Bahagia, itu yang dirasakan oleh Davianna saat ini, bisa bersama dan begitu dekat dengan Fajri. Hanya berdua, tanpa ada Aletha dan keluarga lainnya di antara mereka.Perjalanan menuju apartemen Davianna diisi dengan keheningan. Di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang, diselimuti oleh keheningan. Fajri hanya berkonsentrasi pada kemudi dan jalanan di depannya. Sementara itu Davianna sesekali mencuri pandang ke arah ayah satu anak yang duduk di sampingnya itu. Kekaguman semakin mendalam kala melihat Fajri yang selalu tampak begitu tangguh, meski jelas terlihat adanya gurat lelah karena beban berat yang dipikulnya.Sebenarnya Davianna ingin memulai pembicaraan untuk menghidupkan suasana, entah karena terlalu bahagia atau mungkin masih meraba yang ada di dalam benak Fajri saat ini membuat Davianna hanya bisa diam. Senyum tipis tak lepas dari bibirnya, membayangkan betapa indahnya jika momen seperti ini bisa terjadi setiap hari.Setibanya di apartemen Davianna, Fajri memarkir mob
Tampaknya sudah tidak ada lagi penghalang bagi Queen untuk melanjutkan rencananya. Ageng yang sampai saat ini sama sekali tidak memberi kabar kepadanya semakin menambah keyakinan Queen atas keputusan yang dia ambil.“Untuk bukti-bukti KDRT yang dilakukan oleh Ageng, kita bisa meminta bantuan kepada Om Surya,” ucap Ari Nugraha sambil menyerahkan berkas kepada Queen untuk baca dan dikoreksi sebelum diajukan ke pengadilan agama. “Dia juga memiliki uang dan kekuatan yang sepadan dengan keluarga Wardana. Om Surya bisa memaksa pihak rumah sakit untuk menunjukkan rekam medis hasil pemeriksaan dirimu selama di rawat di rumah sakit.”“Sebenarnya aku tidak ingin melibatkan Om Surya dalam masalah ini.”Queen tidak ingin masalah perceraiannya dengan Ageng akan menjalar kemana-mana. Dia tahu ada persaingan bisnis antara kedua keluarga tersebut.Ari menarik napas dalam-dalam, mencoba memberikan penjelasan yang lebih menenangkan. “Queen, aku mengerti perasaanmu. Tapi kita harus realistis.”Dari perc
Ageng mengangkat lengan kirinya untuk melihat jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. Tampaknya belum terlalu malam untuk menikmati kopi berdua, Ageng berharap mereka bisa sedikit bertukar cerita sebelum akhirnya mengatakan maksud yang sesungguhnya.Ageng dan Davianna menuju ke sebuah kedai kopi yang berada di dekat apartemen Davianna. Suasana canggung yang tercipta membuat Davianna bisa merasakan ada yang berubah dengan Ageng. Tampaknya satu tahun tidak bertemu membuah mereka seperti dua orang yang baru pertama kali bertemu.Davianna mencoba mencairkan suasana dengan membelitkan tangannya ke lengan kekar Ageng, sesuatu yang dahulu sering dia lakukan saat berjalan bersama dengan Ageng. Meskipun tidak menolak, tetapi Ageng tetap bersikap dingin, tidak seperti dahulu yang akan langsung melabuhkan kecupan setiap kali Davianna bersikap manja di hadapannya.Mereka berjalan dalam diam, hanya suara langkah kaki yang terdengar di trotoar yang basah oleh hujan sebelumnya. Ses
“Papa baru saja mendapat informasi jika ada pihak yang menekan pihak rumah sakit untuk memberikan rekam medis Queen selama menjalani perawatan di rumah sakit.” Terdengar suara hembusan napas yang kasar, seolah Arya Suta sedang mengeluarkan beban masalah yang sedang dia hadapi saat ini.“Kau tahu, papa sudah banyak membayar pihak rumah sakit untuk merahasiakan semua ini, tetapi tampaknya ada pihak yang ingin membongkar masalah ini ke public,” sambung Arya Suta yang terdengar sedang penuh beban.“Maaf,” ucap Ageng terdengar sendu. CEO muda itu menyugar rambutnya dengan kasar hingga rambutnya yang sebelumnya sudah tersisir rapi kembali berantakan. “Semu aini salahku,” sambung Ageng dengan lesu dan penuh rasa bersalah.Seandainya malam itu dia bisa mengedalikan diri dan tidak terbawa emosi saat mendengar pengakuan Queen yang menggunakan IUD selama pernikahan mereka, tentu masalah besar ini tidak akan timbul, dan dia pun masih bisa hidup bahagia bersama dengan Queen. Selain itu mungkin dia
Ageng melangkah cepat keluar dari apartemen mewah milik keluarganya, mengabaikan hiruk-pikuk kota yang terhampar di bawahnya. Sebagai seorang CEO muda dan calon penerus perusahaan keluarga yang ternama, Ageng selalu tampak tenang dan percaya diri. Namun, kali ini hatinya berdebar kencang, seolah berpacu dengan waktu. Ageng harus segera menemui Davianna, untuk mengakhiri kisah cinta mereka yang seharusnya sudah dia lakukan sejak mengucapkan kalimat akad nikah dengan menyebut nama Queen.Sebagai model ternama yang sedang menempuh pendidikan S2 di London, Davianna adalah pesona yang sulit ia hindari saat itu. Ageng begitu mencintai dan tergila-gila dengan pesona Davianna, tetapi setelah menjalani hubungan jarak jauh dan komunikasi yang tidak berjalan lancar, membuat Ageng lambat laun menemukan pesona dari Queen dan membuatnya jatuh cinta kepada istrinya tersebut.Langkahnya yang tergesa-gesa membawa Ageng ke sebuah kafe yang sangat eksklusif, untuk membicarakan hal yang sangat penting Ag
Tidak ada kebohongan dari kalimat yang terlontar dari mulut Ageng. Sebagai seorang pria yang dewasa yang sudah menikah tentu adalah hal yang sangat wajar jika dia mau dalam artian ingin segera memiliki anak. Ageng berharap Davianna memaknainya berbeda dan bisa memahami keputusan yang sudah dia ambil.“Kau bercinta dengannya?” tanya Davianna dengan lelehan air mata yang sedari tadi tidak ingin berhenti.Meskipun selama ini cintanya hanya untuk Fajri, tetapi apa yang dilakukan Ageng kepada dirinya membuat harga dirinya terasa terinjak-injak. Tentu kecantikan dan kelabihan lain yang dia miliki tidak bisa dibandingkan dengan Queen yang bukan siapa-siapa.Sementara itu, Ageng justru tersenyum menyeringai menanggapi pertanyaan konyol yang terlontar dari bibir Davianna. Sebuah pertanyaan yang tidak seharusnya dilontarkan kepada pasangan suami istri yang sah.“Tentu, setiap ada waktu senggang kami akan bercinta.” Membicarakan masalah ranjang membuat Ageng teringat pergumulan panasnya dengan Q
Perasaan marah dan kecewa menguasai pikiran Davianna. Model cantik itu seperti sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Tanpa berpikir panjang dan melupakan segala reputasi baik serta citra cantik dan berpendidikan yang selama ini ia jaga, Davianna langsung menghubungi Queen yang berada di Indonesia. Ia merasa harus membuat perhitungan dengan istri Ageng tersebut.Dengan napas yang memburu karena amarah yang sudah menguasai dirinya, Davianna menekan nomor kontak Queen yang ada di ponselnya. Dari ekspresi wajahnya terlihat sangat tidak sabar panggilannya akan segera diangkat oleh Queen.Setelah mencoba beberapa kali, panggilan Davianna tidak mendapat jawaban. Tetapi Davianna tidak menyerah begitu saja. Model cantik mantan kekasih Ageng itu terus menghujani nomor kontak Queen dengan panggilan. Tidak sia-sia Davianna terus mencoba, karena pada akhirnya Queen menerima panggilannya."Halo!" Suara lembut Queen terdengar dari seberang."Queen!" panggil Davianna terdengar dingin dan tajam
Queen masih bergeming di posisinya, tak bergerak seakan tubuhnya tertambat oleh beban perasaan yang berat. Dia tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Meskipun tak melihat langsung ekspresi wajah Davianna, suara tangis dan amarah yang terlontar dari gadis yang pernah menjadi kekasih Ageng itu cukup menjadi bukti nyata bahwa Ageng lebih memilih dirinya sebagai pendamping hidup.Tersanjung, itulah yang dirasakan oleh Queen saat ini. Dirinya yang hanya perempuan biasa, tanpa prestasi gemilang dan kelebihan yang mencolok, mampu membuat seorang model cantik dan cerdas seperti Davianna harus merasakan pahitnya patah hati.Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, saat rasa sesal mulai menyusup ke dalam hati Queen, perasaan yang semula hangat dengan rasa bangga kini seolah diselimuti oleh kabut dingin.Tanpa Queen sadari, air mata mulai menetes saat menyadari jika pada saat sang suami sedang berjuang untuk memenuhi permintaan darinya, justru dia hanya memikirkan perasaannya sendiri dan