"Setidaknya kita bisa bersikap baik-baik saja di depan kedua orang tuamu. Ayo kita turun, makanan telah siap." Ujar Safira meriah kembali tangan Fikri. Lalu keduanya menuruni anak tangga."Kau sengaja ya pegang-pegang aku. Dasar modus, bilang saja kau mau cari perhatianku." Cerca Fikri kesal. Safira tidak mengubris membuat Fikri semakin kesal. Di meja makan, mereka lagi-lagi memasang senyum palsu dan sok-sok paling romantis mengalahkan anak ABG yang baru mengenal cinta. Namun di balik semua itu, lagi-lagi hanya kepalsuan belaka.Udara malam ini begitu mencekam, kedua sejoli itu hanya memilih diam membisu sambil sibuk bermain HP di tangannya. Namun sejenak kemudian rasa jenuh menghampiri keduanya. Keduanya di landa kebosanan terus bermain HP. Safira menuruni ranjang hendak keluar kamar."Kamu mau kemana? Lebih baik kau masukkan semua pakaianmu ke koper. Besok kau dan aku pindah." Titah Fikri tidak bisa di bantah. Safira berbalik menatap Fikri dengan penuh tanda tanya."Kau tunggu apa
Fikri memasuki kamar dan dilihatnya Safira mendengkur halus di tempat tidur."Hey, bangun..." Ujarnya menarik-narik ujung baju Safira. Safira mengeliat beralih posisi tidurnya."Bangun, katanya tadi mau masak. Ini kok malah tidur sih?." Kembali Fikri mengoyang-goyang tubuh Safira. Safira mengeliat merasa tergangu oleh Fikri. Perlahan wanita itu duduk, mengucek-kucek kedua matanya."Ayo bangun. Segera masak!!!." Perintah Fikri yang langsung di turuti oleh Safira. Segera Safira disibukkan kegiataan memasak di dapur."Cepat masaknya, jangan lelet." Safira menoleh kebelakang dan dilihatnya Fikri telah berdiri dibelakangnya. Safira hanya mendengus pelan, sambil tangannya sibuk mengaduk-aduk masakannya dikuali. Ketika hendak membawa makanan itu kemeja makan, tidak dilihatnya lagi Fikri berdiri tepat dibelakangnya dan ternyata Fikri sudah duduk manis dikursinya. Safira menata makanan di atas meja makan. Disusul mengambil piring di depan Fikri dan hendak mengisinya dengan nasi dan lauk pauk.
Ini adalah penjara baru bagiku, dimana dua sejoli tinggal namun tidak saling mengenal. Tidak saling menyapa, bersua, bahkan sama sekali tidak ada romansa antara suami istri yang diidam-idamkan oleh sepasang suami istri. Inilah atap tanpa tiang, rumah tangga tanpa kasih suami, hanyalah ibarat rumah tak bertiang. Bayangkan, rumah tanpa tiang. Maka tidak diragukan lagi rumah itu akan segera runtuh, jadi untuk apa adanya atap jika tidak ada tiang? Apakah sebuah rumah akan berdiri. Tidak akan. Mana mungkin, mustahil. Mustahil rumah tangga didirikan tanpa seorang istri, atap yang akan memayungi suami ketika lelah oleh kepenatannya, dan apakah rumah tangga akan berdiri tanpa suami? Tanpa sebuah tiang yang berdiri tegak mempertahankan, memperkokoh berdirinya sebuah rumah. Bayangkan saja salah satunya tidak ada. Adakah yang bisa dinikmati dari sebuah pernikahan? apa kenyamanan dan kebahagian yang bisa diambil dari sebuah pernikahan? Tidak ada. Berjuang sendiri menyakitkan sedangkan yang satuny
“Sudah kukatakan pergi dari hadapanku. Dasar wanita menjijikan.” Teriaknya“Aku tidak akan pergi sebelum semua pekerjaanku selesai.” Jawab Safira tegas, menatap dalam mata suaminya itu. Berharap dia menemukan sesuatu dimata itu, agar dia lebih bisa lagi memahami laki-laki yang saat ini telah menjadi suaminya. Namun yang dia temukan hanyalah tatapan mata datar dan kebencian terhadap dirinya. Dia ingin sekali menyelami dalam mata itu, namun dia terlalu takut akan kebenaran yang akan terungkap, bahwa laki-laki itu selama-lamanya akan membencinya.“Pekerjaanmu telah selesai.” Ucap Fikri dingin. Mencoba menjauhkan diri dari Safira.“Belum, dasimu masih belum rapi. Biar saya rapikan, dan rambutmu juga terlihat berantakkan.” Ujar wanita itu lembut, dan senyumnya tak pernah lekang dari wajah ayunya.Dengan terpaksa Fikri diam seperti patung, membiarkan Safira sibuk dengan aktivitasnya, merapikan dirinya.“Jika kamu rapi, kamu terlihat lebih berwibawa.” Puji Safira dengan tulus. Tanpa mengubri
“Suruh Ob yang membersihkan mobilku.” Perintah Fikri pada security yang berdiri didepan pintu masuk kantornya.“Baiklah pak.” Jawab Security menunduk kearah Fikri.Fikri masuk keruangannya dengan wajah yang biasa dia perlihatkan kesemua karyawan-karyawan kantornya, yaitu wajah datar tanpa ekspresi. Namun hari ini adalah wajah yang paling sangar dia tunjukkan kesemua orang. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya sedang marah. Maka jangan dekati dia, jika tidak ingin kena semprot. Tidak ada yang berani hanya sekedar menatap, menyapa, apalagi membicarakan sosok tampan yang tidak pernah mengandeng pasangannya, sekedar memperkenalkan kepada karyawa-karyawannya. Setiba diruangannya Fikri mengamuk sejadi-jadinya, tidak ada yang berani mendekatinya, walapun hanya sekedar bertanya apakah dia baik-baik saja. Takut berakibat terbalik, malah mereka yang kena sasaran amarah Fikri.“Maaf pak, ini file-file yang bapak minta kemarin, sudah saya siapkan semua pak.” Sekretaris cantik yang bernama Azura it
“Oke, aku akan makan. “ Fikri mengangkat kedua tangannya keatas, tanda menyerah dan cepat melahap nasi goreng yang dibawa Safira. Sementara itu, tangan halus Safira dengan telaten merapikan map dan berkas-berkas yang berserakkan dimeja kerja suaminya. Melihat sang suami lahap memakan masakannya, Safira hanya tersenyum. Dihatinya sangat bahagia, suatu penghargaan buatnya hari ini, walaupun harus dengan paksaan terlebih dahulu. Safira melangkah keluar ruangan, dengan tersenyum ramah, dirinya berbicara dengan seorang laki-laki yang tengah berjalan melewatinya, dengan membawa beberapa lembar kertas ditangannya. “Maaf bang, boleh minta tolong belikan saya satu jus pepaya?.” “Boleh, non.” “Ini uangnya, kalau ada lebih, ambil saja kembaliannya. Nanti diantar langsung kedalam ya.” Ucap Safira ramah dan tersenyum kesemua orang yang ada disitu. “Iya non, terima kasih.” Segera laki-laki itu keluar kantor membelikan jus yang dimau Safira dan segera mengetuk pintu ruangan Fikri, ketika jusnya
“Baiklah, saya tidak ingin lebih lama menanggu kerjaan kalian, saya permisi dulu.” Safira langsung keluar dari kantor itu, sedangkan Fikri mengawasi pergerakkannya dari cctv di hpnya.“Darimana wanita itu mendapatkan uang sebanyak itu dan mentraktir semua karyawan?. Apasih pekerjaan wanita itu?.” Ucap Fikri berbicara sendiri.Saat pulang kerja, semua karyawan sibuk membagikan uang yang diberikan Safira tadi. Dengan bahagia mereka antri menerima uang itu.“Non tadi itu baik ya, nggak seperti bos sedikit pendiam.” Kata salah satu karyawan ketika menerima beberapa lembar uang ratusan itu.“Hus... nggak usah bicara seperti ittu, bos juga baik kok, bos terus menaikkan gaji kita setiap bulan. Terkadang cara orang memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya itu berbeda-beda, kita doa kan saja bos dan non tadi itu sehat-sehat selalu dan murah rezekinya. Kalau keduanya rezekinya nambah terus, kan kita juga pasti kebagian.” Ujar salah satu yang lain mengingatkan.“Iya, kita beruntung sekali
Fikri sangat geram jika Safira melakukan hal itu. Jika tidak dituruti, bisa-bisa sampai tujuh turunan pun, Safira akan menguntit dirinya dan membuatnya semakin berang. Safira cepat meraih tas kantor sang suami dan mengantarnya didalam kamar. Safira berjongkok didepan suaminya itu, dan menanggalkan kedua sepatu yang masih melekat dikedua kaki Fikri dan juga menanggalkan kedua kaos kakinya. Setelah itu, Safira juga menyuguhkan jus kesukaan sang suami, jus pepaya.“Kamu mau makan dulu apa mau mandi dulu.”“Makan saja.” Jawab Fikri singkat. Segera dengan langkah kaki yang panjang, Safira mengambil satu piring dan memasukkan nasi beserta laukknya kedalam piring. Safira kembali duduk disamping Fikri, Fikri hanya berdehem dengan keras. Memberikan kode, bahwa dirinya tidak suka Safira duduk disampingnya. Entah Safira yang terlalu polos atau pura-pura tak mengerti dengan kode itu, tetap saja Safira dengan senyum yang mengukir wajah ayunya, ingin menyuapin suaminya itu. Fikri hanya diam menata