Bram tersenyum, “Mungkin aku jarang minum air yang dimasak begini. Aku nggak pernah.”Bram tiba-tiba mengerti mengapa Stefan jatuh cinta pada Olivia setelah menikah. Stefan menjalani kehidupan sederhana yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Pada awalnya dia merasa asing, juga tidak terbiasa. Pada akhirnya, dia tidak hanya terbiasa, bahkan lebih menyukai kehidupan seperti itu. Makanya Stefan terus menyembunyikan identitas aslinya dari Olivia.Bram berpikir, kapan dia akan menjelaskan tentang dia kepada Chintya? Dia tidak mungkin mengikuti jalan lama Stefan, bukan?Olivia memiliki temperamen yang begitu baik. Namun, setelah ditipu oleh suaminya begitu lama, dia sangat marah ketika mengetahui semua kebenarannya. Olivia bahkan sampai mau bercerai dengan Stefan. Hal itu membuat Stefan ketakutan bukan main. Dia sampai melakukan hal yang mengejutkan semua orang.Chintya tipe orang yang membedakan jelas cinta dan benci. Dia terlihat riang dan cuek, tidak suka perhitungan. Namun, kalau sese
Seperti yang Chintya katakan, kalau mau berbohong, berbohonglah seumur hidup. Jangan sampai orang yang dibohongi tahu. Kalau tidak, katakan yang sejujurnya, berusaha mendapatkan maaf dari orang itu, jangan meneruskan kesalahan yang sama terus-menerus.Bram tidak mungkin berbohong kepada Chintya seumur hidup. Bagaimanapun juga, dia masih harus mengurus bisnis keluarga Ardaba. Kelak Chintya menikah dengannya, Chintya juga harus bertemu dengan keluarganya. Bagaimana mungkin Bram bisa membohonginya selamanya.Chintya bertanya lagi, “Pak Bram, temanmu itu bohong pada orang yang dia sukai, ya? Atau hanya bohong pada temannya yang lain?”“Dia bohong pada perempuan yang dia cintai sejak pandangan pertama. Masalah perasaan, dia nggak tahu harus berbuat apa. Makanya dia curhat padaku. Aku juga nggak tahu harus berkata apa. Dia bohong pada perempuan itu. Alasan utamanya karena dia takut perempuan itu tahu kalau kehidupannya akan selalu berhadapan dengan bahaya. Dia nggak mau buat perempuan itu ak
Bram berpikir sejenak, lalu mengangguk tanda setuju dengan Chintya. Kemudian, dia berkata, “Kalau dia benar-benar suka, dia memang harus jujur pada pasangannya. Terima kasih, aku akan sampaikan pada temanku itu dan suruh dia berhenti menyembunyikan apa pun dari pasangannya.”Chintya tersenyum, “Pak Bram nggak perlu berterima kasih. Aku hanya mengutarakan pendapat dan pandanganku saja. Setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda. Kita merasa nggak boleh berbohong pada orang lain, tapi orang lain belum tentu berpikir demikian. Ada sebagian orang sudah terbiasa hidup dalam kebohongan. Kamu boleh bilang ke temanmu. Kalau dia mau dengar ya sudah. Kalau nggak mau dengar, kamu juga nggak usah ngomong apa-apa lagi. Kita nggak bisa bangunkan orang yang pura-pura tidur.”Bram merasa sangat canggung. Saat dia mengaku pada Chintya nanti, entah apa yang Chintya pikirkan tentang dia. Bram harus atur sedemikian rupa agar Chintya mengetahui identitasnya dengan cara yang sangat alami. Setelah itu, dia
Chintya memiringkan kepalanya. Pisau tajam pria itu lewat tepat di depannya, hampir saja menggores wajahnya.Pria itu memutar pergelangan tangannya. Pisau yang tajam itu berputar dan bergerak cepat ke arah leher Chintya. Tiba-tiba, muncul sebuah tangan yang dengan cepat mencekal tangan perampok itu. Tangan besar itu mengerahkan tenaga. Perampok itu pun langsung berteriak histeris. Pada detik berikutnya, pisau di tangannya jatuh ke tanah. Kemudian, dia ditendang terus sampai hampir mati kesakitan. Namun, dia tidak bisa mundur, juga tidak bisa menghindar. Karena tangan besar itu masih mencengkeram pergelangan tangannya erat-erat.Bram membalikkan badannya, pindah ke belakang perampok. Kemudian, dia menendang kaki belakang perampok itu. Si perampok hanya merasakan sakit pada kakinya. Tanpa sadar, dia jatuh dan berlutut di tanah. Pergelangan tangannya yang masih dicengkeram erat langsung ditarik oleh Bram ke belakang.Bram mendorong tubuh perampok itu ke tanah, sehingga wajah perampok itu
“Lebih baik diri sendiri menguasai seni bela diri, seenggaknya bisa melindungi diri sendiri. Jadi papa mamaku sudah suruh aku belajar sejak kecil. Aku cukup berbakat. Setelah belajar belasan tahun, ilmu bela diriku sudah sangat bagus. Tapi sehebat apa pun aku, tetap saja nggak ada peluang untuk menang kalau aku diserang secara keroyokan. Malam itu aku bertemu dengan geng. Kalau kamu nggak lewat dan tolong aku, malam itu pasti sudah terjadi sesuatu yang buruk padaku.”Bram terdiam sejenak, lalu menambahkan, “Bagaimanapun juga, kamu adalah penyelamatku. Tapi kamu orang yang berhati mulia, nggak butuh balasan dariku. Aku nggak ingin hutang budi padamu. Aku selalu cari cara untuk balas kebaikanmu. Makanya aku ingin belajar seni bela diri di sanggar kalian, bayar lebih banyak uang. Anggap saja itu cara aku balas budi padamu. Maaf, aku sudah berbohong padamu.”Chintya menatap Bram. Bram sedikit gugup ketika dia melihat Chintya menatapnya seperti itu. Dia takut Chintya akan marah padanya kare
“Yaitu bantu orang cari informasi. Karena keluarga kami keluarga besar, kemampuan kami dalam cari informasi selalu nomor satu. Kami sering bantu orang lain cari informasi, pastinya akan menyinggung perasaan orang lain.”Mata indah Chintya berkedip cepat. Dia tersenyum dan berkata, “Detektif swasta, ya?”“Hampir serupa, memang seperti itu.”“Bisa hasilkan uang, nggak?”“Lumayan, cukup menguntungkan,” jawab Bram.Bisa-bisanya Chintya bertanya soal uang. Bram berpikir sejenak, lalu merasa lucu. Dia pun semakin jatuh cinta pada Chintya.Baiklah, Bram jatuh cinta pada Chintya pada pandangan pertama, dan semakin mencintainya setelah berjumpa lagi. Karena Chintya satu-satunya orang di dunia ini yang bisa membuat Bram seperti seorang pria normal.Setiap kali Bram melihat Chintya, Bram harus bekerja sangat keras untuk menahan dan mengendalikan diri, agar dia tidak melakukan hal yang cabul. Hanya Langit yang tahu betapa inginnya Bram memeluk dan mencium Chintya.Bram seorang pria berusia tiga pu
Vila Permai.Olivia kembali rumah. Dia membuka kamar pengantin dan masuk ke dalamnya. Kamar itu dipenuhi dengan hiasan-hiasan berwarna merah. Dia merasa waktu sudah berlalu. Namun, begitu kembali ke kamar, dia diingatkan kembali kalau hari ini hanya sehari setelah pernikahannya. Baru setengah hari telah berlalu.Olivia menemani Sarah mengobrol dengan para pekerja di kaki gunung. Dia juga mendengar banyak gosip tentang keluarga kecil. Tiba-tiba dia mengerti kenapa Sarah suka bergaul dengan para pekerja. Hanya untuk mendengarkan gosip.Olivia juga menyukai hari-hari seperti ini. Namun, Sarah sudah tua. Dia sudah pensiun dan menikmati masa tuanya di rumah. Sarah bisa pergi ke kaki gunung setiap hari untuk mendengarkan gosip. Sedangkan Olivia masih muda. Dia tidak bisa menjalani kehidupan seperti ini. Dia harus terus berjuang.Tunggu sampai rambutnya telah beruban kelak, dia dan Stefan pensiun bersama. Kalau mereka masih bisa berjalan, mereka akan jalan-jalan. Setelah bertambah tua, mereka
Olivia memeluk Stefan lalu berkata, “Sayang, kamu pasti lelah.”“Lelahku sama sekali bukan masalah demi kamu. Aku harap semua lelahmu akan berpindah kepadamu di hari-hari esok. Aku rela melakukan apa pun selama kamu bahagia,” balas Stefan. “Kamu pikir aku ini Russel yang selalu merasa bahagia? Sudahlah, cepat sana mandi. Mereka sudah bangun dan kita juga harus segera makan siang. Apa kamu nggak merasa lapar setelah tidur sepanjang pagi?” tanya Olivia sambil mendorong Stefan lembut dan memintanya untuk segera mandi. Stefan turun dari kasur dengan enggan lalu berjalan menuju kamar mandi seraya berkata, “Oliv, kamu sudah nggak sayang sama aku, ya? Dulu, kita bisa menghabiskan waktu bersama selama satu jam setelah bangun. Tapi, sekarang baru beberapa menit saja, kamu sudah menyuruhku cepat-cepat keluar.”Olivia tidak tahu bagaimana harus membalas perkataan Stefan. Dulu, dia memang akan menghabiskan waktu bersama Stefan sebelum akhirnya keluar kamar karena saat itu dia dan Stefan berusaha