Daftar sedikit memelengkan kepala, matanya sedikit menyipit."Kesalahan besar...," ulangnya lirih."Kesalahan besar seperti apa?" tanyanya sambil menatap ku lembut, ia juga menyertakan sentuhan lembut di pipi ku.Aku terdiam sejenak, mulut ini nggak mungkin mengatakan bahwa kesalahan itu adalah akan membunuhnya. Sejenak lidahku kelu mengutarakan kata."Em... misalnya saja, aku melukaimu dengan sangat... parah," jelasku tersamar.Daffar terkekeh pendek."Kamu pasti punya alasan khusus jika benar-benar melakukan itu padaku. Atau bisa jadi, jika itu terjadi, Kamu nggak sengaja melakukannya," balas Daffar dengan enteng.Aku mengembuskan napas panjang.Gimana harus mengandaikannya, gimana harus menyampaikan pemisalan?Aku nggak punya cara untuk menggambarkan dengan jelas apa yang akan kulakukan pada dirinya itu."Daffar," panggilku, memilih men-skip pengandaian yang kuajukan."Hem," gumam Daffar lembut."Sebagai bagian dari Anbar, apa yang membuatmu beda dari manusia lain di Shrim? Maksudk
Daffar menggelengkan kepala pelan, dan itu begitu terasa di perut ini."Aku tahu Kamu nggak bohong, Anneth. Tapi, aku nggak tahu, karena aku memang benar-benar nggak merasakan apapun," jawabnya pelan.Ah ternyata begitu!Kekuatan Anbar dalam dirinya memang nggak butuh asupan gizi dari intisari jiwa manusia, tapi sepertinya yang Daffar nggak tahu, kekuatan itu mengambil alih sebagian dari dirinya tanpa ia sendiri merasakannya.Aku kembali menyimpulkan perilaku Daffar.Sepertinya, ada dua bagian dari dalam diri Daffar yang saling bertentangan. Sisi kegelapan yang menguasainya menekan sisi manusianya. Tapi, dalam tekanan itu, sisi manusia Daffar masih ada, terbukti dengan dia menginginkan satu kehangatan yang biasanya ada di antara manusia.Dan sekarang ini, dia memanfaatkan momen yang kubagi dengan memperturutkan keinginan manusianya. Itu kenapa tadi, kekuatan kegelapan dalam dirinya sampai menampakkan diri.Mungkin kekuatan kegelapan itu tak ingin sisi manusia itu lebih dominan dari di
Apa yang dikisahkan Daffar beberapa saat lalu tentang apa yang diingatnya seolah kembali terngiang di telinga ku.Aku mengamati dengan seksama tubuh anak laki-laki itu.Dia adalah Daffar kecil dan kegelapan pertama yang diingat dalam pikirannya adalah ketika dia diletakkan di dalam lubang kegelapan bejana darah.Ah!Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi?Tiba-tiba aku merasakan apa yang dirasakan sosok anak kecil itu. Rasa dingin, gelap dan sendiri yang begitu mencekam.Ah ... seketika mata ini merebak.Dengan reflek aku mengusap punggung Daffar dan secara ajaib, pandangan kedua mengirimkan gambar yang sama pada punggung anak kecil itu.“Daf-far,” gumamku lirih.Mendadak tubuhku yang seolah sedang berdiri di tepi Isar didorong hingga terpental.Tubuh ini menabrak tembok seperti kejadian ketika bejana darah itu terbelah.Aku melihat Ghassan dan beberapa petinggi sihir yang biasa berdiri di kanan dan kiri ketua agung, mereka berkumpul di ruang tertinggi gedung sakral ini, menge
Seketika tubuhku terjengkang ke belakang.Aku menggunakan kedua siku untuk menopang tubuh agar kepala ini tidak terbentur lantai.“Hah!”Napasku terengah-engah.Sesaat kemudian, aku sibuk melakukan aksi tarik embus napas untuk mengatur pernapasan agar kembali stabil.“Phuh ...!”Satu embusan napas panjang mengakhiri aksi tarik embus napas. Akhirnya, aku sedikit kembali memperoleh ketenanganku.Daffar terlihat gelisah, mungkin karena jeritanku masuk ke dalam tidurnya, atau kekuatan kegelapan itu yang menggelisahkannya.“Ssst! Ssst!” bisik ku seperti sedang menenangkan anak kecil.Raut muka Daffar berangsur-angsur tenang dan kembali nyenyak.Tapi, apa itu tadi?Apa yang berada dalam selubung kekuatan kegelapan Anbar yang berada dalam tubuh Daffar?Tangan ini menyentuh pipi kiri yang masih terasa perih, ngilu dan panas.Mata ini kupejamkan untuk memutar ulang sabetan itu agar aku dapat mengindentifikasi apa yang menyabet pipi kiri ini.Aku ....Aku merasakan kulit bersisik kasar dan taja
Aku memejamkan mata dan kembali bisa mendeteksi suara dan pergerakan makhluk yang hidup dalam selubung kegelapan Anbar.Kali ini, aku menggunakan kekuatan dalam tubuh untuk menembus selubung gaib kekuatan kegelapan dalam tubuh Daffar ini.Beberapa saat kemudian, aku merasa berada dalam satu hamparan luas nir cahaya, gelap gulita, sampai aku nggak bisa melihat tanganku sendiri.Tapi, dalam kegelapan ini aku menyadari ada sesuatu yang bergerak mendekat ke arahku. Sesuatu itu seperti dengan tepat dapat mendeteksi keberadaanku yang menyusup tanpa izin ke daerah kekuasaannya.Aku menahan napas, jantung ini mulai berdebar-debar.Gimana nggak? Saat ini tubuhku seolah berdiri di dalam kegelapan dan sesuatu yang kuhadapi ini bisa melihatku dengan jelas. Aku merasa seperti mangsa yang segera akan diterkam predator.“Plak! Plak!”Telinga ini menangkap bunyi yang dihasilkan dari satu tangan atau kaki yang menapak pada lantai semen.Apa di hamparan gelap ini ada lantai? Apa tanah yang kupijak ini
Daffar yang sedang dikuasai bagian dirinya yang berasal dari kegelapan itu meraung dengan keras.Egh!Kekuatan dalam tubuh Daffar seolah makin meningkat, cengkeramannya tambah kuat.Makhluk itu mengamuk.Tangannya yang lain mengayun dengan telapak tangan membentuk cakar yang hendak mencengkeram kepalaku.Seketika ada sesuatu dalam tubuhku yang mendadak memancar dan mengalir melalui tangan yang sedang mencengkeram dada Daffar.Mungkin kekuatan itu muncul otomatis karena fisikku terancam.Kekuatan yang meletup tanpa kupanggil itu mengalirkan hawa sejuk di tangan dan keluar melalui telapak tangan.Kekuatan dari tubuhku itu seperti mengeluarkan aliran listrik yang menyentak jantung Daffar.Cakar Daffar yang nyaris menyentuh wajah ini seketika berhenti.Kekuatan itu terus melecut jantung Daffar. Lalu, beberapa detik kemudian, cengkeraman tangan Daffar di bagian belakang kepala ini makin melemah.“Phuh ...,” embus panjang napasku begitu tangan itu tak lagi mencengkeram leher.Sambil menatap
Daffar mengangguk tanpa ragu.“Oke, siap-siap dengar ceritaku ya,” ucapku pelan.“Tadi malam matamu bukan hanya berubah hitam dan memancarkan sorot hawa dingin, Tapi Kamu juga mencengkeram bagian belakang leherku dan membuatku kesakitan,” kisahku singkat.Daffar terperangah, matanya membelalak dengan mulut terbuka. Tapi ekspresi tersebut hanya sesaat karena sejurus kemudian ia terkekeh pendek.Ekspresi wajahnya kini terlihat tak percaya.“Apapun yang terjadi, Kamu tahu aku nggak akan melakukan itu padamu, Anneth,” komentar Daffar enteng.Aku menatapnya lekat.Tentu saja ia tak menyadari dan merasakan itu, raganya benar-benar diambil alih oleh makhluk kegelapan dalam dirinya.Aku tersenyum lembut, menyadari bahwa apapun yang akan kukatakan, kemungkinan besar laki-laki yang masih melihatku dengan ekspresi tak percaya ini akan mengingkari fakta itu.“Ya, aku percaya itu, Daffar. Jika itu dirimu sendiri, tentu nggak akan melakukan sesuatu yang membuatku sakit,” ucapku mendukungnya.Aku me
Daffar menoleh dan menatapku dengan sedih.“Nggak usah pasang muka sedih gitu!” saranku sambil menyertakan senyum.“Jangan dipikirkan sekarang! Kalau cara itu ada, mungkin satu ketika, cara itu akan muncul ke permukaan,” ujarku untuk menenangkannya.Daffar memaksakan sebuah senyum.Ini kali pertama aku melihat senyum Daffar tak mengandung pemanis. Sepertinya video itu merusak moodnya.“Udah! Hari ini apa rencananya? Em ... ayo jalan-jalan lagi aja! Kemarin, kita sudah menjelajah bagian selatan rumah ini, masih ada bagian lain yang belum kita kunjungi,” ujarku mengalihkan pikirannya.Daffar mengangguk, tersenyum, lalu menyelesaikan sarapannya.Waktu berlalu.Setelah seharian menjelajah daerah dengan pemandangan indah ini, kami berdua pulang.Aku membersihkan diri karena berada di luar seharian membuat tubuh ini sangat lengket. Dan ketika, aku selesai membersihkan diri dan keluar kamar, aku berpapasan dengan Daffar yang masuk ke kamarnya sambil mencium-cium T-shirtnya yang kotor.“Annet