"RAINA!"
Rian memasuki kelas Raina dengan wajah garangnya. Membuat seisi kelas ketakutan.
"Mana Raina?" tanya Rian pada seorang cewek berkacamata. Cewek itu tampak ketakutan karena Rian menatapnya dengan tajam.
"Jawab! Gak punya mulut, ya?" sentaknya membuat cewek itu semakin ketakutan.
"Ra-Raina be-belum datang," jawabnya terbata-bata.
Rian pun berbalik badan hendak keluar dari kelas Raina. Namun, saat ia sampai di depan pintu, ia berpapasan dengan Raina yang hendak masuk ke dalam kelas.
Tanpa sepatah kata, Rian langsung menarik tangan Raina dengan cukup kasar. Tidak peduli jika cewek itu mengadu kesakitan.
"Kenapa sih harus narik-narik segala? Sakit tahu." Raina mengusap-usap tangannya yang sedikit memerah karena ulah Rian.
Rian membawanya ke rooftop sekolah.
"Jelasin ke gue yang kemarin."
"Kemarin yang mana?" tanya Raina pura-pura tidak mengerti.
"Cowok yang ngaku tunangan lo itu."
"Buruan jelasin
Rian menghentikan mobilnya saat mereka sampai di rumah Raina."Makasih buat makan malamnya dan makasih udah antarin gue," ucap Raina.Rian hanya mengangguk."Gue harap lo jangan kecewa sama orang tua lo, ya. Mungkin mereka sibuk banget makanya mereka gak bisa ninggalin pekerjaan mereka," ucap Raina mencoba menghibur Rian. Karena ia tahu betul Rian masih kecewa dengan kedua orang tuanya."Hm.""Kalau gitu gue masuk dulu." Raina melepas seat beltnya. Ia membuka pintu mobil. Saat ia hendak keluar dari mobil, Rian memanggilnya membuat Raina menoleh pada cowok itu."Makasih."Raina mengerutkan keningnya. "Makasih? Untuk?""Karena udah mau nemenin gue makan malam."Raina tersenyum simpul. "Sama-sama. Bye."Setelah Rian pergi, barulah Raina masuk ke dalam rumahnya.Raina melepas sepatu high heelsnya, tak lupa ia juga mengganti baju dan menghapus make up-nya. Setelah selesai, ia membaringkan tubuhnya di kasur.
"RIAN!" Rian yang sedang berada di halaman belakang sekolah terkejut ketika mendengar seseorang meneriaki namanya. Perlahan Rian menoleh. Ia melotot begitu melihat Bu Ani menatapnya tajam sembari berjalan mendekatinya. Rian segera bangkit berdiri lalu berlari menjauhi Bu Ani."Rian! Jangan kabur kamu!"Rian tidak peduli dengan teriakan Bu Ani. Cowok itu terus berlari, sembari menoleh ke belakang. Karena terus melihat ke belakang, Rian malah tidak melihat jalan di depannya dan berujung menabrak seorang cewek."Kalau jalan yang benar," ucap Rian dingin."Lo yang salah bukannya minta maaf malah nyalahin gue." Cewek itu bangkit berdiri sembari mengibas rok bagian belakangnya.Cewek itu terkejut ketika tahu kalau Rian yang sudah menabraknya."Rian!""Raina. Ngapain lo di luar kelas? Bolos lo?"Raina melotot. Tidak terima dengan tuduhan Rian."Enak aja bilang gue bolos. Gue itu mau pinjam buku di perpus bukan mau bolos. Jangan
Raina mengerutkan keningnya saat tahu kalau Rian ikut masuk ke halaman rumahnya."Lo ngapain masuk segala? Kan gue bilang pulang," ucap Raina saat ia sudah berada di teras rumah."Suka-suka gue.""Aneh banget lo jadi orang." Rian tidak peduli dengan ucapan Raina. Ia memilih duduk di kursi kayu yang ada di teras."Ambilin gue minum," suruh Rian."Ogah.""Berani lo sama gue?" Rian mengangkat sebelah alisnya."Iya gue berani. Kenapa?" tantang Raina.Rian bangkit lalu menjewer telinga Raina membuat cewek itu mengadu kesakitan."Lepasin Rian! Sakit.""Masih mau nantangin gue?"Raina menggeleng. "Enggak.""Buruan ambil minum buat gue.""Lepasin dulu jewerannya." Rian melepas jewerannya. Setelahnya, Raina pun masuk ke dalam rumahnya.Beberapa menit kemudian, Raina sudah kembali sembari membawa nampan berisi segelas air putih. Raina tampak sudah berganti baju."Nih minumnya.""Lam
"Raina! Raina!" Wanda masuk ke dalam kelas Raina sambil berteriak memanggil nama Raina."Apaan sih lo? Gak tahu sopan santun banget. Masuk kelas orang sembarangan, udah gitu teriak-teriak lagi," sahut Risa kesal.Wanda menatap tajam Risa. "Mana Raina?" tanya Wanda langsung."Raina lagi ke toilet. Kenapa lo cari dia? Ada masalah?""Wan, itu dia." Teman Wanda yang berada di sampingnya menepuk pundak Wanda menyuruh cewek itu untuk mengikuti arah pandangannya ke pintu.Benar saja, Raina dan Luna baru saja kembali. Tanpa sepatah kata, Wanda langsung saja menghampiri Raina. Wanda menarik rambut Raina ke belakang, membuat Raina meringis kesakitan."Aww. Sakit Wanda. Lepasin.""Lo benar-benar cewek gak tahu diri, ya. Lo apain Rian sampai dia mau pacarin cewek jelek kayak lo, hah?" Raina semakin meringis karena Wanda menarik rambutnya lebih kuat."Wanda jangan gitu sama Raina. Kasihan Raina," tegur Luna."Diam lo!" Wanda menatap
"Mama." Dian menatap Raina yang tampak terburu-buru menuruni anak tangga."Pelan-pelan dong. Kalau kamu jatuh gimana?""Ma, aku berangkat dulu, ya. Takut telat.""Gak sarapan dulu?" tanya Dian.Raina menggeleng. "Enggak Ma. Nanti telat kalau masih sarapan.""Ya udah, kamu bawa bekal aja. Kebetulan Mama udah buatin sandwich buat kamu." Dian memberikan kotak bekal berwarna merah muda yang sudah ia siapkan pada Raina.Raina menerimanya. "Makasih Ma." Raina menaruhnya di dalam tasnya."Oh iya, Na. Tadi pagi waktu Mama mau buang sampah ada nasi goreng. Kamu yang buang, ya?" tanya Dian.Raina tampak bingung. Seingatnya, semalam ia sama sekali tidak membeli nasi goreng. Jadi tidak mungkin ia yang membuangnya."Enggak Ma. Aku aja gak beli nasi goreng.""Terus siapa yang buang dong?""Mama pikir lagi aja. Aku mau berangkat sekolah. Ojek online udah di depan. Bye, Ma." Raina mengecup pipi Dian kemudian pergi.
"RIAN!" Raina berteriak kesal ketika Rian menyiram air dan tanah ke lantai yang sudah dipel oleh Raina.Raina kini sedang berada di rumah Rian. Cowok itu membawa Raina ke rumahnya. Ia menghukum Raina mengerjakan pekerjaan rumah, karena Raina terlambat menyerahkan tugasnya tadi dan membuatnya dihukum."Pel lagi. Masih kotor," ucap Rian."Gimana gak kotor, setiap gue selesai pel selalu dikotorin sama lo. Ini udah tiga kali. Lo mau hukum gue atau mau bikin gue sengsara?" omel Raina dengan wajah memerah menunjukkan kalau ia benar-benar marah.Tentu Raina marah, karena sudah ketiga kalinya Rian mengotori lantai rumah yang telah dipel oleh Raina. Setiap Raina hampir selesai mengepel, pasti akan dikotori lagi oleh cowok itu."Kerja. Jangan bacot," ucap Rian. Cowok itu duduk di kursi kemudian memainkan ponselnya. Ia sama sekali tidak peduli dengan Raina yang masih saja kesal."Ini terakhir kali lo kotorin lantainya, ya. Sekali lagi lo kotorin gue ga
"Raina! Kamu ke mana aja? Jam segini baru pulang. Kamu bikin Papa sama Mama khawatir," omel Dian."Maaf Pa, Ma. Aku tadi masih ke rumah Rian. Bantuin dia kerjain tugas," ucap Raina sembari menundukkan kepalanya. Ia sangat takut jika kedua orang tuanya marah padanya."Jadi kamu bantuin Rian kerja tugas? Mama kira kamu keluyuran ke mana."Raina segera mengangkat kepalanya. Cukup bingung dengan perubahan sikap mamanya yang tiba-tiba berubah."Mama udah gak marah sama aku?" tanya Raina."Kalau kamu bantuin Rian kerja tugas buat apa Mama marah? Niat kamu kan baik mau bantuin Rian. Tapi lain kali kalau kamu pergi bilang-bilang biar Papa sama Mama gak khawatir.""Iya Raina. Papa sama Mama gak bakal marah kalau kamu itu pergi buat belajar, tapi kamu harus kabarin Papa sama Mama. Biar gak bikin khawatir," sahut Seno."Iya Pa, Ma. Maaf usah buat khawatir. Aku janji lain kali gak bakal bikin Papa sama Mama khawatir lagi.""Ya udah kamu ke
"Pagi Rain," sapa Risa sembari tersenyum hangat."Pagi Ris," balas Raina yang terlihat pucat."Luna belum datang, ya?" tanya Risa.Raina menggeleng. "Belum," jawab Raina dengan suara lemas. Merasa ada yang aneh dengan Raina, Risa pun menatap Raina."Lo kenapa, Rain? Lo sakit?""Enggak. Cuma kecapekan doang.""Kecapekan? Emang lo ngapain?"Belum sempat Raina menjawab, Risa sudah kembali berbicara."Tunggu. Jangan bilang lo disuruh kerja di rumahnya Rian?"Raina tidak menjawab. Ia memilih diam membuat Risa semakin yakin kalau dugaannya benar."Jadi benar, kan? Gila tuh orang. Bisa-bisanya dia perlakuin lo kayak gini."Dengan kesal, Risa bangkit berdiri."Lo mau ke mana, Ris?" tanya Raina."Mau beli pulpen.""Lo gak bakal samperin Rian ke kel