Share

Bab2. Awal kisah kita

“Sebentar, Nona Liana. Kamu jangan banyak bergerak dulu.“ Terdengar suara rendah Pavel dari dalam mobil sport berwarna hitam yang terus bergoyang-goyang di tepi jalan.

Setelah menawarkan hal yang tidak terduga kepada Pavel tadi, Liana terhuyung dan hampir saja jatuh. Untungnya, Pavel lebih dulu meraih wanita itu dan memegangi tubuhnya agar tetap berdiri tegak.

Pavel juga lah yang memapah Liana keluar dari bar dan membantu wanita itu untuk masuk ke dalam mobil. Dan sekarang, Pavel bukan sedang melakukan sesuatu yang tidak senonoh pada Liana di dalam mobil, melainkan tengah berusaha untuk memasangkan sabuk pengaman.

Hanya saja, Pavel merasa sedikit kesulitan karena sabuk pengamannya seperti tersangkut sesuatu. Ditambah lagi, Liana terus saja berulah dan tidak mau diam.

Seperti saat ini, dimana Liana meletakan satu tangan di kerah kemeja Pavel dan menarik pria itu mendekat, bersamaan dengan satu tangan lain yang menekan sebuah tombol hingga membuat sandaran kursinya merendah.

“Apa yang sedang kamu lakukan, Nona Liana?“ protes Pavel, masih dengan berusaha memasangkan sabuk pengaman. “Diamlah, sebentar! Akan aku bantu pasangkan sabuk pengaman untukmu.”

Liana terkekeh kecil, tidak menanggapi protesan Pavel. Jari lentiknya justru bergerak menyusuri wajah Pavel. Mulai dari dahi, alis, mata, hidung, dagu, hingga bibir si pria. “Wajah yang sangat sempurna,” gumam Liana. “Sangat sesuai dengan tipe ideal para wanita.“

Pavel mendengus kecil, mengabaikan pujian Liana yang dianggap bualan semata. “Merepotkan! Lain kali jangan memesan minuman yang terlalu kuat jika kamu tidak bisa minum,” gerutunya. “Untung saja, aku ada di sana. Kalau tidak, aku tidak tau akan bagaimana nasibmu.“

Liana tersenyum, mengabaikan gerutuan Pavel dan hanya menatap wajah si pria yang begitu dekat dengan wajahnya. Alis yang indah, mata yang tajam, hidung mancung, dagu tegas dan bibir merah merona yang sempurna, membuat Liana terkagum-kagum. Mungkin, Tuhan sedang begitu bahagia ketika menciptakan wajah Pavel, hingga wajah itu terlihat begitu sempurna.

Tanpa sadar Liana semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Pavel dan tiba-tiba dia mengecup bibir si pria.

Pavel membeku, matanya membulat penuh. Tangan yang tadinya terus berusaha memasang sabuk pengaman, kini tidak lagi bergerak. Detak jantungnya terdengar jelas ditelinganya sendiri. Dan untuk beberapa detik, dia tetap berada pada situasi yang sama, sampai akhirnya dia tersadar dan segera menarik diri dari ciuman Liana. “Sial! Apa yang sudah kamu lakukan?“ Dengan suara yang terbata-bata dan raut wajah yang sulit untuk diartikan, Pavel menyentuh bibirnya sendiri.

Pria itu menatap Liana yang wajah dan lehernya sudah semerah tomat. Dia menghela nafasnya, merasa percuma untuk meluapkan rasa kesalnya pad wanita yang sedang mabuk ini. Bahkan sedari tadi saja Liana tidak menanggapinya dengan baik. Sekarang pun wanita itu malah tertidur dengan tenang, seolah tidak ada yang telah dilakukannya.

“Melakukan sesuatau padaku dan kemudian tertidur. Bagus sekali! Kamu benar-benar memberikan kesan yang buruk untuk pertemuan pertama kita, Nona Liana!” Pavel mengabaikan apa yang baru saja terjadi, lalu kembali mencoba memasang sabuk pengaman untuk Liana. Dan kali ini, sabuk itu berhasil terpasang dengan cepat. “Akhirnya sabuk pengaman ini berhasil terpasang juga.“

Pavel segera duduk dikursinya dengan benar dan menyalakan mesin mobil. Mobil sport berwarna hitam milik si wanita pun mulai melaju, menyusuri jalanan kota di malam hari yang penuh lampu, seperti hamparan bintang dipermukaan gelap.

***

"Eum, kenapa tubuhku sangat tidak nyaman?” Liana melepaskan diri dari rangkulan Pavel dan berjalan masuk ke dalam sebuah apartemen dengan sempoyongan.

“Hati-hati, Liana! Berjalanlah dengan perlahan." Pavel memperingatkan si wanita dengan tangan yang terulur, seolah siap untuk meraih tubuh Liana jika wanita itu jatuh.

Liana melepas sepatunya satu per satu dan membuangnya sembarang. Matanya menatap ke sana ke mari untuk mencari sesuatu yang diinginkannya. “Haus, aku ingin minum. Aku butuh air."

Liana kembali berjalan sempoyongan menuju meja di mana ada botol air minum di sana.

Wanita itu meraih gelas dan meletakan di dekatnya, lalu beralih meraih botol air mineral. Namun, belum sempat dia menuangkan airnya ke dalam gelas, gelas yang diletakan di dekatnya sudah lebih dulu tersenggol olehnya dan jatuh.

“Hati-hati, Liana!" Secepat kilat, Pavel medekat ke arah Liana dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Sementara gelasnya, sudah pecah berkeping-keping dan berserakan di lantai.

“Tidak apa-apa, kan? Apa ada yang terluka?“ Pavel sedikit menjauhkan tubuh Liana dari pelukannya. Dia memandangi wanita itu dengan seksama, ingin memastikan bahwa Liana baik-baik saja.

Si wanita pun mendongak, menatap penuh arti wajah pria yang memeluknya. Liana terkekeh kecil, mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Pavel dan menepuk- nepuknya pelan, seperti sedang merasa gemas kepada anak kecil.

Sedangkan yang disentuh wajahnya hanya memutar bola mata dengan malas. Tanpa melepas tubuh Liana sepenuhnya, Pavel mengambil gelas baru dan menuangkan air minum kedalamnya. Setelah terisi, dia mengangkat gelasnya, meletakannya tepat di depan mulut Liana. “Minumlah!”

Liana mengangguk, membuka mulutnya dan meminum air itu hingga habis. Namun, setelahnya dia kembali melepaskan dirinya dari rengkuhan tangan Pavel dan berbalik. Siap melangkahkan kaki untuk pergi.

Akan tetapi, mabuk membuat wanita itu hampir saja menginjak pecahan gelas yang berserakan. Untungnya, Pavel cepat menarik tangan Liana dan membawa wanita itu ke dalam gendongannya. “Bisakah kamu lebih berhati-hati dan tidak berulah! Sudah tau mabuk masih saja berulah!" gerutu Pavel, seraya berjalan melewati pecahan kaca dan mambawa Liana masuk ke dalam kamar.

Pavel meletakan Liana di atas tempat tidur dengan cepat, tapi tetap penuh kehati-hatian. Dia menarik selimut yang ada di tempat tidur untuk menutupi tubuh si wanita.

Saat Pavel akan berbalik untuk keluar, Liana meraih kemejanya dan menariknya mendekat.

“Karena sudah datang, maka jadilah pacarku, ya?“ pinta Liana, memperlihatkan sorot matanya yang memelas dan sayu.

“Kamu ini, ya!“ Pavel mengetuk pelan jidat Liana, menatap wanita itu dengan tatapan aneh, tidak kesal tapi juga tidak terlihat senang. “Dari pada berbicara melantur seperti ini, labih baik kamu tidur!” Pavel meraih tangan Liana yang sudah melingkar di pundaknya untuk disingkirkan.

Liana yang merasa tidak terima, kembali mengalungkan kedua tangannya di leher Pavel dengan erat. Dia menariknya dan membuat wajah mereka semakin berdekatan.

Sebelum Liana sempat melakukan apa pun, Pavel meraih kedua pergelangan tangan si wanita dan menahan mereka di atas kepala. “Cukup, Liana! Jangan berulah terus. Atau kamu akan menyesal jika sudah sadar nanti,” ucapnya tegas, mencoba mengendalikan situasi yang semakin menjadi-jadi.

“Aku akan berhenti, tapi sebelum itu jadilah pacarku dulu." Liana berucap dengan suara yang setengah bergumam.

“Apa kamu memiliki hobi meminta pria asing untuk menjadi pacarmu ketika mabuk?“

Liana menggeleng dengan cepat. “Tidak, lagi pula kamu bukanlah pria asing. Kamu adalah Pavel. Nama yang aku sebutkan sebagai pacarku tadi pagi.“

Pavel menghela nafas, tidak mau menganggap serius ucapan Liana yang mungkin hanya melantur tidak jelas. “Kita bisa bicara besok pagi. Sekarang, tidurlah.“

“Tidak!“ Liana menolak dengan tegas dan kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku tidak mau tidur sebelum kamu mau untuk menjadi pacarku.“

Pavel yang terlihat semakin malas meladeni Liana, akhirnya mengangguk setuju. “Baiklah, aku akan menurutimu. Jadi sekarang, kamu tidurlah dengan tenang, oke!“

Liana memandang Pavel dengan senyum kemenangan yang menghiasi wajahnya, sebelum akhirnya dia menutup mata perlahan dan memasuki alam mimpinya.

“Akhirnya, diam juga dia,” ucap Pavel, memandang Liana yang sudah terlelap di tempat tidurnya dengan perasaan lega. Dia berjalan keluar dari kamar, lalu mengeluarkan ponsel yang sedari tadi bergetar dari dalam saku.

“Hallo.“ Pavel semakin berjalan menjauhi kamar dan berhenti di tepi jendela apartemen. “Aku di apartemen. Ada apa?“ tanyanya, kepada si penelfon.

“Iya, aku sudah bertemu dengannya,” ucap Pavel, seraya menatap ke arah pintu kamar di mana Liana berada.

“Tanggapanku?“ Pavel berpikir sejenak, sebelum akhirnya kembali berucap, “Entahlah, sepertinya belum ada kesan yang menarik untukku.“

Pavel berbalik, menatap kosong dan jauh ke arah luar jendela. “Tenang saja, aku akan tetap menerimanya.“

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status