Share

Pria yang Menikahiku Ternyata ...
Pria yang Menikahiku Ternyata ...
Penulis: Iftiati Maisyaroh

Bab 1 Apa Dia Bukan Manusia?

"Jangan! Jangan Kak, ini dosa! Kakak, jangaaan!" teriak gadis yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu meronta di bawah kendali beberapa pemuda.

"Tidaaaak!" Napas Yumna terengah-engah bangun dari tidurnya memeluk lutut dengan berlinangan air mata.

Sudah lebih dari dua puluh tahun mimpi buruk itu terus saja menghantui malam-malamnya. Dua tangan berbalut kaos rajut putih itu meremas rambutnya kuat-kuat. Berharap semua kenangan itu tercabut bersama rontoknya surai di kepala. Sekeras dan sebanyak apapun mahkota hitamnya tercabut dari akar, memori kelam tak kunjung hilang. Mahkota yang sesungguhnya telah terenggut tak 'kan bisa kembali utuh.

Sore itu dia harus pulang terlambat karena mempersiapkan kegiatan kelulusan angkatannya. Keluar dari gerbang sekolah dengan bersenandung riang sembari berlarian kecil menuju rumahnya.

"Cantik? Kok baru pulang? Mau Abang anterin?" Salah seorang dari lima pemuda berpakaian layaknya preman jalanan menghentikan keceriaan Yumna.

Gadis itu memutar arah dengan cepat dan mulai gemetaran. Wajah cemasnya tak bisa disembunyikan lagi. Langkahnya terhenti ketika seorang pemuda lain berdiri di hadapannya.

"Maaf! Biarkan saya pulang, Kak! Bapak pasti khawatir menunggu saya di rumah," ucapnya memohon dengan suara bergetar.

"Hai ... ini aku, Na! Tetangga depan rumah kamu! Yuk lah pulang sama aku! Nggak bakal digangguin mereka, kamu tenang aja!" kekeh pemuda itu merangkul bahu Yumna yang berangsur tenang setelah mendongak melihat wajah pemuda itu, Sony namanya.

"Kak Sony? Syukurlah ... Kakak nggak takut kalo mereka ngeroyok kita? Mereka kayak lagi mabok lho, Kak ...," tanya Yumna lagi memastikan.

"Iya ... mereka nggak bakal berani lawan aku! Ayo jalan! Nggak usah takut!" balasnya menggiring tubuh mungil gadis itu dengan mengalungkan lengan di bahu Yumna.

Keduanya berjalan melewati lima pemuda yang berbisik-bisik dan sesekali tampak terbahak memandangi Yumna yang dirangkul Sony.

Pemuda itu menoleh ke belakang dan mengedipkan mata pada sekumpulan pemuda tadi. Kelimanya berjalan sedikit sempoyongan di belakang Yumna dengan menjaga jarak sekitar 3 meter.

"Mereka ikutin kita, Kak!" kata Yumna kembali dilanda ketakutan.

"Tenaaang, nanti kita sembunyi di rumah tua di tikungan depan. Kamu kuat lari, 'kan? Hitungan ketiga, kita lari!"

Sony mulai menghitung mundur dan menurunkan lengannya dari pundak Yumna. Berganti menggandeng tangannya. Saat hitungan terakhir keduanya berlari beriringan menuju tempat yang telah disepakati untuk bersembunyi.

Rumah tak terpakai itu sudah rusak pintunya, banyak sarang laba-laba dan hewan lainnya yang menghuni. Pengap dan aroma jamur menyeruak memenuhi indera penciuman mana kala kedua muda mudi itu, terengah-engah masuk ke salah satu ruangan. Cahaya jingga di ufuk Barat mulai pudar, berganti kegelapan.

"Kak, mereka tahu kita di sini?" bisik Yumna meringkuk di salah satu pojok ruangan temaram berjamur.

"Ssstttt jangan katakan apapun!" balas pria berjaket kulit itu mulai kegerahan. Dia melepaskan pakaian tebalnya dan bersembunyi bersama di bawahnya.

"Kamu ... masih harum, Na ...," bisiknya mengendus ceruk leher Yumna yang begitu dekat.

"Ih! Kakak! Geli!" pekiknya menggeplak kepala Sony tak begitu keras.

Pemuda itu terkekeh dan berdiri, tangannya melepaskan gesper di pinggang. Matanya menatap Yumna yang juga menatapnya keheranan.

"Kakak mau apa?" tanya Yumna mulai curiga dan takut-takut.

Tak ada jawaban dari Sony yang memetik jarinya seolah berisyarat memanggil seseorang. Dia terkekeh lagi tanpa mengalihkan pandangan pada gadis kecil yang sudah menggigil di pojokan. Gerakan menanggalkan semua kain yang melekat di kulitnya pun semakin beringas.

Tawa terbahak-bahak kelima pemuda tadi sayup-sayup terdengar memasuki ruangan yang sama di rumah tua itu.

"Apa yang kamu lakukan, Yumna? Pak Almeer tidak menyukai kopi dengan gula!" bentak seorang pria paruh baya yang memakai kacamata pada seorang Office Girl perusahaannya.

Yumna tersentak, kembali sadar ke alam nyata dan hampir menumpahkan secangkir kopi di depannya.

"Ma-af Pak! Saya-" ucap perempuan berhijab itu sambil menunduk tajam.

"Cepat bawa ke ruangan saya! Tak perlu diganti!" sahut seorang bertubuh tinggi berdiri menjulang di ambang pintu pantry dapur khusus para petinggi perusahaan tempat Yumna bekerja.

Perempuan yang di dadanya terkalung kartu identitas bernama Yumna Qaissara itu mengangguk sopan sedikit membungkuk.

Pria yang tiba-tiba datang itu adalah Direktur Eksekutif tertinggi di Perusahaan tempatnya bekerja. Almeer Baldwin berusia 43 tahun, utusan Komisaris Besar induk Perusahaan yang ada di Inggris. Dia baru saja tiba seminggu lalu dari Negara The Black Country itu dan akan memimpin kantor real estate megah di Indonesia.

Yumna mengikuti sang CEO dengan membawa nampan dan secangkir kopi pesanan di atasnya. Entah mengapa dia sangat tidak nyaman berada di dekat petinggi itu. Sebelumnya dia tak pernah gugup atau cemas dalam segala pekerjaan. Baru kali ini ada getaran tak biasa dengan sosok yang baru dikenal.

"Letakkan di meja dan tunggu di sana! Ganti rugi gajimu 3 bulan jika kopi ini tak mampu membuatku tertarik!" ucap Almeer menunjuk ke pojok ruangannya dengan nada candaan diiringi kekehan.

Seketika kepala Yumna mendongak dan menatap tak percaya dengan apa yang dikatakan atasannya itu. Bagaimana mungkin secangkir kopi harus diganti dengan 3 bulan bekerja?

Tak masuk akal dan sungguh sangat kejam!

"Tapi Pak!" protesnya menggeleng, mencoba mengiba.

"Belum tentu aku tak suka 'kan? Kamu pikir aku akan sekejam itu?" kekeh pria berambut kecoklatan itu merasa lucu dengan ekspresi perempuan berhijab di depannya saat terkejut.

"Siapa namamu?" tanyanya lagi meraih gagang cangkir dan duduk dengan manis di kursi kebesarannya sambil menyilangkan kaki.

"Yumna Qaissara, dia sudah berumur, Sir! Sebaiknya cari yang lain! Sudah tak pantas lagi dengan Anda!" sahut pria berkacamata yang sedari tadi mengekor pada Tuannya, Fendy, asisten pribadi Almeer.

"Saya tidak bertanya padamu!" gertaknya melayangkan tatapan tajam.

Sang big boss meletakkan cangkirnya lagi ke meja dan beranjak mendekati Yumna yang gemetaran. Postur tubuh boss-nya itu menjulang tinggi apalagi tatapan menelisik seperti sedang menguliti dirinya.

Perempuan itu mundur selangkah saat satu tangan Almeer meraih name card yang menggantung di dada Yumna. Dia meneguk saliva yang terasa lekat dengan tubuh mulai gemetaran.

"Nama yang unik!" gumam sang CEO, "benarkah usiamu 40 tahun? Apa kamu menggunakan identitas ibumu?" lanjutnya dengan terus memindai wajah Yumna yang menunduk tajam.

Pria itu berbalik badan perlahan, tampak kaku dan seperti robot. Yumna mengerjapkan mata dan memperhatikan langkah atasannya yang kembali ke kursi. Cara duduknya pun tak seperti orang pada umumnya.

'Apa dia bukan manusia? Kaku sekali?' batin Yumna bertanya-tanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status