“Selamat pagi, Pak Angga. Kelihatannya pagi ini segar sekali.” Angga baru saja keluar dari rumah, disambut Chris yang sudah menunggunya di teras lengkap dengan setelan jas formal yang melekat di tubuhnya. “Pagi,” jawab Angga singkat. Namun itu tidak melunturkan niat Chris untuk sekedar mencairkan suasana dengan tingkat konyol pria itu. “Silahkan masuk, pak. Saya sudah siapkan mobil terbaik untuk mengantar bapak pergi ke kantor hari ini. Apalagi, melihat suasana hati Pak Angga sepertinya sedang sangat bagus. Apakah anda ingin segelas kopi sebelum sampai di kantor?” ucap Chris lagi. “Boleh, kita mampir dulu ke kafe langgananku,” balas Angga. Meski pintu mobil telah ditutup, Angga sengaja membuka jendela mobil ketika melihat sosok istrinya dan juga putri semata wayang mereka—Celva—keluar dari rumah itu.“Chris, tunggu sebentar,” ucap Angga menghentikan niat Chris yang hendak menginjak pedal gas mobil. Pria itu melirik ke arah kursi belakang mobil dan mendapati Angga keluar dari sana.
“UNTUK APA LAGI KAU DATANG KEMARI, ALDO!?” Suara tinggi yang sangat Nova kenali itu membuat ia berjengit kaget. Nova terkejut saat suara berat dan penuh dengan emosi ditujukan pada Aldo yang tak kunjung pergi dari hadapannya.Nova menoleh ke arah sumber suara. Ekspresinya tak bisa lagi dikondisikan ketika melihat Angga yang sudah berdiri di samping mobil. Entah sejak kapan pria itu ada di sana. Jelas-jelas beberapa saat lalu, Angga sudah meninggalkan rumah bersama Chris. “Mas Angga..” Nova bergumam. Angga melangkahkan kakinya ke arah Nova, dengan kasar menarik tangan Aldo yang berkaitan dengan tangan istrinya. Emosi pria itu tak bisa dikendalikan, Nova tak ingin memperkeruh kekacauan yang sedang terjadi, sehingga ia menarik tangan Angga pelan mengajak pria itu untuk menjauh dari Aldo.“Mas, kumohon, jaga emosimu. Aldo sangat pandai mencari kelemahan. Kita tidak pernah tahu apakah dia datang sendiri atau diam-diam menyembunyikan sesuatu,” bisik Nova di telinga suaminya.“Tapi dia su
Hati wanita mana yang tak luluh ketika mendengar dirinya menjadi sosok yang amat berarti bagi prianya. Bolehkan Nova meneteskan air mata haru saat mendengar pengakuan yang begitu tulus dari Angga, hati Nova luluh seketika.Rona merah tipis-tipis menjadi tanda bahwa wanita itu tak bisa menahan kebahagiaan di hatinya.Angga mendesak tubuh Nova hingga tubuh Nova mematuk sandaran sofa. “Apa yang mau kamu lakukan, mas?” Bulu roma Nova berdiri ketika kulit Angga mulai bergesekan dengan kulit Nova. Pria itu bergerak menghimpit tubuh Nova hingga posisi mereka membuat Nova tak bisa bebas menggerakkan tubuhnya. “Mas..”Cup.Sebuah kecupan melandas tepat di bibir Nova. Kecupan itu memberikan efek kehut yang menggila dalam dada wanita itu. Rasanya candu, tak cukup diberikan hanya satu kali saja. “Bagaimana sekarang? Apakah sudah merasa lebih tenang?” tanya Angga. Pria itu tersenyum lebar. Namun, pertanyaannya langsung membuat Nova tersadarkan akan satu hal.Sekelumit kegelisahan yang mendera h
Sepanjang perjalanan hanya diisi dengan keheningan diantara dua pria itu. Angga sibuk dengan isi pikirannya dan hanya memfokuskan diri pada pemandangan di luar jendela sana.Chris bukan tipikal pria yang tak banyak bicara. Situasi saat ini jelas membuatnya tersiksa. Apalagi ketika melihat ruas jalan yang dipadati oleh berbagai jenis kendaraan.“Ehm!” Chris mencoba menginterupsi lamunan Angga. Namun, percobaan yang pertama tak bisa membuat Angga mengalihkan perhatiannya. “Ehm! Kulihat beberapa hari ke belakang hubungan bapak dan ibu semakin dekat. Apakah kalian tidak berniat meresmikan hubungan yang baru tumbuh ini?” ucap Chris membelah keheningan diantara keduanya. Berhasil! Kini Angga menolehkan kepala ke arahnya. Chris sadar, saat ini segala hal tentang Nova adalah pusat pergatian sang atasan. “Apa maksudmu?” Angga balik bertanya. “Maksudku, apakah kau tidak berencana untuk melakukan pernikahan atau resepsi ulang? Anggap saja sebagai bentuk keseriusanmu pada Bu Nova,” usul Chri
Seberapa banyak pun Nova mencoba mengabaikan harta karun yang ia temukan di ruang tengah tadi, justru semakin membuat pikiran Nova dilahap rasa penasaran yang menjadi-jadi.Sudah dua jam ia duduk di kursi kebesaran Angga. Tepatnya, di ruang kerja berukuran besar itu. Satu ruangan yang sebelumnya tidak pernah Nova jamah setiap sisinyaYa, Nova memberanikan diri untuk masuk ke ruangan paling dijaga keamanannya oleh para ajudan. Ruangan dengan berbagai ornamen yang didominasi oleh warna hitam selalu menarik perhatian Nova. Bagaikan sebuah tempat rahasia yang tak bisa dijamah oleh sembarang orang. Dua jam duduk di sini tidak menunjukkan perbedaan sama sekali. Tidak ada satu hal pun yang mencurigakan.“Sepertinya aku harus menggeledah ruangan ini,” ucapnya penuh tekad. Entah apa yang sudah membutakan pikiran Nova hingga tiba-tiba menaruh kecurigaan pada ruangan yang memiliki aura gelap ini. Nova menyusuri ruang kerja suaminya. Hatinya terdorong untuk membuka setiap nakas yang ada di sana
Prak!Beberapa lembar foto dilemparkan di atas meja. Dua orang yang tadi menantang Angga sikap intimidasinya sontak terdiam. "Apakah bukti itu cukup untuk membungkam mulut kalian?" tanya Angga. Sebelah alisnya naik dengan tatapan merendahkan. Dua pria itu saling tatap. Keangkuhan yang semula mereka pertontonkan di hadapa Angga perlahan memudar. Di depan mereka telah terpampang nyata beberapa hasil jepretan kegiatan kedunya sejak satu minggu ke belakang. "Bukankah kalian tahu, aku sangat benci pengkhianat? Apapun alasannya, aku tidak akan mentoleransi kebohongan. Jika kalian bekerja di sini hanya untuk mengintaiku, dengan tangan terbuka, aku akan menuntun kepergian kalian dengan sangat mudah," ucap Angga. Sorot mata Angga tajam menusuk satu per satu manik mata lawannya. Tak ada lagi sikap ramah, atau sepeserpun uang untuk membayar peluh mereka selama bekerja di bawah pimpinan Angga. Angga membuka nakas meja kerjanya, mengambil sebuah map lalu melemparkannya dengan sengaja ke hada
“Bu Nova? Ibu sedang apa di sini?”Nova langsung mengangkat kepalanya ketika sebuah suara memanggil namanya. Tubuh Nova bergetar hebat, kedua matanya menatap nanar ke arah pria yang memergokinya tengah menggeledah isi ruang kerja Angga. “Bu Nova? Apa kamu baik-baik saja?” Chris mendekat. Pandangannya menelisik ke arah Nova dan bagi Nova pandangan Chris padanya saat ini terkesan mengulitinya. Nova menyadari. Ia belum membereskan semua kekacauan yang telah ia buat. Tumpukkan uang masih berserakan. Begitu juga emas-emas batangan yang tergeletak di lantai.“Stop! Kumohon diam di situ, Chris,” perintah Nova. Langkah kaki Chris langsung terhenti di pijakan terakhir. Kedua tangan pria itu diangkat ke udara, takut-takut jika Nova menyelundupkan benda tajam atau sejenisnya. “Baiklah, aku akan berhenti di sini. Tapi kumohon jawab pertanyaanku, bu,” ucap Chris meminta Nova untuk berkata jujur. Gelagat Nova menimbulkan kecurigaan dalam benak Chris. Ruang kerja Angga adalah area privat yang tak
“Aku akan mengirimkan detail laporan yang kau minta besok pagi, pak. Kalau begitu, aku permisi dulu. Selamat beristirahat.” “Ya, hati-hati di jalan. Sampai bertemu besok.” Angga membalikkan tubuhnya setelah mobil yang dikendarai oleh Chris melaju meninggalkan pelataran rumahnya. Sekilas Angga melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Langit malam nampak lebih gelap dari biasanya. Padahal jam baru menunjukkan pukul delapan malam. “Sayang?” Angga membuka pintu kamar dengan penuh semangat. Namun, pemandangan pertama yang ia lihat hanyalah sebuah ruangan kosong tak berpenghuni. Beberapa helai pakaian Nova dibiarkan begitu saja tergeletak di atas ranjang namun ia tak menemukan sedikitpun jejak Nova di sana. Angga menyusuri area kamar mandi. Kosong. Semua perlengkapan mandi masih tertata dengan sangat rapi seperti sebelumnya. “Nova? Nova kamu dimana, sayang?” teriakan Angga memenuhi seisi ruangan. Panggilan untuk sang istri justru mengundang rasa penasaran dari beberapa ajudan dan