Satu malam tak terlupakan membuat Ayrin terjerat dalam hubungan rumit bersama Reygan. Gadis itu, tanpa seorang pun tahu pernah terlibat hubungan asmara dengan pria yang merupakan kakak tiri Reygan. Menghindari situasi yang semakin rumit, Ayrin pun akhirnya menyetujui solusi pernikahan yang ditawarkan pria itu. Bersama Reygan, Ayrin mencoba memulai hubungan baru tanpa cinta. Harapan manis tumbuh seiring mereka bersama, terlebih saat melihat perubahan sikap suaminya yang semakin hangat. Namun, sebuah rahasia besar Reygan yang berkaitan dengan kejadian malam itu terungkap. Ayrin kecewa, juga marah. Di mana cinta semacam itu akan berujung? Perpisahan atau... Pembalasan dendam? Apakah benar, selama ini tidak pernah tumbuh cinta untuk Ayrin di hati Reygan?
View MoreReygan yang sedang duduk di ruang tengah sambil menenggak secangkir kopi, mendengar suara isakan. Lalu, tak lama kemudian, dia mendengar langkah kaki yang gemetar di dekat tangga.Dia beranjak dari tempatnya, dan dia menemukan Ayrin yang tampak kacau. Wajahnya tampak pucat dan gemetar, terbayang dalam sorot lampu remang-remang yang menyala di ruang tengah.“Ada apa, Rin? Kamu sakit?” tanyanya dengan cemas, tangannya mencoba meraih tangan Ayrin yang terkulai lemah.“Lebih baik kita bercerai, Mas!”Reygan tersentak mendengar pernyataan yang tiba-tiba keluar dari bibir istrinya itu. Ditatapnya Ayrin dengan tatapan yang dingin, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun. "Kamu sudah tahu jawabannya, Rin. Jadi berhentilah membuang-buang waktu dan istirahatlah."Ayrin menggertakkan giginya. "Kamu pikir semua ini masih ada gunanya?" Keluhnya dengan nada putus asa, mencoba menahan langkah Reygan yang ingin pergi."Kenapa kamu masih mempertanyakan hal itu, Rin? Belum cukupkah selama bertahun-
Seperti biasa, Ayrin baru saja tiba di rumah setelah hari yang melelahkan di rumah sakit. Langkahnya tergesa-gesa menuju kamar pribadinya. Namun, ketika dia melangkah di ambang pintu, suara lembut menyapanya.“Mama,” panggil suara kecil itu, menghentikan langkah Ayrin.Dia menoleh, mata dinginnya menatap ke arah suara itu. Di hadapannya, Adrian berdiri dengan wajah penuh harap.Tanpa sepatah kata pun, Ayrin melanjutkan langkahnya, mengabaikan kehadiran anak kecil di hadapannya. Dia melangkah melewati Adrian, seakan tak peduli dengan panggilan yang terdengar dari bibir mungil itu.“Mama…!” Tidak berputus asa, Adrian mengejar langkah ibunya, mengulurkan tangannya dengan gemetar, mencoba menangkap perhatiannya. Namun, Ayrin terus melangkah tanpa menoleh ke belakang.Pemandangan itu tidak luput dari pengamatan Ratna yang berdiri di sudut ruangan dengan tatapan penuh keprihatinan. Dia tahu betapa Adrian selalu menantikan kehadiran ibunya, namun kali ini tampaknya harapan itu kandas di ten
Hampir satu minggu Adrian dirawat di rumah sakit, tetapi Ayrin sama sekali tidak pernah menemuinya. Entah sudah berapa kali dia mendengar gunjingan dari para perawat yang terdengar menyakitkan di telinganya.“Padahal Dokter Ayrin kelihatannya sangat ramah sama pasien-pasiennya. Eh, saya nggak nyangka kalau dia ternyata nggak peduli sama anaknya sendiri,” ujar salah satu perawat dengan nada yang penuh dengan penilaian.Ayrin menarik napas dalam-dalam, mencoba menutup telinganya dari kata-kata yang menusuk hatinya. Tapi perasaan sakitnya merayap masuk, seperti ular berbisa yang tak terlihat.“Jangankan sama anaknya. Lihat suaminya datang pun dia nggak menoleh,” sahut perawat lain yang tampak terheran-heran.“Iya. Pokoknya nggak nyangka banget deh ternyata dokter Ayrin bisa sekejam itu sama anak dan suaminya. Kalau saya sih, punya anak dan suami ganteng begitu pasti saya akan nempel terus,” timpal perawat lainnya yang berkacamata."Apa kalian tidak punya pekerjaan lain?" suara tajam Ayri
Ayrin baru saja kembali dari tempat prakteknya, tubuhnya dipenuhi dengan kelelahan yang melanda setelah seharian beraktivitas. Saat memasuki ruang tengah, langkahnya terhenti mendadak oleh suara tangisan Adrian yang memenuhi udara. Dia mengerutkan kening, mencoba untuk mengabaikan suara tersebut, tetapi semakin lama, tangisan itu semakin menusuk telinganya. “Aduh! Kenapa berisik sekali, sih?” keluh Ayrin ketika melangkah mendekati Ratna, pengasuh bayinya, yang tampak cemas menimang Adrian. Ratna menoleh dengan wajah penuh kekhawatiran. “Maaf, Bu. Rian terus menangis. Sepertinya dia sakit, Bu,” ujarnya dengan gemetar. “Nah, berilah dia obat. Tunggu apa lagi?!” sahut Ayrin dengan datar. Dia terus memandang ke arah lain karena tidak mau menatap wajah bayinya. “Sudah, Bu. Tapi demamnya belum turun juga. Dia tidak nafsu makan dan terus menangis.” Ratna melaporkan dengan nada yang bergetar. “Bawalah ke dokter kalau begitu!” seru Ayrin dengan kesal. Sudah tahu anak itu sakit. Kenapa m
Adrian Shaka Adinata lahir pada masa kehamilan Ayrin yang baru menginjak delapan bulan. Dia muncul ke dunia ini dengan rapuhnya, membawa harapan dan ketakutan dalam setiap detak jantungnya.“Bertahanlah, Sayang. Papa dan Mama ada di sini,” gumam Reygan saat melihat bayinya untuk pertama kali.Reygan menatapnya dengan campuran perasaan haru dan sedih. Bayi itu begitu kecil dan lemah, namun dalam tatapannya dia melihat kehidupan yang berharga. Hatinya berdebar keras, berharap agar sang anak bisa bertahan.Di sisi lain, kesedihan Reygan semakin dalam ketika melihat bagaimana Ayrin masih belum bisa menerima kehadiran putra mereka. Walaupun mereka telah berjuang melalui proses operasi caesar yang sulit, istrinya itu tampak seperti menutup diri dari kenyataan. Reygan mencoba mendekati Ayrin dengan bisikan lembut. “Rin, anak kita telah lahir...”Namun, Ayrin tetap tak tergugah. Dia memalingkan wajahnya, air mata mengalir di pipinya yang pucat. Dia tahu kondisi anaknya, bisa mendengar tangis
Ayrin dan Reygan saling berhadapan, mata mereka memancarkan beragam emosi yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. “Bagaimana bisa kamu berbicara seperti itu, Rin? Anak itu darah dagingmu sendiri. Anak kita,” pekik Reygan, suaranya gemetar oleh emosi yang meluap dari dalam hatinya. Dia tidak pernah membayangkan akan terpisah dari anaknya, terutama saat dirinya sendiri masih hidup. Ayrin menatap suaminya dengan tatapan tajam, tidak terpengaruh oleh kepedihan di wajah suaminya. “Dari awal aku hanya bilang akan mempertahankan dan melahirkan anak ini,” jeritnya dengan histeris, suaranya terdengar pecah oleh emosi yang meluap-luap. "Bukan untuk mengasuhnya dan menerimanya." "Kalau kamu tidak mau mengurusnya, saya yang akan mengasuhnya. Tapi saya tidak bisa membiarkan anak kita diberikan pada orang lain!" sergah
Ayrin begitu terguncang ketika mendengar jika Reygan akan akan menuntut Haris dan akan mengadukan peristiwa penganiayaannya kepada pihak yang berwajib.Aura tegang dan tak terucapkan mengisi ruangan saat Ayrin menatap pria itu, yang terbaring lemah di ranjang. Wajahnya penuh dengan luka dan memar, tetapi matanya tetap bersinar dengan keputusasaan.“Tuntutlah aku kalau kamu mau. Tapi jangan berani-beraninya kamu menyentuh Papa,” bentak Ayrin dengan suara yang bergetar, dipenuhi dengan api kemarahan yang menyala-nyala di dalam dirinya.Reygan menatapnya dengan tatapan lemah namun penuh dengan perasaan. "Bukan itu yang sebenarnya saya inginkan, Rin," jawabnya dengan lirih. Matanya mencari ke dalam mata Ayrin, mencari penyesalan atau mungkin kelembutan, tetapi yang dia temukan hanyalah kebencian yang d
Dinginnya ruangan rumah sakit menyelimuti Ayrin saat dia memasuki kamar di mana Reygan terbaring lemah. Luka dan memar di wajah dan tubuhnya menimbulkan rasa ngeri di dalam diri Ayrin. “Mas,” panggilnya dengan berat hati, tetapi tidak ada jawaban. Pria itu terbaring tak berdaya, tanpa tanda-tanda kesadaran. Ayrin merasa sesak, perasaannya bercampur aduk di dalam kebisingan pikirannya. Dia menelan ludahnya, merasakan getaran di dalam dada. Rasa sakitnya muncul kembali, tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Meskipun dia membenci Reygan, dia tidak pernah menginginkan pria itu terluka sedemikian rupa. Berulang kali, dia berdoa agar Reygan hilang dari hidupnya. Tetapi di saat seperti ini, dia menyadari bahwa bahkan kebencian yang teramat dalam pun tidak mampu menghapuskan rasa kasih yang tersimpan di lubuk hatinya
Dengan gemetar, Ayrin memejamkan matanya ketika pintu ruangan perawatannya terbuka. Suara lembut yang dikenalnya segera menembus ruangan, dan dia membuka matanya dengan cepat. Di samping ranjangnya, berdiri sosok yang paling dia cintai saat ini."Hai, Sayang," sapa Haris perlahan, senyum hangat menghiasi wajahnya saat dia mendekat ke arah ranjang Ayrin.Ayrin langsung menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca, tatapan penuh kerinduan dan kesedihan. Seolah semua perasaannya tumpah ruah dalam satu tatapan."Papa di sini, Sayang," ujar Haris sambil membelai lembut kepala Ayrin. Setiap sentuhan lembut dari ayahnya seolah menghapuskan kesedihannya, namun juga memperkuat air matanya yang mengalir tanpa henti.“Jangan menangis, Sayang. Papa sudah ada di sini,” bisik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.