"Bersyukur, Bu! Masih mending mereka mau datang dan tidak membatalkannya." Mega tidak senang mendengar ucapan suaminya."Tentu saja mereka mau datang, karena Ibu sudah mengancam," sahut Mega dengan wajah yang seolah merasa menang."Mengancam?" Pak Dedi mengernyitkan dahi."Iya, kemarin Ibu dan Jihan datang ke rumah orang tua Damar. Ibu bilang, kalau diundur, lebih baik tidak usah menikah dengan Jihan." Mega berkata dengan bangga.Pak Dedi hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan istrinya."Ibu kok memalukan sih? Sampai nyamperin kesana, ngotot supaya acaranya tetap berjalan. Kok kayak nggak punya harga diri. Malu lho Bu, anak kita kan perempuan.""Harus, Yah! Kalau nggak kayak gitu, Damar nanti lepas dari Jihan. Sayang dong! Agresif nggak apa-apa.""Ckckck," decak Pak Dedi."Lihat, Yah, makanan yang mereka bawa ini harganya pasti mahal-mahal. Soalnya terlihat memesan dari toko kue yang terkenal itu." Wajah Mega tampak berbinar melihat bingkisan dari keluarga Damar. Kemudian melanjut
Tiba-tiba Damar menjadi sangat bimbang akan perasaannya pada Jihan. Ia memang tertarik pada Jihan karena Jihan yang sangat enerjik dan manja. Tapi seketika ia menjadi ragu untuk menikah dengan Jihan. Kata-kata Mama Laras melintas dipikiran Damar. Ia mulai membenarkan satu-persatu ucapan mamanya itu.Selama ini saja ia selalu kesulitan mengimbangi Jihan yang masih mudah dan tidak dewasa dalam berpikir dan bertindak. Suka sembrono dan merajuk. Bagaimana kalau mereka menikah nanti?Damar sangat gelisah memikirkan perasaan dan hatinya. Ia berusaha memejamkan mata, tapi tetap saja tidak bisa terlelap. Ia pun mencari ponselnya, dari tadi ia tidak sempat memegang ponsel itu. Ada beberapa pesan yang masuk ketika Damar membuka ponsel. Pesan dari Jihan dan Danish. Jihan mengirim foto-foto acara lamaran tadi. Damar tampak tidak tertarik untuk melihat foto-foto itu.Danish juga mengirim beberapa foto, tapi bukan foto acara tadi. Melainkan foto-foto Arka dengan berbagai pose. Seketika Damar tersen
"Ada apa, Pak? Kok sepertinya serius sekali." Bu Paramita juga heran mendengar kata-kata suaminya."Memang sangat serius." Lagi-lagi Pak Baskoro menarik nafas panjang. Kemudian menatap anak dan istrinya secara bergantian."Kenapa, Pak? Kok Viona jadi takut ya?" sahut Viona."Masalah apa, Pak?" tanya Bu Paramita."Viona." Jawaban singkat Pak Baskoro semakin membuat Viona dan ibunya menjadi bertanya-tanya."Aku melakukan kesalahan apa, Pak?" Dari nada suara Viona terdengar rasa yang sangat khawatir."Ada laki-laki yang mau melamarmu." Pak Baskoro berkata dengan suara bergetar, kemudian menarik nafas panjang.Ucapan Pak Baskoro membuat Viona dan ibunya sangat kaget."Pak, untuk saat ini aku belum berpikiran untuk menikah lagi. Entah kalau beberapa tahun lagi. Aku mau fokus dengan Arka." Viona berkata dengan mata berkaca-kaca. Ia takut jika bapaknya memaksa untuk menerima lamaran laki-laki itu. Ia masih trauma dengan yang namanya perkawinan."Viona kan belum lama bercerai, masih dalam mas
Ceklek! Pintu kamar Damar terbuka. Semua mata menuju ke arah pintu untuk melihat siapa yang membuka pintu.Tampak Jihan dengan senyumnya masuk ke ruangan itu. Menyalami satu persatu orang yang menemani Damar. Mama Laras tampak terdiam ketika Jihan mengulurkan tangan. Pak Yuda menyenggol tangan istrinya, mau tidak mau Mama Laras menyambut uluran tangan Jihan."Maaf Mas, tadi aku tidak menunggu waktu dioperasi. Aku menemani Ibu pergi ke suatu tempat." Jihan mendekati Damar menjelaskan padanya, Damar hanya tersenyum dengan ponsel masih ditangan kirinya.Sekilas Jihan melihat layar ponsel Damar, tampak sebuah foto balita laki-laki. Tak lama kemudian layar ponsel itu mati. Mama Laras melirik ke arah Jihan dengan, ia tampak mengamati penampilan Jihan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jihan yang masih berjiwa muda dengan pakaian yang menurut Mama Laras tidak enak dipandang mata."Iya, nggak apa-apa. Terima kasih sudah sempat menunggu tadi," jawab Damar. "Mas mau makan? Aku suapin ya?""
"Ada tamu, Mbak," kata Rekha."Tolong bukakan pintunya." Viona meminta tolong Rekha untuk membuka pintu. Rekha berjalan menuju ke pintu depan dan membuka pintu untuk melihat siapa tamunya. Seketika mata Rekha terbelalak lebar melihat siapa yang datang."Ada Mbak Viona?" tanya tamu itu."Oh, ada Bu. Silahkan masuk, saya panggilkan Mbak Viona." Rekha mempersilahkan masuk. "Terima kasih." Perempuan itu pun masuk dan duduk di kursi yang ada. Rekha segera masuk ke dalam untuk memberitahu Viona."Siapa tamunya, Rekha?" tanya Viona, ketika melihat Rekha masuk ke ruang keluarga."Kamu kok kayaknya gugup gitu." Yunita menimpali ucapan Viona."Ada Bu Fira." Rekha berkata dengan pelan, supaya tidak terdengar oleh Fira.Yunita, Bu Paramita dan Viona terkejut mendengar ucapan Rekha."Yang bener? Mencari siapa?" tanya Viona."Nyari Mbak Viona.""Ngapain nyari aku?" Viona tampak gelagapan. Rekha menggelengkan kepala karena memang ia tidak tahu tujuan Fira mencari Viona."Benar-benar panjang umur d
"Kamu itu jadi perempuan jangan terlalu dibutakan oleh cinta. Sudah berapa kali Satria ketahuan berselingkuh? Suamimu itu tidak bisa melihat perempuan muda yang lebih bening dari kamu, langsung saja dia mencoba merayunya." Yunita menceramahi Fira. Mereka berdua memang sering bersama, walaupun tidak terlalu akrab. Yang akrab adalah suami mereka. Fira terdiam, kemudian mulai menangis."Aku memang sangat mencintai dia, apapun kesalahannya selalu aku maafkan. Kemarin ia meminta izin kepadaku untuk melamar Viona. Tentu saja aku tidak menyetujuinya. Ia marah-marah, sepertinya ia tetap nekat mau melamar Viona." Fira berkata sambil menangis tersedu-sedu."Terus kenapa kata-katamu seolah menyalahkan Viona? Sampai-sampai kamu mengejek status Viona. Bukan Viona yang merayu Satria, tapi memang seperti itu wataknya Satria," jawab Yunita."Aku mohon, jangan terima lamaran Satria. Aku sedang hamil." Fira memohon pada Viona. Wajah yang tadi seperti garang di depan Viona, sekarang tertunduk lesu.Vio
"Marcia," gumam Damar. Ia melihat jelas wajah perempuan yang pernah mengisi hatinya. Perempuan itu juga yang akhirnya membuat Viona pergi dari rumah.Danish yang mendengar gumaman Damar segera melihat ke arah pintu lift. Benar ada Marcia bersama.laki-laki yang ia lihat tadi.Dua orang yang berada di luar lift juga tampak kaget melihat Damar. Memang benar yang dilihat oleh Damar, perempuan itu bernama Marcia yang sedang berdiri bersama Alvin, suaminya. Alvin langsung menggenggam tangan Marcia, kemudian memencet tombol di pintu lift. Pintu lift pun tertutup lagi, Marcia dan Alvin tidak jadi masuk ke dalam lift. Lift pun melaju turun sampai lantai dasar."Mas, ayo keluar," kata Danish memanggil Damar yang tampak melamun."Mas!" panggil Danish lagi."Eh, iya." Damar melihat ke arah Danish, kemudian mengikuti langkah kaki Damar.Damar berjalan seperti mengambang saja, pikirannya melayang teringat pertemuan dengan Marcia tadi. Danish jadi kesal sendiri melihat Damar melamun terus."Masuk M
"Gawat, Mbak," gumam Rekha. Viona pun menghentikan langkah kakinya."Gawat kenapa?" Viona tidak paham dengan ucapan Rekha. "Tuh, lihat!" Rekha memonyongkan mulutnya, memberi kode pada Viona untuk melihat ke arah yang dimaksud.Viona pun menoleh, seketika jantungnya berdetak dengan kencang. Ia menjadi deg-degan melihat siapa yang datang."Pasti terjadi keributan, ngapain juga Pak Satria tadi kesini," kata Viona dalam hati."Ternyata janjian disini ya? Enak nggak dibelanjain sama suami orang? Pantesan hidupmu sangat mapan, ternyata dibiayai suaminya orang," kata Fira dengan nada mengejek. Fira sudah berada di depan Viona. Ia datang bersama seorang perempuan seumuran dengannya. Wajah Fira tampak emosi, ia menatap Viona tak berkedip."Cuekin saja, Mbak," bisik Rekha sambil menarik tangan Viona. Viona hanya menurut saja."Heh, Viona! Aku sedang berbicara padamu," teriak Fira, membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.Viona dan Rekha tetap saja berjalan."Lihatlah ini, janda pelakor