"Ah, iya, aku lupa memberitahu kakak" Hana lupa memberitahu keluarganya kalau Pasha bersiap menikahinya minggu depan."Sebenarnya hari ini, aku baru aja selesai fitting baju pengantin sama pak Pasha"Keira ter-pelongo di tempat."Bukannya kalian baru aja tunangan? Kok bisa tiba-tiba mau nikahan minggu depan?" Keira mengedipkan matanya tak percaya.Hana mendesah berat. Karena sebelumnya ia sudah ber-akting menjadi Hana yang love at first sight sama Pasha, jadi di sini ia harus menunjukkan seperti apa umumnya seorang gadis ketika terbuai bunga-bunga cinta, "Ya bukannya apa si kak, Hana merasa gak nyaman aja gitu kalau tunangannya kelamaan. Mending langsung nikah, biar lebih enak aja gitu nanti jalin hubungannya sama pak Pasha, kan udah halal""Han, kok kamu ngebet banget si nikah sama dia, Jangan bilang kamu benar-benar love at first sight sama si toxic itu?" Keira yakin kalau malam hari itu Hana berbohong mengucapkan kalimat dramatis itu, tapi ini kenapa..."Ya memang benar kan" Hana b
Hana pikir, setelah kesepakatan itu berhasil ia akan merasa tenang. Tapi tidak taunya sepulang ke rumah, Hana terus terpikirkan mengenai pembicaraannya dengan Pasha semalaman. Itu tidak lain adalah mengenai ketertarikan Pasha terhadap dirinya, "Aku masih belum mengerti. Barang antik?" Hana berdiri tepat di depan jendela dengan tirai yang belum di tarik padahal hari sudah larut, "Dia melihat ku seperti barang antik?" Pandangan Hana jatuh pada bulan sabit yang sinarnya separuh redup di balik awan, "Apa itu berarti dia tidak memiliki ketertarikan secara emosional terhadap ku?" Hana mengerutkan keningnya berpikir keras, "Soal itu sudah pasti. Tapi fisik?" Kata-kata Pasha tadi siang kembali terlintas di mindanya, yang menyatakan dengan jelas bahwa Pasha sama sekali tidak tertarik untuk berhubungan biologis dengan Hana setelah menikah nanti. "Kalau begitu maknanya dia juga tidak tertarik padaku juga secara fisik" Fakta itu cukup mengejutkan. "Tidak-tidak.." Hana berjalan menggelengkan k
Bangun pagi, Hana menjalani aktivitasnya seperti biasa. Berpakaian rapi dan bersiap-siap ke kampus karena hari ini Hana ada jadwal kelas pagi. Menyematkan tas samping ke pundak kirinya, Hana berjalan menuruni anak tangga. Melangkah ke dalam ruang makan yang sepi, Hana terkejut melihat sudah ada dua orang yang duduk di meja makan."Loh papa, belum berangkat?" Itu pemandangan langka melihat papanya yang super duper cepat dan sibuk masih menyempatkan sarapan di rumah."Duduk Han, papa mau ngomongin sesuatu tuh" Keira meletakkan roti tawar yang baru saja diolesi selai strawberry di atas piring untuk Hana. Lalu separuh bangun menuangkan susu vanilla hangat ke gelas yang masih kosong."Oh" Hana menarik kursi dan duduk. Sepertinya ia tau papanya itu akan membicarakan apa sampai-sampai menyempatkan waktu untuk sarapan di rumah."Papa denger dari pak Shahbaz, kalian berdua sepakat untuk mempercepat pernikahan?"Hana meletakkan segelas susu vanilla hangat yang baru saja di minumnya di atas meja
"Tiga puluh menit, apa menurut anda cukup?" Tidak peduli didepannya itu adalah bakal mertuanya, kebiasaan Pasha yang cukup ketat soal waktu memang tidak bisa dinegosiasikan. Pasha mengeluarkan jam pasir dari saku jasnya dan meletakkannya di atas meja bundar cafe perusahaan.Arya mengangkat cangkir kopi, matanya tersenyum menatap jam pasir kecil yang ada di atas meja, "Kamu tidak punya arloji ya? Tapi kebiasaan mu yang satu ini unik juga"Bibir Pasha berkedut kecil, tidak mengira pria paruh baya didepannya itu cukup bisa berbasa-basi, "Ya, saya terbiasa membawa benda kecil ini di setiap aktivitas saya. Anda tidak terganggu soal ini kan?"Arya menyeruput seteguk kopi kedalam mulut, rasa pahit yang pekat pun melesat jauh ke kerongkongan, "Kopi hitam disini rasanya cukup lumayan, hanya terlalu pekat" Arya meletakkan cangkir ke atas meja, matanya melirik Pasha itu tersenyum dingin mengekspresikan ketidakpuasan.Biarpun Arya tidak menjawab dengan lugas pertanyaan Pasha, tapi sinyal itu suda
Hana berdiri tepat di standing mirror, memperhatikan lekuk tubuhnya yang terbungkus anggun dalam gaun putih pengantin yang Pasha desain sendiri untuknya. Gaun itu sangat sederhana, tak ada pernak-pernik apapun yang membuatnya terlihat mewah. Itu lurus saja hingga mengecil di pinggang Hana yang ramping dan jatuh memukau kebawah bak bunga melati mekar yang menawan.Halusnya kain yang berbahan dasar sutra platinum itu membuat kulit Hana begitu nyaman melekat dengannya. Orang-orang barangkali menganggap gaun pengantin itu terlalu biasa untuk seorang putri konglomerat, tapi menyadari bahan kain yang digunakannya, siapapun tidak akan ada yang berani meremehkan."Kamu cantik banget Han" Chaca yang baru saja selesai merias wajah Hana, berdiri di samping cermin menatap kagum pada penampilan Hana yang begitu memukau dalam gaun pengantin."Walaupun desain gaunnya cukup sederhana, tapi cukup menawan di tubuh kamu Han" Miftah menatap tak berkedip menyusuri Hana dari atas hingga bawah."Alhamdulill
Hanya sekali tarikan nafas, Pasha berhasil menyelesaikan ijab qobul tanpa harus mengulanginya. Arya mengakuinya dalam hati keberanian Pasha saat menjabat tangannya dan menuntaskan pelafalan sakral itu tanpa sedikitpun gugup itu benar-benar mengagumkan. Teriakan sah para hadirin pun memenuhi tempat acara. Saat itu terjadi Hana hanya termangu diam. Membiarkan angin berhembus membuatnya tenggelam dalam dunia lain."Hana""Hana""Hanaa""Ya?" Hana tersadar dan melihat Miftah, Chaca dan Keira sudah berdiri didepan menyadarkannya dari lamunan."Ayo bangun!" Keira menyuruh Hana berdiri."Memangnya mau kemana?" Hana memasang tampang bingung."Ya ke calon suamimu lah Han, emang kemana lagi?" Seru kedua sahabatnya, terkekeh melihat kelakuan Hana."Oh" Hana pun berdiri dengan pikiran kosong. Sampai ketika Keira membawanya duduk tepat di samping Pasha, refleks Hana menjauh."Kak ini—""Kenapa?" Tidak hanya Keira yang kebingungan, begitupun dengan para hadirin yang ter-ikut bingung dengan sikap H
Miftah dan Chaca pun izin pamit pulang. Setelah acara selesai, Hana kembali ke kediamannya bersama Pasha dan di sana sudah ada pria tua yang duduk di kursi roda, tersenyum kecut melihat kehadirannya. Itu tak lain adalah pria tua yang Hana sangat segan dengannya. Seseorang yang paling menentang keras cita-cita Hana untuk menjadi seorang sastrawan timur tengah."Akhirnya aku melihat mu berguna juga" Hana pergi menyalami kakeknya, senyumnya terus mati mendengar rentetan kalimat itu keluar dari mulut itu."Ayah, apa yang ayah katakan?" Arya berseru tak senang pada bapak mertuanya itu yang tak lain adalah ayah dari almarhumah istrinya. Arya tau sejak dulu orang tua itu tidak senang karena Hana tidak mengambil peran pebisnis seperti cucu-cucunya yang lain yang dengan mahirnya mengembangkan bisnis keluarga."Aku hanya mengatakan akhirnya anak ini berguna" Hartono menatap tajam Arya. Ia sangat tidak puas karena Arya selalu memanjakan Hana dan menuruti semua kemauan Hana. Padahal keluarga mere
Setelah shalat insya, Hana merasa gugup di kamar menanti kepulangan Pasha. Hana telah berganti pakaian menjadi piyama Minnie mouse bewarna merah muda, membuatnya terlihat sedikit kanak-kanakan. Berdiri didepan cermin, Hana merasa ragu apakah perlu menanggalkan jilbabnya atau tidak."Buka gak ya?" Hana memegang tepi kerudung putihnya."Tapi aku gak nyaman banget kalo buka" Mungkin karena itu adalah kali pertama Hana akan mengungkapkan mahkota nya pada seorang pria."Kalo gak buka, gak mungkin juga kan? Pak Pasha kan suami aku" Hana merasa situasi itu cukup membuatnya frustasi. Keadaan yang cukup baru ini, bagaimana mungkin ia dapat langsung beradaptasi?"Ya udah pakek aja deh" Putus Hana sambil menghela nafas yakin, "Toh nanti Pak Pasha pasti paham kan?"Hana beranjak duduk ke tepi ranjang. Tiba-tiba perutnya berbunyi, apalagi jika bukan karena lapar, "Duh, laper banget lagi" Tadi siang selesai acara, Hana hanya makan sedikit.Malam ini Hana belum mengkonsumsi apapun untuk perutnya.Pe