"Kau diperintah ayahandamu untuk meminta bantuanku?"Jaka berjalan di samping kuda yang dinaiki Nyi Ageng Kencana. Ratu pertama itu tidak tampak secara kasat mata, sehingga Jaka terlihat bicara sendiri."Kau mestinya tanya kepada ibundamu apa alasan beliau tidak mau pulang ke alam roh."Jaka melihat hubungan di antara mereka kurang harmonis.Nyi Ageng Kencana seolah tidak mau berkomunikasi dengan ibundanya. Ia lebih condong kepada ayahandanya.Jaka ingat sesuatu, ia bertanya, "Kau tidak mau menghubungi ibundamu apakah karena di pesanggrahan leluhur ada Nyi Ageng Permata?"Wajah Nyi Ageng Kencana tampak ditekuk seperti pelana kuda.Jaka heran bagaimana Pangeran Restusanga memilih perempuan membosankan itu ketimbang kakaknya yang berwajah ceria."Aku kelihatan membosankan karena kakakku sangat memuakkan," kata Nyi Ageng Kencana. "Ia sering menggoda Pangeran Restusanga, padahal sudah menjadi garwaku. Kemudian ia diasingkan dan mengambil sikap berseberangan dengan istana.""Lalu apa beda
Nyi Ageng Kencana meninggalkan pertarungan di keraton adipati untuk mengejar Jaka.Pertarungan itu berakhir dengan kebingungan Pangeran Indrajaya dan beberapa tokoh istana.Mereka mengejar rombongan Raja Timur ke daerah perbatasan. Begitu penglihatan Jaka lewat ilmu Tembus Pandang Paripurna."Aku kira istrimu menjadi selir Pangeran Indrajaya," kata Jaka. "Mereka pergi ke perbatasan jalur perdagangan internasional.""Kau belum menjawab pertanyaan ku," ujar pendekar berambut gondrong. "Siapa kau sebenarnya? Tidak ada pendekar yang mampu meneropong keberadaan Lu Qiu Khan.""Nyatanya aku mengetahui posisi Lu Qiu Khan," sahut Jaka. "Kau tidak perlu tahu bagaimana aku mengetahuinya."Pendekar berambut gondrong tampak kesal, tapi ia sulit memaksa."Bagaimana aku dapat mempercayai pendekar yang baru kukenal?""Aku tidak memintamu untuk percaya, aku hanya memberi informasi kalau makhluk yang kau cari sedang dalam perjalanan ke jalur perdagangan internasional."Lu Qiu Khan sepertinya tidak perc
Jaka menunggu di dalam kereta kencana yang parkir di depan restoran.Ia tidak perlu minta izin kepada pengawal yang berjaga di sekitar kereta.Mereka tidak tahu kalau di dalam ada ksatria pekon menunggu puteri mahkota keluar dari penginapan."Janji suci macam apa yang terjalin di antara mereka," gumam Jaka. "Jayanti sibuk dengan kesenangan sendiri, Indrajaya bermain-main dengan selirnya."Sudah menjadi rahasia umum kalau bahtera rumah tangga mereka bukan atas nama cinta, tapi didasari kepentingan.Indrajaya jatuh hati kepada adik bungsu Jayanti, sementara Jayanti mempunyai kekasih pangeran dari kerajaan Tandem.Ratu Selatan menjodohkan puteranya dengan puteri sulung mahapatih untuk mempertahankan dinasti yang mulai kencang dihembus angin perubahan."Sementara Pratiwi dijodohkan dengan panglima perang," nyinyir Jaka. "Itulah alasan puteri mahkota minggat, ia menolak mempunyai garwa dengan usia empat kali lipat lebih tua."Padahal Pratiwi diam-diam jatuh cinta kepada Pangeran Woles.Hal
"Seharusnya elang raksasa sudah tiba."Jayanti mondar-mandir dengan gelisah di graha tamu.Ia sudah mencoba menghubungi teman-temannya lewat sambung kalbu, tapi mereka menutup mata batin, seperti tidak mau diganggu."Apakah terjadi sesuatu dengan elang raksasa?" Jayanti berpikir sejenak. "Tapi mereka pasti menghubungi kalau elang itu belum muncul."Jayanti makin gelisah. Biasanya mereka pergi bersama-sama naik kereta, sebab mangsa sudah disiapkan pengawal kepercayaan.Mereka berburu ke pelosok untuk menangkap ksatria tampan, untuk pesta liar sampai korban mati lemas dan dibuang ke laut.Sekarang Jayanti berangkat duluan karena ia kuatir ksatria itu sadar apa yang terjadi. Melihat sepak terjangnya, pemuda itu bukan pendekar kaleng-kaleng. Pelayan perempuan datang memberi tahu, "Makan sore sudah siap gusti puteri.""Aku menunggu circle bestie ku, Ling Lung," sahut Jayanti. "Apakah ksatria itu sudah kau kasih jamuan?""Sudah gusti puteri. Hidangan habis disantap. Ia sekarang lagi tidur
"Bagaimana aku menikmatinya kalau kau menyiksaku?"Jayanti mengeluarkan sumpah serapah saat Jaka mengikat tangan dan kakinya dengan rantai di besi silang vertikal."Yang penting aku menikmatinya," sahut Jaka masa bodoh. "Bukankah setiap kali pesta kau rudapaksa laki-laki sampai mati?"Cakra menarik rok Jayanti dengan kasar sehingga robek besar. Jayanti meneteskan air mata diperlakukan secara bengis begitu.Ia meratap, "Aku ingin bercinta denganmu, sungguh, tidak dapatkah kau berlaku sedikit romantis?""Mereka juga ingin bercinta denganmu, tapi kau perlakukan secara biadab."Cakra melumuri kemaluan Jayanti dengan cairan beraroma ikan asin, kemudian melumuri payudaranya dengan jus kental."Sekarang cobalah kau renungkan perbuatanmu. Mengapa kau membunuh ksatria pekon hanya untuk cinta?""Aku mohon lepaskan aku.""Semoga tidak ada kucing dan semut.""Meong! Meong!" Tampak seekor kucing mendatangi bau ikan asin."Sayang sekali...!"Jaka pergi meninggalkan bilik pesta. Kemudian ia menyisi
"Kurang ajar!"Perampok berkumis mengepalkan tangan dengan marah sampai bergemeretak."Lemes betul mulutmu!"Dyah Citraningrum berteriak dari dalam kereta, "Tabrak saja kalau tidak mau minggir, Pak Tua!"Sais menarik tali kekang kuda, kereta melaju dengan kencang.Empat Setan Alas berjumpalitan di udara menghindar.Perampok berkumis hinggap di atap kereta."Hey, Seruling Sakti!" bentak lelaki berwajah codet itu. "Kau hentikan kereta atau kuhancurkan batok kepalamu!""Apa maumu sebenarnya Setan Gimbal?" tanya Seruling Sakti. "Aku tidak membawa perhiasan berharga.""Perempuan di dalam kereta lebih berharga dari perhiasan! Kau pikir aku tidak tahu kau membawa empat puteri bangsawan?""Hentikan, Pak Tua!" perintah Dyah Citraningrum. "Aku mau melihat tampang setan yang menginginkan diriku!"Perempuan secantik bidadari itu sudah melompat ke luar sebelum kereta benar-benar berhenti.Setan Gimbal melompat turun dari atap kereta dan berdiri di hadapan Dyah Citraningrum."Mataku ternyata tidak
"Capek banget!" Cakra duduk menggelosor di bawah pohon jengkol dengan nafas tersengal-sengal. Ia biasa menggunakan ballpoint untuk menulis di atas kertas, pada saat menggunakan cangkul untuk bekerja di atas lahan tentu saja ia keteteran. "Sekarang kau merasakan perjuangan mencari sesuap nasi itu sangat berat!" Abah tertawa melihat anaknya sangat kepayahan, padahal baru sebentar bekerja. Abah adalah petani kecil, tinggal di rumah bilik di kaki gunung, dengan beberapa tetangga bernasib sama. Bedanya petani ini mampu menelurkan anak jadi sarjana. Wisuda bulan kemarin adalah pengukuhan Cakra jadi seorang pengangguran. Cakra sudah melayangkan lamaran ke beberapa kantor perusahaan di kota, tapi belum ada panggilan. Untuk sementara, ia mencangkul di ladang membantu ayahnya. Abah satu-satunya warga kampung yang bahagia jadi orang miskin. Hidup dalam keterbatasan membuatnya nyaman. Sungguh orang tua aneh, sebab durhaka untuk disebut gila. "Cita-cita Abah akhirnya kesampaian," kata Ambu
Ratu Purbasari tampak murung memandang cermin besar di sudut kamar. Cermin ajaib itu terlihat kosong tidak memberi petunjuk apapun. Ia kuatir Cermin Mustika murka karena situasi kerajaan sedikit kacau dengan adanya pemberontakan di wilayah barat. Negeri gemah ripah loh jinawi terkotori oleh tangan-tangan serakah. "Kekacauan terjadi bukan karena kesalahan kerajaan," hibur Pangeran Wikudara. "Ketamakan Tapak Mega untuk memisahkan wilayah barat membuat rakyat tercekam. Jadi tidak ada alasan Cermin Mustika murka kepada dinda." "Besok malam adalah purnama yang dijanjikan," keluh Ratu Purbasari. "Tanggal 23 kliwon adalah hari leluhur kita bersumpah di altar kehidupan." "Dengan demikian pemuda itu sudah genap berusia 23 tahun," kata Pangeran Wikudara sambil duduk di kursi bertahtakan permata. "Apakah peristiwa seperti ini pernah terjadi sebelumnya di jaman mendiang ibu suri?" "Belum pernah," sahut Ratu Purbasari dengan wajah mendung. "Cermin Mustika biasanya memberi kabar setiap perkemba