"Wah, kalian cantik sekali," ujar Mira sambil memeluk singkat Airel dan Airen secara bergantian. Tidak biasa memang ia melihat si Kembar memberikan sentuhan make-up pada wajah mereka. Keduanya terlihat sangat anggun dengan balutan gaun berwarna kelabu. "Terima kasih sudah mau datang."
Si Kembar tersenyum pada Mira yang mengenakan jepit rambut berwarna biru muda senada dengan warna kacamatanya. Temannya itu terlihat sangat manis dan lucu sekali.
"Kami yang seharusnya berterima kasih padamu," balas Airel.
"Benar," imbuh Airen. "Semoga saja Sukma mau memberikan keterangan yang sangat membantu."
"Semoga," balas Mira dengan senyuman tipis. "Selesai acara ini kita bisa langsung berbicara dengannya. Dia juga sudah setuju."
"Ternyata pergerakanmu cepat juga ya. Dan kali ini, itu bukan hal yang gegabah," kata Airen.
Mira memutar malas bola matanya lalu sedikit mencebik. Ia tahu Airen sedang mencandainya.
"Tapi aku harus minta maaf pad
Acara peresmian hotel ayah Mira telah selesai. Acara itu menjadi buah bibir tamu undangan karena kemegahannya. Banyak yang menggadang-gadangkan hotel itu akan terkenal. Selain karena tempat yang strategis, hotel itu juga memberikan penawaran fasilitas yang banyak dan tentu saja memanjakan pengunjungnya.Setelah mengikuti acara peresmian sampai usai, si Kembar dan Alfie berpisah. Alfie diajak oleh ayah Mira untuk berbincang dengan teman-teman mereka yang lain di lounge bar hotel, sedangkan si Kembar berjalan menuju salah satu koridor untuk mencari sebuah kamar. Sebelumnya Mira telah memberikan mereka sebuah kartu akses untuk masuk ke kamar tersebut. Akhirnya mereka pun sampai di kamar nomor 705, sesuai dengan yang diminta Mira. Sebuah kamar yang tak jauh dari pusat acara. Mira meminta mereka untuk menunggu dirinya dan Sukma di kamar."Hey, tunggu!" Terdengar teriakan laki-laki dari arah belakang si Kembar. Teriakan itu mampu menahan mereka agar tetap b
Melihat sikap angkuh Sukma pada Johan, membuat Airen sedikit kesal pada pantomimer wanita itu. Ia tak menyangka Sukma memiliki sikap yang buruk. Padahal saat menampilkan pertunjukan di acara peresmian, Airen sangat kagum dengan kepiawaian Sukma memainkan perannya. Dari pertunjukan itu, ia mengira Sukma adalah wanita yang lemah lembut dan ramah. Ternyata dugaannya salah. Mungkin ia harus setuju dengan istilah panggung pertunjukan bisa mengubah kepribadian para pelakon. Mereka hanya tinggal memakai topeng karakter yang ingin mereka tontonkan.Kini mereka berlima telah masuk ke dalam kamar dan duduk di kursi beludru yang melingkari meja kaca. Meski begitu tatapan Airen pada Sukma sedikit tidak bersahabat. Kalau bisa memilih, ia merasa lebih baik pulang daripada berbicara dengan orang yang sombong. Lagi pula untuk sebatas keterangan, mungkin ia bisa menemukan jawaban di tempat yang lain. Tetapi mengingat kembali tujuan awal dirinya dan Airel yang ingin mencari informasi sendiri d
Setelah perbincangan dengan Sukma selesai, si Kembar diminta Alfie untuk segera menemuinya di basemen hotel. Katanya ada hal penting yang ingin ia sampaikan."Sudah berapa lama Paman menunggu?" tanya Airel setelah memasuki mobil.Alfie yang duduk di kursi depan tak langsung menjawab. Ia masih fokus dengan tablet di tangannya. "Belum terlalu lama," katanya setelah merasa cukup lama menunda jawaban."Kita akan kemana lagi?" timpal Airen ragu-ragu."Paman rasa kita harus pulang," balas Alfie tanpa memalingkan pandangan dari benda pipih berbentuk persegi panjang yang masih dipegangnya.Si Kembar hanya memilih diam dan menuruti Alfie. Setelah beberapa menit membisu, Alfie pun menyerahkan tablet tadi pada Airen yang duduk di sebelahnya. Ia pun mulai mengendarai mobil."Tadi Paman mendapatkan informasi dari Ethereal mengenai beberapa orang yang sedang mereka selidiki, dan di antaranya termasuk orang- orang yang sedang kalian cari.""Apakah P
Airen merapikan rambutnya yang mulai jatuh dari telinga. Menyelipkannya kembali agar tidak menutupi sebagian wajah.Ia pun menggeser lagi layar tablet yang ada di tangannya. "Data ketiga ini berisi informasi detail seorang gadis yang sedikit membuatku kaget. Namanya Kanaya," ujarnya sambil menatap Airel sekilas. "Awalnya kumengira usianya di atas kepala dua karena fotonya terlihat lebih dewasa. Ternyata aku salah. Usia aslinya baru saja menginjak enam belas pada tahun ini. Selain itu yang membuat menarik adalah kembarannya. Kanaya memiliki kembaran berbeda gender yang bernama Frans.""Apa yang menarik? Bukankah kembar fraternal itu sudah biasa terjadi, bahkan persentasenya lebih tinggi dari kembar identik seperti kita," sanggah Airel."Ya, kau benar soal itu," kata Airen, "tetapi yang kumaksudkan dengan menarik di diri Frans bukanlah tentang dirinya sebagai kembar, melainkan bakat yang ia miliki."
Sebuah fakta tentang dua pasang kembar yang memiliki kegemaran serupa memanglah jarang sekali. Namun itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Contohnya Sukma dan kembarannya serta Kanaya dan Frans, keempatnya menyukai karakter Arsene Lupin. Walaupun mereka tumbuh menjadi karakter yang berbeda-beda, tetapi karakter fiksi Maurice Leblanc itu mampu menyatukan mereka.Airel yang baru menyadari fakta itu masih tersenyum tipis. "Aku semakin mengerti permainan ini dan bagaimana ia memainkannya," ujarnya santai tapi penuh penekanan."Apa yang kau tangkap?" selidik Alfie.Airel memasang tampang penuh percaya diri. "Bisa jadi Paman Yofi dan Anggi bukanlah target Dokter Hardian sebenarnya. Mereka hanya sebatas figuran yang pas untuk mengisi alur cerita yang dibuat oleh si penulis dalam pertunjukannya.""Kenapa kau bisa menyimpulkan demikian?""Di dalam buku merah terdapat berbagai cerita atau tulisan yang merujuk pada beberapa orang. Namun
Airel sedikit heran dengan Dokter Doni yang mau datang ke rumahnya. Padahal jarak rumah mereka terbilang cukup jauh. Sebegitu pentingkah kabar yang ingin disampaikan?Airel menatap lekat wajah sayu lelaki paruh baya itu yang kini telah duduk di hadapan. Romannya tampak lelah dengan mata cekung dan area hitam di sekitar mata. Berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu."Anda baik-baik saja, Dok?" tanya Airel sedikit khawatir.Dokter Doni tersenyum. Ia bisa merasakan kekhawatiran dari pertanyaan Airel. "Apa yang ingin aku sampaikan ini jauh lebih penting dari kabarku."Dahi Airel mengernyit. "Tidak perlu berlebihan seperti itu, Dok. Aku bahkan belum mendapatkan petunjuk dari apa yang ingin Anda sampaikan.""Kau masih ingat pertemuan terakhir kita?""Ya," balasnya singkat dan berusaha mencari tahu arah pembicaraan Dokter Doni. Setelah mengingat sesaat, sepertinya ia sudah cukup mengerti."Apakah kalian tahu inti
Sesuai saran yang diberikan oleh Dokter Doni, Airel dan Airen pun langsung menghadap ke Inspektur Yoga untuk meminta bantuan. Inspektur itu memasang wajah bingung saat menerima berkas yang diberikan si Kembar. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya ada di pikiran dua gadis delapan belas tahun itu.Setelah membaca berkas tersebut, Inspektur Yoga menatap si Kembar dalam-dalam. "Kenapa kalian tidak pernah membicarakan hal ini terlebih dulu padaku? Aku sedikit bingung kenapa kalian meminta bantuan Dokter Doni yang bahkan ini bukan bagian dari bidang kerjaannya.""Maaf, jika terkesan lancang. Memang tidak sepatutnya sipil seperti kami melakukan ini," jawab Airel."Aku sebenarnya tidak kuasa berbicara mengenai aturan.""Tapi, yang kami lakukan ini memberikan hasil yang baik untuk penyelidikan. Kita mendapatkan keterangan tambahan, kan?" potong Airen."Tidak sepatutnya kau bicara demikian," sahut Inspektur Yoga dengan menden
Dari balik kaca jendela mobil, Airel mengamati keadaan tempat sekitarnya. Tampak beberapa jenis bangunan; pangkas rambut, kafe, toko kacamata dan toko parfum berderet rapi. Setiap bangunan memiliki tanaman hijau di bagian depannya. Meskipun hanya sebuah kota kecil, tetapi penataan bangunannya begitu rapi dan enak dipandang. Semuanya tertata sedemikian apik sesuai tempatnya. "Semenjak masuk ke kota ini kau terus sibuk mengamati. Sebenarnya apa tujuan kita datang kemari?" tanya Airen yang duduk di kursi kemudi. "Jalan-jalan," balasnya tanpa beban. "Aku sedang serius, Rel," gerutu Airen, "aku tahu kau tidak mungkin mencari hiburan di tempat seperti ini. Tempat yang cocok dan nyaman untukmu hanyalah perpustakaan dan museum atau sejenisnya.""Kau bawel sekali.""Bawel?" Airen membeo. "Apanya yang bawel? Aku hanya ingin tahu apa yang sedang kulakukan."Airel pun tersenyum dan mengalihkan pandangan ke adiknya. Sorot matanya serius lalu berkata, "Inspektur Yoga memberitahuku ada informasi