Amanda membulatkan matanya, ia baru sadar dengan ucapannya. “Ibu tadi mimpi buruk,” kata Amanda, “maafkan Ibu ya.”Wanita itu menyeka keringat yang mengucur di dahi karena gugup harus menjawab apa. Saat ini dia memang benar-benar ketakutan kehilangan Alan dan Alana.Lebih baik anaknya diambil mantan suami dari pada harus diambil Tuhan. Amanda terus berpikir bagaimana caranya mengatasi masalah ini. Ia khawatir Sonya benar-benar melakukannya.Ada satu jalan untuknya menghindari masalah ini, yaitu pergi jauh dan menghilang. Namun, kedua anaknya tidak akan mau berpisah dengan Tama karena lelaki itu lebih dari sekedar seorang ayah bagi mereka.“Ya ampun, memangnya Ibu tidak berdoa dulu?” tanya Alana yang membuat semua orang tertawa.“Ibu tadi ketiduran,” jawab Amanda sambil memegangi dada karena merasa lega mempunyai alasan yang masuk akal.Alana menghampiri ibunya. “Dada Ibu sakit?” Gadis kecil itu terlihat khawatir melihat ibunya terlihat lemas.Amanda menegakkan tubuhnya, lalu menarik n
"Kenapa harus Paman?" tanya Tama sambil memeluk kedua anaknya. "Ibu kalian itu adik Paman, jadi kami tidak bisa menikah."Alan dan Alana tidak tahu kalau sebenarnya Tama dan Amanda bukanlah saudara kandung. Selama ini ia mengaku sebagai kakak dari Amanda supaya tidak ada orang yang menuduhnya macam-macam."Jadi Paman dan Ibu seperti aku dan Alan?" Alana menengadah menatap Tama. "Tapi, kenapa Paman dan Ibu tidak mempunyai foto waktu kecil?""Dulu kami hidup sangat sederhana, kami tidak berfoto karena tidak mempunyai uang." Tama terpaksa berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya kalau dirinya adalah asisten ayah kandung si kembar.Seandainya, Tama tidak mengenal Pandu, mungkin ia tidak akan menolak jika Alan dan Alana menginginkan dirinya untuk menjadi seorang ayah bagi mereka. Tapi, andai pun ia tidak mengenal Pandu, belum tentu ia bisa mengenal Amanda.Apa pun situasinya saat ini, Tama merasa bahagia bisa melindungi orang-orang yang dicintai oleh bosnya. Orang yang telah
"Cepatlah pulang!" perintah Pandu pada asistennya. Ia tahu kalau sang asisten mempunyai kabar tentang Alana.Perusahaan sedang stabil dan tidak ada masalah apa pun. Ia yakin kabar yang akan disampaikan Tama adalah tentang Alana dan Amanda."Baik, Bos. Saya akan tiba dalam dua jam," kata Tama sebelum menutup panggilannya.Ya, rumah Amanda saat ini berada di luar kota. Walau tidak terlalu jauh, tapi setidaknya mereka berada di kota yang berbeda. Itu membuat Tama sedikit lebih tenang walau Amanda dan Sonya sempat bertemu, tapi dia yakin Sonya belum tahu tempat tinggal Amanda yang baru.Tujuan Tama melindungi Amanda dan anak-anaknya adalah untuk balas budi kepada Pandu. Namun, seiring berjalannya waktu, Tama merasa memiliki mereka dan harus melindunginya dari siapa pun yang dia anggap mengganggu Amanda."Kamu ada di mana sekarang?" tanya Pandu heran, "Apa kamu sedang mengunjungi saudaramu?"Ketika izin pulang lebih awal, Tama tidak mengatakan apa pun kepada Pandu kalau ia akan pergi ke lu
"Manda, saya ada satu permintaan," ucap Tama setelah Alan dan Alana pergi.Tama berencana ingin mempertemukan Alana dan Pandu supaya bosnya itu tidak terus-terusan mencari keberadaan Amanda. Ia khawatir Pandu menemukan mantan istrinya ketika Sonya sedang mengikutinya."Ada apa, Mas?" Amanda bingung, apa sebenarnya yang Tama inginkan. Apa karena kesalahannya yang pergi ke rumah lama tanpa izin kepadanya terlebih dulu atau ada hal lain?"Izinkan saya mengajak Alana bertemu dengan Bos Pandu," ucap Tama, "Bos tidak bisa dicegah, dia akan terus mencari kamu dan Alana sebelum dia menemukan kalian."Amanda terdiam sambil menatap Tama, lalu mengembuskan napasnya perlahan. "Aku percayakan Alana padamu," ucapnya sambil tersenyum.Selama ini Tama selalu menjaganya dengan baik, terutama menjaga rahasia tentang kedua anaknya. Tidak ada alasan baginya untuk meragukan lelaki yang sudah bertahun-tahun selalu ada untuknya di saat suka maupun duka.Ia yakin Tama tidak mungkin membahayakan Alana, putri
"Maafkan saya, Bos." Tama membungkukkan badannya. "Maaf, kalau saya sudah lancang, tapi saya harus mengingatkan Anda karena Anda tahu betul siapa Nona Sonya."Tama sadar betul kalau sikapnya akan membuat sang bos curiga, tapi ia tidak punya pilihan lain selain menghentikan pencarian bosnya untuk menemukan Alana.Pandu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sambil memutar kursi kebesarannya. "Aku serahkan semuanya kepadamu," ucap Pandu, "tapi usahakan dalam waktu dekat kamu harus mempertemukan aku dengan Alana. Entah kenapa aku sangat merindukan anak itu."Ikatan batin Pandu terhadap Alana begitu kuat. Semenjak melihat wajah anak kecil yang ia tabrak itu, ia tidak pernah bisa tenang. Bukan hanya sekedar karena rasa bersalah semata, tapi ada rindu yang tak berujung."Akhir pekan saya akan membawa Alana pada Anda, saya janji." Tama berucap dengan yakin."Kenapa kamu seyakin itu?" Pandu menegakkan tubuhnya. "Apa kamu sudah bertemu dengan Alana atau Amanda?""Belum, Bos." Tama berbohong
"Mungkin, Nyonya Amanda hanya ingin menjaga perasaan suaminya," jawab Tama, "menjaga perasaan orang yang kita cintai itu sangatlah penting untuk menjaga sebuah hubungan agar tetap harmonis.""Dia saja tidak pernah menjaga perasaanku waktu kami masih bersama. Bagaimana bisa sekarang dia bersikap begitu manis pada suami barunya," balas Pandu, "aku jadi penasaran, sebaik apa laki-laki itu?""Suami Nyonya Amanda laki-laki yang sederhana. Dia sangat baik dan begitu mencintai istri dan anak-anaknya."Entah apa tujuan Tama, mengatakan semua itu? Yang jelas Pandu terlihat gelisah. Dan Tama hanya bisa menahan senyum melihat bosnya cemburu."Sudahlah jangan membahas suaminya lagi, itu sangat menyakitkan bagiku." Pandu menyandarkan tubuhnya sambil memijat pelipisnya. "Pergilah!""Baik, Bos." Tama menunduk hormat, lalu pergi dari ruangan bosnya.Sementara di lain tempat, Sonya sedang berjalan mondar-mandir sambil berpikir bagaimana caranya memergoki Pandu dengan Amanda. Ia akan menjadikan itu seb
"Saya akan membawa Alana malam ini juga." Tama berkata dengan yakin, hingga membuat Pandu cemburu. "Yang terpenting jangan sampai Nona Sonya menerobos masuk ke dalam rumah."Tama tidak ingin pertemuan anak dan ayah itu menjadi batal karena ulah Sonya. Ia berharap Alana bisa merasakan kasih sayang ayah kandungnya walau anak itu tidak tahu yang sebenarnya."Katakan padaku, sebenernya kamu dan Amanda sering berkomunikasi kan?" Pandu mencondongkan tubuhnya mendekati Tama. "Aku semakin curiga padamu."Pandu mencurigai Tama karena asistennya itu mengatakan kalau dia belum meminta izin pada Amanda untuk membawa Alana padanya, tapi tiba-tiba dia berkata dengan yakin akan membawa Alana malam itu juga.CEO tampan itu terus menatap sang asisten yang sedang duduk menghadap ke depan tanpa berani menatapnya yang berdiri di samping sang asisten.Tama berusaha untuk tetap tenang, ia menjawab tanpa menatap bosnya. "Kalau begitu saya tidak akan pergi menemui Nyonya Amanda untuk meminta izin membawa Ala
"Tama mengacak-acak rambut Alana, lalu bertanya, "Apa kita bisa berangkat sekarang?""Tentu," jawab Alana, "tapi aku harus ganti baju dulu.""Tidak perlu, ini juga sudah bagus," kata Tama, "kamu bawa jaket saja biar tidak kedinginan saat di jalan nanti, sepertinya kita akan sampai di sana pada malam hari.""Baik, Paman." Alana bergegas mengambil jaketnya dari lemari. Kemudian ia berpamitan kepada saudara kembarnya. "Alan, aku pergi dulu. Kamu jangan merindukan aku," ucapnya sambil tertawa.Alana terlihat sangat bahagia akan pergi jalan-jalan bersama Tama. Anak itu jarang sekali bermain di tempat keramaian sejak ia pindah rumah."Aku akan belajar lebih tenang jika kamu tidak ada." Alan mendelik sambil tersenyum miring. Selama ada Alana ia tidak bisa menggambar dengan tenang karena adiknya itu selalu saja mengomentari apa yang ia gambar. Alana selalu mengatur Alan untuk menggambar objek kesukaannya."Alan, Paman pergi dulu." Tama mengusap kepala Alan. "Kamu mau dibelikan apa? Sebagai g