Begitu sampai di kantor Nia langsung tenggelam dalam pekerjaannya, rasa tidak enak di perutnya tak dihiraukannya walau makin sore keadaannya makin tak nyaman. Kania baru saja minum obat dan sedang mengoleskan minyak di perutnya ketika sekretarisnya mengetuk pintu. "Permisi Bu." "Ya masuk, ada apa?" Kania bertanya dengan lembut."Ada kiriman buat Ibu." "Dari?" Kania penasaran." Tidak tahu Bu, tiba-tiba saja kotak ini sudah ada di depan pintu kantor," jawab sekretarisnya dengan wajah lumayan tak terbaca. Kania mengernyitkan keningnya. "Mau dibawa masuk Bu?" kembali pegawai Kania bertanya. "Nggak usah, saya keluar saja." Akhirnya Kania keluar untuk melihat bingkisan sekaligus siapa pengirim bingkisan itu. Begitu sampai di luar Kania hanya melihat ada sebuah box besar, selain itu tidak ada lagi barang yang bisa menggambarkan adanya sebuah kiriman.'berarti memang Box ini,' batin Kania.Kania mendekati box besar yang ada di tengah ruangan itu.. Kania memberanikan diri untu
"Kami belum memberitahu siapapun." Kata sekretarisnya dengan gelisah. "Bagus, aku tidak ingin mereka cemas," jawab Kania perlahan."Akan tetapi secara tidak sengaja..." Kania memandang dan menganggukkan kepala sebagai tanda agar karyawannya meneruskan ucapannya. "Secara tidak sengaja saya memberikan informasi kepada seseorang yang menelpon ponsel ibu di saat genting sehingga saya keceplosan." Kania maklum, kan mereka sedang kebingungan menolong dirinya. "Siapa yang menelepon?" "Bella, Bu." Senyum kelegaan muncul di bibir Kania."Tidak apa-apa, dia sahabatku." Sekretarisnya menarik nafas lega. Tepat pada saat itu pintu rumah sakit terbuka dan masuklah sesosok wanita berwajah ramah yang sedang cemas."Niaaaa, apa apaan?"Nia tersenyum lemah."Syukurlah kau datang." "Bagaimana mungkin aku nggak datang kalau saat aku telepon mereka yang terima teleponku bilang kamu sedang tidak sadarkan diri?""Yah, jadi aku memang merasa tidak karuan, tubuhku seperti terbelah menjadi beberap
"Pak Nick, ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak." "Baiklah, kita ke tenda darurat," ajak Nick sambil melangkah terlebih dahulu menuju tendanya.Nick sedang berada di lokasi kecelakaan.Petugas evakuasi yang terdiri dari gabungan petugas tanggap darurat dan petugas pelayanan kesehatan sedang melaksanakan tugas menyelamatkan para korban kecelakaan yang terjadi di tambang. Petugas investigasi pun sudah sibuk sejak ini mereka menemukan adanya kejanggalan di lokasi ledakan. Begitu sampai di tenda yang dimaksud, Nick segera mempersilahkan sang officer untuk duduk."Apa yang ingin Bapak sampaikan?""Kami hampir bisa memastikan bahwa apa yang terjadi bukan kecelakaan biasa akan tetapi kecelakaan yang sengaja direkayasa." "Maksudmu ada yang dengan sengaja ingin mencelakakan teman sendiri di proyek ini?" "Motifnya masih harus kami telusuri, akan tetapi yang pasti bukan kecelakaan biasa!"Nick mengangguk. "Secepatnya kumpulkan bukti, besok siapkan di meja saya." "Baik Pak, saya p
"Saya tahu, Ibu sedang berduka dan ingin bersama dengan orang-orang tersayang, kapan pun kalau Ibu berubah pikiran, Ibu bisa hubungi saya." Dengan berurai air mata Bu Ariyanto menganggukkan kepala. Akhirnya Nick pamit undur diri setelah memberikan tunjangan tunai dalam amplop yang cukup tebal. Suasana hati Nick makin menurun demi melihat kehidupan keluarga Ariyanto. Secara manusia sangat bisa dimaklumi jika istrinya terpukul, bagaimana bisa menghidupi tiga anak kecil yang masih membutuhkan banyak biaya untuk susu, pampers, makanan, sekolah, dan lain lain. Ironis!Dia yang berkecukupan di diagnosa dokter tidak bisa memiliki keturunan, alm Ariyanto yang harus berjuang untuk makan meninggalkan tiga orang anak balita! Semoga istri alm Ariyanto berubah pikiran dan bersedia memberikan salah seorang anaknya untuk Nick. Bagi Nick jika tidak memiliki anak kandung, setidaknya ada anak angkat yang akan meneruskan hasil kerja kerasnya. 'aku akan berusaha melunakkan hati Kania agar mau
"Aku tidak peduli siapa yang memang salah, begitu ada lagi wanita yang tak kuinginkan di kamarku, aku akan langsung memperkarakan kalian karena tidak menjaga kerahasiaan data pengunjung dengan benar!" Resepsionis itu mengangguk dengan takzim. "Kau tahu berapa denda yang harus kalian bayar jika itu terjadi?" Kembali resepsionis itu menggeleng. Nick pun tidak meneruskan pembicaraan mereka, 'belum tentu juga gadis itu yang salah,' batinnya lalu Nick langsung membalikkan badannya dan meninggalkan gadis resepsion yang memandangnya dengan mata bermimpi. Kembali Nick berjalan cepat menuju ke kamarnya yang baru. Sampai di kamar Nick masuk dan langsung berjalan lurus ke kamar mandi. Nick mandi lalu merebahkan diri di ranjang. Kelelahannya sudah mencapai puncak. Nick tahu kalau hanya fisik yang lelah saja tidak akan seperti ini rasanya, tapi ini adalah gabungan lelah jiwa dan raga. sejak menemui istri alm Ariyanto, Nick merasa betapa banyak ketidakadilan yang ada disekitarnya.Sebelum
"DI RUMAH SAKIT?" "I-iya Tuan, Non Kania di rumah sakit." "Sejak kapan, Bi?" "Sudah mulai kemaren Tuan, Non Kania itu dari kecil nggak pernah sakit tahu-tahu kok langsung opname.""Kemaren?" Nick langsung sibuk membuka pesan pesan dari Kania, dan ternyata memang pesan Kania itu bukan hari ini, tapi sudah dari kemarin.Nick langsung mencari tahu dimana Kania opname, walau dia merasakan tubuhnya sangat lelah akan tetapi tidak mungkin Nick bisa tidur jika belum tahu keadaan Kania yang sesungguhnya..Sebelum meninggalkan kamar Nicho, Nick mencium rambut halus yang memiliki harum yang khas, seketika Nick ingat bahwa dia pernah merasa harum Kania menenangkan, ternyata itu wangi baby, wangi Nicho.Nick berdiri diam, tak bergerak sedikitpun, dia masih merasa takjub mendapati kenyataan bahwa dia memiliki seorang anak laki-laki, darah dagingnya sendiri. "Jaga Nicho, jaga rumah baik-baik Bi, aku pergi ke rumah sakit dulu." "Baik Tuan." "Tidak ada titipan untuk nyonya?" "Oh iya, ada Tua
"Sakitku sudah mendingan, ehm.. sebenarnya saat aku tahu kau tidak lagi bisa memiliki keturunan, aku sudah ingin mengatakannya tapi saat itu kau seperti berusaha menjauhiku_""Niaa.." Nick berusaha memotong kalimat Kania, tapi gagal, Kania terus berbicara tanpa titik koma. " Jadi aku berpikir jika aku mengatakan tentang Nicho bisa jadi kau akan menganggap itu sebagai modus, masa iya saat kamu di diagnosa mandul, aku datang bawa anakmu, kebetulan banget kan," Kania bercericau seperti orang menggigau."Kita tunda dulu pembahasan yang ini, aku ingin tahu tentang kondisimu yang sesungguhnya," kembali Nick mengulang pertanyaannya.Kania menggigit bibirnya, tanda bahwa dia masih amat resah. "Aku nggak apa-apa Nick. Aku hanya ingin kau tahu bahwa yang terjadi dengan yang kuinginkan tidaklah sama, tapi mau bagaimana lagi?" Nick menangkup dagu Kania. "Nia, tatap mataku! Yang lain kita bahas nanti, sekarang aku hanya ingin tahu tentang sakitmu, clear?" Kania menatap Nick dengan mata berkac
Kania hanya mengangguk. Nick mengira Kania setuju sepenuh hati dengan apa yang diusulkannya, ternyata Kania membalikkan badan membelakangi Nick, lalu menutup mata. "Niaaa." Kania menjawab dengan gumaman, "ngantuk.""Niaa, ayolah kok jadi ngambek." "Nggak ngambek, Nia memang ngantuk, kamu pulang dulu aja, makasih sudah datang jenguk Nia," makin lama suara Kania makin pelan. Nick langsung membopong Kania lalu membawa ke kursi tamu yang tersedia. Nick tetap menahan Kania dalam pelukannya. Mereka berpandangan. "Aku melintasi ribuan kilometer untuk melihatmu, menemanimu, jangan abaikan aku." Kania tidak menjawab hanya memandang dengan bibir bergetar. "N-nia nggak mau dikasihani." "Whatt? Siapa yang bilang kasihan sama kamu?""Kania bukan wanita lemah, nggak apa-apa katakan saja yang sebenarnya, Nia bisa menerima." Mendengar perkataan Kania sorot mata Nick seketika memancarkan amarah. "Aku tahu kamu lagi sakit tapi itu nggak bisa jadi alasan buat ngomong yang nggak masuk akal