Share

Bab 14.a

Aku menatap malam dari kaca jendela kamar. Hanya ada gelap tak ada satu pun bintang. Sepertinya langit sedang mendung. Suhu kamar pun terasa lebih panas dari biasanya.

Kututup gorden. Merebahkan diri di kasur. Memaksa memejamkan mata. Hal buruk yang sering muncul di pelupuk mata coba kuhilangkan. Membayangkan sosok Bang Rasya dan Zikri. Ah, Zikri. Betapa aku merindukan anak itu. Baru beberapa hari tapi serasa sudah lama sekali. 'Zikri, Mama Alin kangen.' Aku berkata dalam hati.

Belum semenit ponsel sudah berbunyi. Ada panggilan video call dari Bang Rasya.

"Mama Alin. Kapan pulang? Iki rindu sangat." Sambut Zikri saat aku baru saja hadir di layar.

Aku tersenyum gemas. "Mama Alin juga rindu, Sayang. Iki sehat, Nak?"

"Iki sehat. Otot Iki sebesar Papa." Anak bernama lengkap Teuku Azikri ini menunjukkan lengan tangannya. Ayahandanya geleng-geleng.

"You always say. Rindu, rindu ke Mama Alin. Ke Papa tak rindu kah?" kata Bang Rasya. Kecanggihan teknologi sudah mempertemukan manusia di tiga t
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status