu di ruangan tersebut tidak dihidupkan sehingga membuat sekelilingnya gelap gulita. Winda tidak bisa melihat orang yang memegang tangannya dengan jelas, tetapi dia tahu kalau orang itu adalah seorang lelaki. Karena jarak mereka sangat dekat, Winda dapat menghirup aroma rokok yang sangat kuat.

“Kamu siapa? Lepaskan aku!” sahut Winda dengan penuh penekanan. Dia mencoba melepaskan tangan lelaki itu, tetapi karena kekuatan lawannya yang terlalu kuat membuat Winda tidak berdaya.

“Nama kamu Winda?” tanya lelaki itu dengan sengaja mendekat ke telinga Winda. Kemudian dia terkekeh dan kembali berkata, “Nama yang cantik.”

Suara itu milik Erik!

Jantung Winda berdegup cepat dan tangannya mengepal dengan erat. Dengan saura menggeram dia berkata, “Kamu mau berbuat apa? Cepat lepaskan aku!”

“Memangnya kamu nggak tahu apa yang mau aku lakukan?”

Erik menghirup aroma rambut Winda dengan ekspresi memabukkan. Dia mencengkeram kedua tangan Winda dengan satu tangannya dan satu tangan yang lainnya memainkan rambut panjang Winda. Matanya menatap perempuan itu dengan tajam dan bergairah.

“Asalkan kamu mau mengikutiku, aku bisa memberikan apa pun yang kamu inginkan. Baik itu jabatan, nama, uang, semuanya bebas kamu pilih,” ujar Erik sambil tersenyum percaya diri. Dia tidak takut kalau Winda akan menolaknya karena lelaki itu belum pernah ditolak sebelumnya selain Yuna.

Akan tetapi, Erik tidak ingin mengusik Hengky sehingga dia melepaskan perempuan itu. Untungnya dia mendapatkan perempuan yang lebih cantik dari Yuna, bahkan jauh lebih cantik!

“Mimpi saja kamu!” umpat Winda sambil menendang kaki Erik sebanyak beberapa kali.

Erik merintih kesakitan dan mengangkat tangannya melayangkan satu tamparan di wajah Winda. Kepala Winda terbanting ke kanan dan menabrak tembok hingga sudut bibirnya robek dan berdarah. Erik memasang senyum penuh arti dan sorot matanya memicing. Dia menjambak rambut panjang perempuan itu dan memaksanya mendongak.

“Lebih baik kamu yang nurut! Aku nggak suka perempuan yang terlalu penurut, tapi nggak suka perempuan yang nggak bisa diatur juga. Jangan buat aku marah!”

Winda kesakitan hingga wajahnya pucat pasi. Keringat dingin membasahi keningnya, tetapi dia tetap menatap Erik dengan tajam dan tidak takut. Seluruh tubuhnya gemetar karena amarahnya pada lelaki itu.

“Akan kubunuh kamu kalau berani menyentuhku!”

Erik tertawa sinis dan jarinya mulai menyentuh kulit halus Winda. Sorot mata lelaki itu terlihat semakin memanas.

“Boleh,” ujar Erik sambil mencengkeram dagu Winda untuk mendaratkan ciuman paksa di bibir perempuan itu. Winda melotot dan dengan cepat menolehkan kepalanya. Dia berusaha keras memberontak dan menendang kaki Erik dengan menggunakan sepatu hak miliknya.

“Erik, lepaskan aku!”

Winda melayangkan tangan dan kakinya hingga membuat Erik tidak bisa mengendalikan perempuan itu. Titik kesabarannya yang paling akhir juga akhirnya lenyap karena ulah Winda. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari arah luar yang membuat Eric bergegas membekap mulut Winda. Namun Winda mengambil kesempatan itu untuk menggigit telapak tangan lelaki itu dengan kuat.

Dia bisa merasakan amisnya darah di dalam mulutnya diikuti dengan rintihan kesakitan Erik yang melepaskan tangan Winda. Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Winda dan membuat perempuan itu merintih dan jatuh tersungkur.

“Perempuan si*lan!” seru Erik sambil memegang tangannya yang berdarah.

Winda hanya bisa merasakan rasa panas menjalar di pipinya dan kepalanya mulai terasa berputar. Sebelum Winda bangkit berdiri, Erik langsung menarik lengan perempuan itu dan membantingnya di atas kasur.

“Dikasih hati minta jantung!” Erik menimpa tubuh Winda untuk menahan perempuan itu yang berusaha berontak. Dengan dingin dia berkata, “Hengky sudah setuju memberikan kamu padaku, kamu pikir kamu bisa kabur?!”

Kalimat Erik yang baru saja diucapkan bagaikan pisau tajam yang menancap tepat di hatinya. Darah segar seperti mengucur deras dari bagian paling penting di tubuhnya itu. Winda merasa seluruh tubuhnya dingin dan mendadak bergetar tanpa bisa dia kendalikan.

Sorot di matanya perlahan meredup dan berkaca-kaca. Sakit di hatinya membuat Winda seperti sangat sulit untuk bernapas.

Apakah Hengky begitu benci dengannya? Hingga sanggup menyerahkan istrinya sendiri pada pria lain?

Yuna yang merupakan orang luar bisa mendapatkan perlindungan Hengky, tetapi kenapa lelaki itu begitu tega dengan Winda?

“Hengky, aku membencimu,” ujar Winda dalam hati.

Dia memejamkan matanya dan membiarkan air mata membasahi pipinya. Dengan hati yang seperti telah mati, dia berbaring di kasur dengan pasrah dan menyerah untuk memberontak. Melihat itu mata Erik berbinar bahagia, dia mengusap paham Winda dan mulutnya yang beraroma alkohol itu hendak mencium bibir Winda. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status