Share

Bab 3 Lamaran Spontan

"KELUAR!!!" geramnya berteriak di depan pintu kamar mandi.

Dua tangannya bertumpu pada dinding dan melakukan lompatan untuk menendang pintu kuat-kuat.

BRAK!

Penghalang ruangan berbentuk persegi itu tumbang. Menampakkan seorang pria bertubuh tambun sedang merapikan jas juga rambutnya. Seketika matanya terbelalak saat menyadari dari pantulan cermin siapa yang mendobrak pintu.

"Pa–Pak Almeer?!" Bastian berpikir itu adalah sepupunya yang biasa mengerjai saat dia bersenang-senang dengan seorang karyawati.

Ya, dengan alasan tertentu, Direktur yang sudah saatnya pensiun itu sering bermain-main dengan para perempuan di kantornya. Dengan iming-iming sejumlah uang dan dinaikkan jabatan di perusahaan, rela melakukan hal kotor di sela pekerjaan.

"Menjijikkan! Mulai hari ini keluar dari perusahaan ini!" teriaknya menghantamkan satu pukulan ke wajah pria yang lebih pendek darinya itu.

Fendy menahan lengan atasannya saat sudah terangkat akan kembali memberi pukulan pada Bastian.

"LEPAS!" sentak Almeer menarik tangan dari Fendy yang memberi isyarat pada Bastian dengan gelengan kecil.

"Biar saya yang urus semuanya, Sir!" pangkas Fendy memutar tubuh boss-nya keluar kamar mandi.

Almeer berbalik, keluar kamar mandi dan berdiri mematung menatap sosok perempuan yang sudah tak karuan kondisinya.

Yumna menangis tersedu-sedu memeluk kakinya dan terus menjambak rambut. Membenturkan kepala pada lutut dan seperti menahan rasa sakit yang mendalam.

Traumanya kembali!

Pria yang berjalan seperti robot itu mendekati Yumna yang beringsut mengeratkan pelukan pada kaki yang ditekuk. Seperti ketakutan dan menggigil, menggigiti bibirnya hingga lecet dan berdarah.

"It's Okey ... Kamu sudah aman sekarang." bisik Almeer mengulurkan tangan.

Tapi Yumna semakin terisak dan mundur walau sudah di pojok sofa. Sorot matanya tak fokus dan gusar, benar-benar ketakutan.

Pria itu melepaskan jasnya dan menyelimutkan pada bahu Yumna. Sedikit membungkuk dan menangkup tubuh yang meringkuk itu dalam dekapannya sekaligus. Mengangkatnya perlahan meski si pemilik tubuh memberi penolakan.

Beberapa detik dalam pelukan Almeer, perempuan itu berangsur tenang, tak lagi meronta. Napasnya pun lebih tenang dan isakan mulai berkurang.

"Aku tak akan menyakitimu. Percayalah ...," bisiknya lembut, membawa Yumna ke ruangan. Sengaja dibuat khusus untuknya tempat beristirahat berupa sebuah kamar pribadi yang disekat dengan lemari buku besar. Tak banyak yang tahu tempat rahasia CEO Perusahaan itu.

Setelah membaringkan Yumna yang masih saja meringkuk memeluk dirinya sendiri, pria itu keluar. Membuatkan segelas minuman hangat dan dibawa lagi ke ruangan rahasia

"Minumlah dulu! Tenangkan dirimu!" ucapnya meletakkan gelas yang mengepulkan asap panas di atas nakas.

"Ja–jangan, jangan! Jan–ngaaan!" racaunya disela isakan yang tertahan.

Yumna terus menggeleng dan berusaha menegakkan tubuh beringsut menghindar dari Almeer yang hendak duduk di tepi ranjang.

"Oke, Oke! Tenanglah! Aku tidak akan melakukan apapun padamu. Kamu aman di sini, tenanglah!" Nevan berdiri lagi dan mengangkat dua tangannya di atas kepala. "Aku akan keluar dari sini saat kamu percaya padaku. Jadi tenanglah! Minum selagi hangat, hem?" lanjutnya.

Pria itu kembali mengambil gelas dan menyodorkan ke arah Yumna yang masih saja menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, tanda menolak.

"Apa kamu tahu? Aku juga memiliki trauma, sepertimu?" katanya sambil duduk di lantai berselonjor kaki dan bersandar di nakas samping tempat tidur. Kepalanya mendongak dan menatap langit-langit.

"Aku bukan ingin menghiburmu, tapi kembalinya aku ke Indonesia adalah–"

"Sir? Pak Nevan? Mister Nevan!" Fendy terlihat di pembatas kaca satu arah yang tak terlihat dari sisi luar. Pria berkaca mata itu celingukan dan mencari keberadaan Tuannya ke sana kemari di setiap sudut ruangan.

"Lihat kan? Kamu aman di sini! Nggak ada yang tahu kamar ini," kekehnya, "sekarang kamu juga sudah mengetahuinya," lanjut Almeer menoleh pada Yumna yang sudah berhenti terisak.

"Bibir kamu bengkak dan berdarah!" Berdiri dengan bertumpu pada tepi ranjang dan kaki kiri tetap lurus tanpa bisa ditekuk, Nevan berusaha agar tak terlihat kaku di depan perempuan yang masih asing untuk tahu sebuah rahasia besarnya.

"Kakiku kesemutan," kekehnya saat menyadari Yumna memperhatikan dan menampakkan wajah bingung.

'Apa dia sungguhan robot? Dia juga terus saja mengatakan tak akan menyakitiku? Dia tak punya keinginan terhadapku seperti kebanyakan pria?' Dalam hatinya terus bertanya sembari mengalihkan pandangan. Enggan bertemu tatap dengan dua bola mata kecoklatan itu.

"Tunggu di sini! Aku akan memesankan gaun untukmu!" Setelah berpesan pada Yumna dia pergi keluar ruang rahasia itu.

Gerak-geriknya masih bisa dilihat dari partisi kaca dalam bilik rahasia dimana Yumna berada sekarang. Pria dengan langkah kaki kaku dan seperti tak memiliki lutut yang bisa ditekuk itu mengambil kotak P3K lalu tampak menghubungi seseorang melalui ponselnya.

Yumna melihat ke sekeliling dengan perasaan takjub. Orang kaya membuang-buang uangnya hanya untuk membuat ruangan rahasia. Sedangkan dirinya yang miskin sampai rela berhutang demi mengenyangkan perut saja. Pemandangan yang sangat kontras dibanding dengan kamarnya di rumah.

Saat sedang membenahi kerudungnya, Yumna tersentak kaget dan mempercepat merapikan meski masih asal-asalan. Merapatkan pakaian di dadanya yang tadi terkoyak. Dia masuk ke dalam selimut dan semakin gemetaran. Menyadari bahwa dirinya mungkin akan berakhir sama saja dengan dua puluh tahun silam.

"Heeei ... Yumna? Kamu benar-benar takut padaku?" kekeh CEO itu meletakkan paper bag berlogo sebuah butik muslimah, "ganti pakaianmu dan keluarlah!" lanjutnya memberi perintah.

Tak ada gerakan dari Yumna yang masih larut dalam ketakutannya.

"Aku akan memotong dari gajimu agar kamu tak merasa berhutang! Ambillah!" tegasnya lagi sedikit mengancam tapi tetap dengan tersenyum.

"Bukan itu, Pa–Sir. Saya ... tidak bisa bekerja seperti ini. Maaf, ini tidak bisa saya lanjutkan," ucap Yumna lirih sambil menundukkan kepala.

"Hhhh ... aku tahu, pasti berat jadi kamu, Yumna! Ini adalah pekerjaanmu yang pertama sebelum kamu bekerja di Panti 'kan? Kalo kamu tidak menerima pekerjaan ini bagaimana dengan pengobatan ayahmu, hem?"

Yumna terkesiap menatap pada Almeer yang tahu banyak tentangnya.

"Dari mana Anda tahu, Sir?" tanyanya ragu.

"Bagaimana jika menjadi istriku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status