"Kamu itu jadi perempuan jangan terlalu dibutakan oleh cinta. Sudah berapa kali Satria ketahuan berselingkuh? Suamimu itu tidak bisa melihat perempuan muda yang lebih bening dari kamu, langsung saja dia mencoba merayunya." Yunita menceramahi Fira. Mereka berdua memang sering bersama, walaupun tidak terlalu akrab. Yang akrab adalah suami mereka. Fira terdiam, kemudian mulai menangis."Aku memang sangat mencintai dia, apapun kesalahannya selalu aku maafkan. Kemarin ia meminta izin kepadaku untuk melamar Viona. Tentu saja aku tidak menyetujuinya. Ia marah-marah, sepertinya ia tetap nekat mau melamar Viona." Fira berkata sambil menangis tersedu-sedu."Terus kenapa kata-katamu seolah menyalahkan Viona? Sampai-sampai kamu mengejek status Viona. Bukan Viona yang merayu Satria, tapi memang seperti itu wataknya Satria," jawab Yunita."Aku mohon, jangan terima lamaran Satria. Aku sedang hamil." Fira memohon pada Viona. Wajah yang tadi seperti garang di depan Viona, sekarang tertunduk lesu.Vio
"Marcia," gumam Damar. Ia melihat jelas wajah perempuan yang pernah mengisi hatinya. Perempuan itu juga yang akhirnya membuat Viona pergi dari rumah.Danish yang mendengar gumaman Damar segera melihat ke arah pintu lift. Benar ada Marcia bersama.laki-laki yang ia lihat tadi.Dua orang yang berada di luar lift juga tampak kaget melihat Damar. Memang benar yang dilihat oleh Damar, perempuan itu bernama Marcia yang sedang berdiri bersama Alvin, suaminya. Alvin langsung menggenggam tangan Marcia, kemudian memencet tombol di pintu lift. Pintu lift pun tertutup lagi, Marcia dan Alvin tidak jadi masuk ke dalam lift. Lift pun melaju turun sampai lantai dasar."Mas, ayo keluar," kata Danish memanggil Damar yang tampak melamun."Mas!" panggil Danish lagi."Eh, iya." Damar melihat ke arah Danish, kemudian mengikuti langkah kaki Damar.Damar berjalan seperti mengambang saja, pikirannya melayang teringat pertemuan dengan Marcia tadi. Danish jadi kesal sendiri melihat Damar melamun terus."Masuk M
"Gawat, Mbak," gumam Rekha. Viona pun menghentikan langkah kakinya."Gawat kenapa?" Viona tidak paham dengan ucapan Rekha. "Tuh, lihat!" Rekha memonyongkan mulutnya, memberi kode pada Viona untuk melihat ke arah yang dimaksud.Viona pun menoleh, seketika jantungnya berdetak dengan kencang. Ia menjadi deg-degan melihat siapa yang datang."Pasti terjadi keributan, ngapain juga Pak Satria tadi kesini," kata Viona dalam hati."Ternyata janjian disini ya? Enak nggak dibelanjain sama suami orang? Pantesan hidupmu sangat mapan, ternyata dibiayai suaminya orang," kata Fira dengan nada mengejek. Fira sudah berada di depan Viona. Ia datang bersama seorang perempuan seumuran dengannya. Wajah Fira tampak emosi, ia menatap Viona tak berkedip."Cuekin saja, Mbak," bisik Rekha sambil menarik tangan Viona. Viona hanya menurut saja."Heh, Viona! Aku sedang berbicara padamu," teriak Fira, membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.Viona dan Rekha tetap saja berjalan."Lihatlah ini, janda pelakor
"Mas, sudah sehat?" tanya Jihan ketika melihat Damar masuk ke ruang tamu. Jihan pun mendekati Damar."Alhamdulillah, mulai membaik." Damar duduk berhadapan dengan Jihan."Syukurlah, ini aku bawakan makanan." Jihan menyerahkan kantong plastik berisi makanan. "Makanan kesukaan Mas," lanjut Jihan dengan wajah yang sumringah."Terima kasih," jawab Damar yang hanya melirik sekilas pada kantong plastik itu.Jihan kecewa dengan respon Damar yang biasa saja, padahal harapannya Damar akan bahagia menerima pemberiannya."Itu martabak telur, lho. Mas nggak mau makan?" Jihan berkata lagi."Nanti saja!""Dasar laki-laki nggak peka," kata Jihan dalam hati, ia sangat kesal. Ia pun menarik nafas panjang untuk menghilangkan kekesalannya."Mas, kapan mau ke rumah? Kalau memang sudah sehat, main ke rumah ya?" "Memangnya kenapa?" Damar mengernyitkan dahi."Ya nggak apa-apa, silaturahmi saja. Ayah dan Ibu nanyain Mas.""Orang tuamu saja tidak menjengukku di rumah sakit." Damar hanya bisa berkata dalam h
Drtt…drtt, terdengar suara ponsel berdering, semua langsung terdiam. "Ponselmu yang berdering itu, Mas," kata Yunita.Rusman segera membuka ponselnya, terlihat sebuah nama yang terpampang di layar ponsel itu."Halo!" sapa Rusman, ketika menerima panggilan itu."Kamu ada di rumah, nggak?" tanya seseorang yang menelpon Rusman."Enggak, aku sedang pergi. Ada apa?""Ada yang perlu aku bicarakan.""Apakah penting?" tanya Rusman."Sangat penting!""Masalah apa?" Rusman tampak penasaran."Kamu pasti tahu dari Rekha.""Oh, masalah itu? Nanti kalau aku sudah pulang, ya?""Oke!"Akhirnya percakapan itu pun selesai. Rusman menarik nafas panjang."Siapa, Mas?" tanya Yunita dengan penasaran."Satria." Rusman menjawab dengan singkat, padat dan jelas.Jantung Viona berdetak dengan kencang mendengar nama Satria disebut."Pasti akan membicarakan kejadian tadi," sahut Yunita."Iya!" jawab Rusman."Ini kesempatan kamu untuk menasehati Satria. Beri dia saran supaya tidak mengganggu Viona." Pak Baskoro i
"Itu juga yang dulu kamu katakan padaku ketika mendekati Fira," kata Rusman."Betul! Kamu lihat sekarang, Fira takut kehilangan diriku. Ia rela dimadu asal tidak aku ceraikan." Satria tersenyum."Tapi aku tetap tidak setuju!""Aku tidak meminta persetujuan mu, aku hanya ingin membicarakannya padamu. Karena Viona itu keponakanmu. Setidaknya kamu nanti nggak kaget kalau aku melamar Viona."Rusman menjadi pusing sendiri, mendengar semua kata-kata Satria. Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia merasa tidak enak dengan Pak Baskoro, kakak angkatnya. Pak Baskoro yang sudah sangat berjasa dalam hidupnya sedang membutuhkan pertolongan. Tapi malah Rusman tidak bisa menolongnya."Kamu kok malah melamun? Apa kamu memikirkan cara supaya Viona menolak lamaranku? Kalau iya, berarti kelakuanmu sangat kotor.""Kotor? Bukankah kelakuanmu yang kotor? Merebut istri orang, eh sekarang malah mau berpoligami.""Aku nggak merebut istri orang ya? Fira sendiri yang tergila-gila padaku.""Tentu saja,
"Marcia," gumam Damar. Ia terpaku melihat Marcia ada di depan matanya. "Eh, Damar! Aku duluan ya," sahut Marcia. Ia segera meninggalkan kasir itu, sepertinya ia tampak buru-buru. Damar memandangi kepergian Marcia, ternyata di kejauhan ada Alvin yang sudah menunggunya. Alvin juga melihat ke arah Damar, ia tampak tersenyum sinis kepada Damar."Silahkan, Pak," kata seorang kasir yang sudah menunggu Damar melakukan pembayaran."Mas," kata Jihan sambil menyenggol tangan Damar, membuat Damar sangat kaget."Eh, iya!" Damar pun segera mengeluarkan dompet untuk mengambil uang dan melakukan pembayaran.Jihan yang dari tadi mengamati Damar, tampak sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi."Mas, siapa perempuan hamil tadi?" tanya Jihan ketika mereka sedang berada di dalam mobil."Perempuan hamil?" Damar mengernyitkan dahi."Iya, perempuan yang di depan Mas waktu di kasir tadi.""Memangnya dia hamil ya?" tanya Damar."Iya, lah! Perutnya kelihatan membesar." Jihan jadi kesal sendiri me
"Saya yakin kalau Pak Satria itu mampu secara finansial. Tapi ini masalah hati," sahut Viona."Masalah hati? Apa masalahnya? Apa Dek Viona tidak mencintai saya?" tanya Satria."Kalau masalah cinta, saya yakin, dengan berjalannya waktu, pasti Dek Viona akan mencintai saya," lanjut Satria dengan tersenyum."Huh! Ini orang kok nggak bisa menerima penolakan, sih! Lama-lama bikin aku muak!" dengus Viona dalam hati.Satria memandang Viona dengan penuh cinta. Ketika tanpa sengaja pandangan kata Viona dan Satria bertemu, Viona merasa malu. Sedangkan Satria tampak tersenyum bahagia."Kamu belum tahu bagaimana pesonaku, Viona. Aku yakin kalau kamu akan bertekuk lutut padaku. Kamu itu masih malu-malu tapi mau," kata Satria dalam hati. Ia merasa sudah diatas awan, hanya tinggal menunggu waktu saja.Fira memandang ke arah Satria, ia tampak kesal melihat Satria tersenyum manis pada Viona. Senyum itu yang dulu membuatnya tega meninggalkan suami dan anak. Tapi senyum itu sekarang sangat menyakitkan.