Bab 133 Mobil yang ditumpangi Evellyn dan Arkan akhirnya sampai di depan rumah. "Mas kamu nakal banget," ujar Evellyn kesal. "Kenapa gak menolak." Arkan mendekatkan kepala mencium lagi ceruk leher istri yang penuh dengan tanda merah. Evllyn kembali menegang. "Aku gak tahan juga, kalo kamu udah mulai. Udah Mas, di lanjut di dalem aja." Evellyn mendorong tubuh sixpack Arkan. Evellyn mengikat rambut asal, menyampirkan hijab yang berantakan. "Cd ku mana? Evellyn mencari benda pembungkus aset berharganya. "Ya ampun celana kamu kotor begitu." Evellyn terlihat gelisah, ini kali pertama dia melakukan di dalam mobil. "Pak Sobri tadi pasti denger, Mas," ucap Evellyn. Arkan menarik dagu Evellyn, melumat kembali bibir yang sejak tadi tak berhenti bicara. Tangannya meraba benda kesukaan. "Udah Mas, Ntar aja!!" Evellyn mencubit lengan lelaki tampan ini. "Gak usah resah seperti itu, besok juga ketemu pakaian dalem kamu," ucap Arkan enteng, dia membuka pintu. "Mas benerin dulu
Bab 134Ibu malu mau ngomong, ayah kamu bener-bener, Nak. Kemarin ibu dapet ini." Amelia menyerahkan amplop coklat. Walau kaget setelah melihat isinya, tetapi Arkan dapat mengendalikan keterkejutan. Kasusnya hampir sama dengan kasus yang dia alami dulu. "Ayah mengaku?" tanya Arkan. "Nggak...." Amelia menggeleng. "Ayah kamu gak ngaku, sampai akhirnya ibu ke sini, gak sudi ibu liat ayah kamu," ujar Amelia dengan mimik kesal. "Sekarang tenangkan diri Ibu, nanti aku cari tau informasi ini, karna jaman sekarang banyak foto-foto yang hanya jebakan," ucap Arkan, pelan. "Maksudnya," tanya Amelia menatap putra semata wayang. "Sekarang banyak foto-foto editan. Nanti aku cari tau, nanti sore aku sama Evellyn mau terbang ke Singapore, Ibu ikut ya," ajak Arkan. "Nggak, kalian saja, ibu di rumah saja," ucap Amelia. "Ya sudah sekarang makan dulu, jangan sampai sakit, Bu." Evellyn mengambilkan nasi ke dalam piring Arkan juga Amelia. Setelah makan lelaki tampan ini masuk ke dalam kamar
Bab 135Sesaat Ervan terkejut melihat foto-foto di dalam amplop. "Nyonya besar tau?" tanya Ervan. "Semalam Ibu datang, tanpa Ayah. Kira-kira itu nyata atau hanya jebakan?" tanya Arkan. "Aku tak yakin, Bos. Kita serahkan pada ahlinya. Tuan besar sudah kau tanya?" tanya Ervan, masih memperhatikan foto dengan seksama. "Belum, belum sempat. Aku juga tak tau sekarang Ayah di mana," ujar Arkan. "Siang aku urus Bos. Habis 'kan kopinya Bos, sudah waktunya meeting dengan para kolega. Kau sudah siap dengan proposal baru?" tanya Ervan. Arkan mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju ruang rapat. Tempat semua usaha dibicarakan. Sinta mengikuti di belakang, bukan tanpa sebab hari ini dia berpenampilan memukau, bahkan cenderung memikat. Pagi ini dia juga ikut mendampingi rapat para kolega bisni. Sinta berharap dia bisa mendapatkan salah satu pebisnis, sehingga bisa memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik. Setelah seharian beraktifitas mereka menuju Bandara. Selama pengecekan Ar
Bab 136."Cepat ambil pakaianmu dan lekas pergi!!!" kembali Aryanti berteriak. "Bima kembali ke dalam kamar mengambil pakaian dan segera pergi dari rumah itu. Dengan cepat Aryanti mengunci pager, pintu dan semua jendela, Netranya terus mengeluarkan bulir-bulir bening. Setelah itu dia duduk di depan televisi. Tak lama ponselnya berdering, "Ar aku ada di depan pagar. Tolong buka," suara Ervan menyeruak, membuat Aryanti bahagia bukan kepalang. Belum pernah Aryanti sebahagia ini mendapati Ervan. Tergagap Aryanti menjawab iya, tergasa ia merapikan penampilan merapikan kamar yang berantakan. "Kok lama?" tanya Ervan. "Mas gak jadi terbang?" tanya balik Aryanti. "Cuaca gak bagus, gak bisa memaksakan penerbangan, aku khawatir banget sama kamu, sejak sore, jadi aku memutuskan pulang, kamu gak apa-apa di rumah?" tanya Ervan ketika keluar dari dalam mobil. Dari jarak jauh seorang lelaki bernafas lega, tak menyangka suami Aryanti membatalkan penerbang, seandainya tadi Aryanti tak bisa
Bab 137"Siapa itu?" teriak Aryanti keluar dari dalam kamar mandi berbalut handuk, melongok keluar kamar. Pandangan tak menjangkau jauh karna gelap, kembali Aryanti menutup pintu kamar. Dia ambil pakaian rumah. Mengambil mukena pemberian Ervan. Mencium mukena dan memakainya, "Mulai sekarang aku akan menuruti semua mau kamu, Mas," ujar Aryati berbicara sendiri. Beberapa kali dia melakukan ibadah tetapi karna paksaan dari Ervan, katanya dia bakalan masuk neraka jika istri take melakukan ibadah. "Aku juga mau masuk surga bareng kamu, Mas," ucap Aryanti lagi. Dia melakukan sholat taubat dua rakat, berlanjut dengan solat subuh, Aryanti berjanji mulai sekarang dia akan lebih banyak memperdalam agama islam. Setelah kumandang subuh, suasana hening, samar-samar Aryanti seperti mendengar orang berjalan di luar kamar. Ingin dia segera melihat tetapi diurungkan karna terdengar Sayup-sayup adzan subuh, Aryanti melakukan solat dua rakaat sebelum subuh dilanjut sholat subuh. Setelah melaku
Bab 1 : pertemuan. “Ada apa ini!!” Evellyn terburu turun dari mobilnya, menghampiri beberapa orang berbadan besar yang terlihat sangar sedang mengintimidasi ibunya di depan pintu rumah. Para pria berbadan besar dan berkulit hitam menoleh ke sumber suara. “Kami mencari keberadaan Pak Dani Sudrajat. Kami sudah mencari di kantornya, tapi nggak ketemu.”“Ayah saya sedang keluar kota, kalau beliau pulang, nanti saya sampaikan kalau kalian mencari, semua kewajiban akan kami selesaikan dengan segera,” ucap Evellyn tegas pada deptcolector. “Pak Dani Sudah menunggak kewajiban beberapa bulan, kalau nggak segera diselesaikan, segala agunan akan kami sita. Bahkan rumah ini pun sudah menjadi agunan. Kalian bersiaplah untuk segera mengosongkan rumah,” seru deptcolector berbicara dengan nada ketus tak ramah. Tanpa menunggu jawaban dari Evellyn, beberapa pria berperawakan seram itu meninggalkan kediamannya.“Apa yang terjadi Eve? Kenapa dengan perusahaan Ayah?” tanya Ibu meminta penjelasan kepad
Bab 2. Tanda tangan kontrak. “Hallo Nona.” Ervan mengulurkan tangan ingin menjabat tangan. Namun ditolak. Evellyn hanya menangkupkan tangan di dada dan menganggukkan kepala. Ervan tersenyum, masih ada cewe begini, di jaman yang sudah seperti ini pikirnya. Dia duduk menghadap Evellyn. “Nona silahkan pesan makanan yang kau suka. Sebelum kita memulai pembicaraan kita,” ucap Ervan ramah. “Maaf saya datang ke sini bukan untuk makan, jangan buang waktu saya. Karna beberapa hari ini jadwal saya padat,” ucap Evellyn tanpa ragu. “Upsss. Maaf Nona, baiklah, perkanalkan saya Ervan Attarazka.” Ervan mengutarakan maksud mengundang Evellyn. Dia siap membantu memulihkan perusahaan ayahnya. Asalkan Evellyn mau mengikuti apa keinginannya. “Tuan pernikahan itu sakral, tak bisa dibuat main-main, anda salah orang!” ucap Evelyn. Ia mengangkat tubuhnya, berniat pergi meninggalkan meja. “Tunggu Nona, saya hanya memberi panawaran sekali ini. Ingat ayah ibu dan adik-adik anda yang sedang membutuhkan
Bab 3. Apakah sah? Pagi ini seharusnya menjadi hari paling indah untuk ke dua mempelai. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Entah apa yang akan terjadi setelah ini. Evellyn tampak cantik mempesona. Dia menggunakan kebaya hitam modern. Kebaya menjuntai hingga menutupi lantai. Hiasan melati di kepala memberi keharuman khas pengantin. Arkan menggunakan Beskap hitam lengkap dengan blangkon. Mereka terlihat serasi. Namun terukir jelas tak ada bahagia di wajah mereka. Beberapa foto diambil. Fotografer memberikan arahan pada mereka. Evellyn terlihat gerogi saat sesi foto, karna fotografer mengarahkan mereka untuk berdekatan dan saling memandang. Evellyn melihat ke dalam manik mata milik lelaki dihadapannya. Ada kemarahan dan kebencian pada pancaran matanya. Setelah selesai sesi foto. Kedua pengantin duduk berdampingan di atas pelaminan. Hari ini mereka sah menjadi pasangan suami istri tanpa mengenal satu sama lain. Baru kali ini mereka bertemu muka. Evellyn tak berani menatap A