"Baik anak anak, ibu cukupkan pembelajaran kita hari ini dengan mengucap Alhamdulillah." salah satu ustadzah menutup jam pelajaran nya di kelas.
"Alhamdulillah," jawab anak anak serentak, suaranya mengisi ruangan itu.
Ustadzah Ainun menutup daftar hadir yang ada diatas meja. "baik, setelah ini silahkan persiapkan hafalan kalian ya. Ustadzah persilahkan untuk lanjut ke jam pelajaran berikutnya, yaitu tahfidz."
Anak anak santriwati menyiapkan Al Qur'an dan sebuah buku yang berisi laporan hafalan masing masing, tak lupa mereka menyiapkan sebotol air mineral untuk dibawa ke halaqahnya.
"Aya, Aya, tunggu..." Kyra mengejar langkah Ataya yang semakin cepat berjalan ke arah luar. Kyra, salah seorang santriwati pondok pesantren Darul Haq yang terkenal sangat ceria. Saat ini, ia duduk di kelas 10. Dirinya sangat dekat dengan Ataya, gadis remaja yang sudah ia kenal sejak masih di bangku sekolah dasar dulu. Ataya, biasa dipanggil Aya disana. Ini bukan pengalaman pertama bagi Kyra dan Ataya untuk hidup di sebuah pondok pesantren. Keduanya, memang sudah dibiasakan hidup sendiri jauh dari kedua orangtua sejak masih di jenjang SMP. Pondok pesantren Darul Haq ini sendiri, rupanya pondok pesantren milik Abah (panggilan Kyra untuk kakek nya). Sejak kecil, Kyra memang hidup dibawah asuhan omah dan abah nya. Umi dan abi Kyra, sudah meninggal dunia saat Kyra masih berusia 7 tahun. Keduanya meninggal karena kecelakaan pesawat usai pulang dari tanah suci, Makkah Al Mukarramah.
"Iya? Kenapa?" Ataya menoleh ke arah belakang, langkahnya pun terhenti. Kyra terlihat masih sedikit repot dengan barang barang di tangannya. Ataya pun akhirnya menghampiri untuk membantu.
"Sini sini ah, gini aja repot kamu mah," Ataya mengambil paksa botol minum milik Kyra. Ia berencana membawakannya.
"E-e-eh, kamu gak keberatan itu? Bentar ya, Kyra mau kumpulin tugas pelajaran tadi ke ustadzah Ainun." Kyra berlari cepat memasuki kembali ruangan kelas itu. Sepertinya, Kyra lupa mengumpulkan tugas di pelajaran tadi.
"Aish, buru ah." Ataya menggelengkan kepalanya, selagi Kyra berlari memasuki kelas. Ia terlihat lelah menyaksikan tingkah temannya yang sangat pelupa itu. Dengan cepat Kyra menyerahkan buku tugas nya ke meja guru. Disana, ustadzah Ainun masih menunggu sembari mengoreksi buku - buku tugas yang sudah dikumpulkan.
"Iya...udah nih." gadis itu pun akhirnya keluar dan kembali menghampiri Ataya yang menunggu di koridor kelas. Keduanya pun berjalan mengunjungi halaqahnya yang berada di depan kantor guru. Terlihat para santriwati tengah sibuk dengan Al Qur'an nya masing masing, duduk membuat sebuah lingkaran. Kyra dan Ataya pun, ikut bergabung disana melengkapi tempat yang kosong. Tak lama, ustadzah Aulia yang merupakan pengampu kelompok tahfidz Kyra, datang menyapa anak anak nya.
"Assalamualaikum," sapanya membawa sebuah meja lipat dan Al Qur'an di tangan kiri
"Wa'alaikumussalam," jawab para santriwati berbarengan. Ustadzah Aulia pun, mulai membuka meja lipat nya dan meletakkan barang barang di atas sana. Di pagi menjalang siang itu, tepatnya saat jam menunjukkan pukul 10.15, pondok pesantren Darul Haq terutama di gedung santriwati, ramai dan ricuh dengan suara lantunan ayat Al Qur'an. Suara suara itu, seakan tak mau mengalah satu dengan yang lainnya. Merdu sekali.
***********************************
/Kringgg, kringgg
Bel berbunyi sangat nyaring, menandakan tibanya waktu makan siang. Ustadzah Aulia menutup halaqahnya siang itu. Para santriwati telah menyelesaikan jam tahfidz, kini saatnya mereka pergi ke ruang makan untuk makan siang.
"Aya, Kyra kepengen makan rendang euy. Udah lama gak makan, tapi gak mungkin sih mbak masak rendang siang ini. Gak mencium bau bau bumbu rendang perasaan," ujar Kyra berjalan bergandengan dengan Ataya menuju ruang makan. Sesekali, Kyra menatap mata Aya.
"Eummm, aku malah kepengen bakso. Ahh, seger pasti. Rendang seret, gak like," saut Ataya yang sedang membayangkan semangkuk bakso, yang merupakan makanan favorit nya.
"Yeuu, bakso mulu ah. Enak sih, tapi siang siang gini kayaknya kurang mantep deh." Kyra menolak setuju dengan pendapat Ataya. Keduanya memang suka sekali menebak nebak, padahal tak lama lagi Kyra dan Ataya tiba di ruang makan.
"Ngomongin bakso, aku inget abang deh. Dia kalo makan pas sakit, maunya cuma mie kalo gak bakso. Udah tuh, dua itu doang. Emang demen banget makan bakso orang itu," Ataya sedikit menceritakan kakak laki lakinya, hingga tak terasa Kyra dan Aya kini mulai memasuki ruang makan.
"Hehehe, emang seger sih bakso. Favorit sejuta umat," Kyra merespon cerita Ataya sebelumnya, itu bentuk ia menghargai teman nya yang bercerita. Keduanya memang sudah sangat terbuka satu sama lain.
"Ayo makan, makan. Sini, udah siap nih," ucap mbak Yanti mempersilahkan para santriwati yang baru saja datang untuk segera menyantap makanan. Hari ini, Kyra dan Ataya mendapat jadwal makan di satu nampan yang sama, bersama 3 orang teman lainnya.
"Eh, bukan rendang bukan bakso. Tau tau nya ayam again!" keluh Ataya berbisik melihat menu makan siang hari itu. Ia terlihat bosan dan tak tertarik untuk makan.
"Shtt, bersyukur eh, Alhamdulillah lho masih dikasih makan ayam. Udah yuk ah, makan." Kyra duduk melingkar dengan nampan yang ada ditengah. Sebelumnya, santriwati sudah mencuci tangan maisng masing sebelum memasuki ruang makan itu. Ataya pun ikut duduk di celah lingkaran. Sebelum makan, santriwati tak lupa membaca doa bersama sama. Meski hanya makanan yang sederhana, namun moment kebersamaannya inilah yang membedakan pondok pesantren dengan sekolah pada umumnya.
***********************************
/Allahu akbar, allahu akbar
Adzan merdu terdengar dari masjid. Dalam sekejap, suasana menjadi hening. Baik santriwati maupun santriwan diam menyimak adzan yang berkumandang. Tak lupa, setiap larik adzan mereka jawab. Semuanya diam khusyu hingga adzan selesai. Setelah selesai adzan, para santriwati mulai ramai mengantri untuk berwudhu di kamar mandi. Begitupun dengan Kyra dan Ataya.
"Kyraa,"
"Kyrr,"
"Heii, Kyra!"
Panggil kakak kakak kelas Kyra melihat Kyra yang berjalan menuju kamar mandi bersama Ataya. Nama Kyra memang sudah tak asing lagi disana. Kyra terkenal dengan gadis yang ramah dan sangat mudah sekali bergaul. Kyra memang sangat terbuka dengan siapa saja. Banyak kakak kelas yang tak segan menyapa saat melihat gadis ini.
"Haii," Kyra menjawab penuh antusias. Ia memiliki hubungan baik dengan kakak kakak kelasnya. Meski dirinya masih duduk dikelas satu SMA, dan merupakan adik kelas terkecil dijenjang ini.
"Widih.... Fansnya dimana mana," ledek Ataya sedikit menyenggol lengan Kyra.
"Hiih, bukan fans ah. Buruan hayuk ngantri, keburu makin panjang." Kyra menarik tangan Ataya dan mengajak nya untuk mempercepat langkah agar bisa tiba di kamar mandi jauh lebih cepat.
"Astagfirullah, yang sabar toh mbak." Ataya terkejut mengetahui tangannya tiba tiba ditarik paksa oleh Kyra.
***********************************
/Tok tok"Assalamualaikum, yuk bangun yuk. Kita shalat tahajud." ketukan dan suara seorang kakak kelas terdengar dari balik pintu. Di sepertiga malam tepatnya pukul 03.15 pagi, kakak kelas yang bertugas hari itu, pergi berkeliling untuk membangunkan santri santri disana."Huaah, wa'alaikumussalam." Kyra menguap dan menjawab salam dari luar dengan lemas. Matanya masih cukup berat. Di kamar itu, biasanya memang Kyra yang bangun paling awal. Dirinya bergegas menuruni tangga, kebetulan tempat tidur Kyra ada di bagian atas. Tak lupa, ia merapikan kerudungnya dan pergi membangunkan teman teman sekamarnya yang lain."Ayaa, bangun bangun. Yuk bangun yuk bangun. tahajud , tahajud," ujar Kyra dengan suara yang sedikit keras hingga akhirnya mengusik telinga teman teman yang masih terlelap tidur."Ayo bangun yuk! Bangun guys, waktunya tahajjud," teriak Kyra sekali lagi, membuat teman teman yang masih tertidur pun akhirnya terganggu dan memilih bangun.
Di gedung santriwan,Hari itu adalah hari pertama bagi Abi di pesantren Darul Haq. Dirinya sungguh tak terbiasa dengan suasana disana. Abi memang sangat pendiam dan sulit sekali bersosialisasi dengan orang lain. Apalagi, dengan orang baru."Nah, ini teman baru kalian ya disini. Coba perkenalkan diri dulu nak." salah satu ustadz yang mengisi pelajaran pertama abi, mempersilahkan abi untuk memperkenalkan dirinya. Abi cukup canggung, sejak tiba di pesantren Darul Haq kemarin, jumlah Abi berbicara bisa dihitung dengan tangan. Abi mengangguk pelan menyutujui permintaan ustadznya."Assalamualaikum." Abi memulai dengan salam, mata dan pandangan nya masih tunduk ke arah lantai."Wa'alaikumussalam," jawab teman teman dan ustdznya serentak."Nama saya Abian Airuz Aldari. Saya duduk di kelas 12," ujarnya sangat singkat. Tiba tiba ia terhenti, ia kebingungan memperkenalkan dirinya. Keringatnya pun mulai menuruni dahi, terlihat sangat gugup.
"Eh, besok bahasa indonesia bukan?" Kyra memulai pembicaraan di kamarnya. Para santriwati kini sudah berada di kamarnya masing masing, sebenarnya ini sudah waktunya mereka untuk tidur. Bel pun sudah berbunyi, tapi Kyra dan teman teman sekamarnya belum mengantuk."Eh, iya.""Ho oh.""Iya," jawab Ataya dan beberapa temannya berbarengan."Wawancara kan berarti?" Kyra mengangkat tubuhnya bangun, ia terlihat cukup antusias."Yoi.""Iyap.""Ho oh.""Iya kayaknya," jawab Ataya mengikuti temannya yang lain."Yeah, gak sabar, ah." Kyra kembali berbaring. Kini punggung bagian belakangnya sudah bersentuhan dengan ranjang mpuk yang diselimuti sprei polos."Dih, kamu mah suka ya kalo ada tugas wawancara?" tanya Ataya."Tau ih, suka banget keknya kalo ada tugas wawancara," sambung temannya."Ho oh, aku tak tertarik. Malas kali lah," ujar teman lainnya melengkapi"Seru lah, bisa keliling keliling pondok. Ket
"Kyr, Kyr. Tugas yang ini udah selesai?" tanya seorang teman yang tiba tiba datang ke mejanya. Sebuah buku tulis terbuka di hadapan Kyra. Beberapa soal ditulis menurun dan masih kosong tanpa jawaban."E-eh, udah kok." Kyra yang tengah sibuk merapikan meja pun terkejut."Tuh ambil aja buku latihan Kyra. Jawaban Kyra bener tadi Alhamdulillah." dagunya sedikit ia angkat, mengarah pada buku tulis di pojok mejanya."Sip, makasih," jawab teman itu, kemudian membawa buku catatannya pergi. Itu bukan masalah yang besar bagi Kyra. Gadis kecil ini sangat suka jika bisa membantu teman teman sekelasnya./Tokk, tokkk"Assalamualaikum, haii hai. Coba liat sini dulu." Kyra bangkit dari duduknya. Ia mengambil sebuah penghapus papan tulis dan sesekali mengetuknya ke atas meja guru, ia mencoba meraih perhatian teman temannya sebentar."Wa'alaikumussalam," jawab teman temannya serentak. Seketika, mereka menghentikan aktivitasnya, dan memfokuskan perhatian pada
"Ini sampai kapan sih kayak gini?" tanya seorang santriwan dalam pikirannya sebelum menikmati tidur malam yang panjang. Ya, itu Abian. Abian memang jarang berbicara, namun sebenarnya seribu satu pertanyaan sedang berlalu lalang di pikirannya. Santriwan lain sudah mulai bermain dalam dunia mimpinya masing masing. Tapi tidak dengan Abian. Menatap langit langit kamar yang luas, ia berbaring diatas ranjangnya. Hari itu, Abian mendapat tempat tidur di bagian atas. Ia sebenarnya, sangat tidak nyaman tidur di kasur yang tinggi, ia juga tak bisa bebas bergerak, karena kayu yang menyangganya itu sering kali berbunyi, ia tak mau mengganggu teman di bawah yang sedang tidur. Perlahan Abian bangun, kamar sebenarnya sudah gelap, tapi Abian sangat menyukai suasananya. Suasana yang jarang sekali ia dapatkan semenjak menjadi santriwan di pesantren itu. Abian gunakan waktu malamnya untuk introspeksi diri, mencoba menyelesaikan pertanyaan pertanyaan seputar hidup yang sejak tadi berlari lari di pikira
“Abi, nanti ke ruangan ustadz ya. Ada yang ingin ustadz sampaikan.” ujar ustadz yang selesai menyimak setoran hafalan Abi pagi itu. Abi hanya diam mengangguk dan pergi kembali ke tempat duduknya di halaqah. Kali ini Abi duduk menyendiri di pojok sambil bersandar ke pagar. Tak heran jika itu menjadi bahan perbincangan santriwan lain, Abi memang sependiam itu. Memang tak sedikit yang mencoba mengajaknya mengobrol, tapi hasiulnya sama saja.“Eh, ajak ngobrol sana. Kasian sendirian si Abi,” ujar salah seorang teman memperhatikan Abi duduk sendiri menggenggam mushafnya.“Lah, biarin aja udah. Dari kemarin juga udah diajak ngobrol sama aja. Emang gitu kali anaknya.“ balas temannya. Sepertinya, banyak santri lain yang malas menanggapi Abi. Sikapnya sangat dingin.“Ho oh, biarin aja udah. Emang dia nyamannya sendiri gitu kali. Ustadz juga ngebiarin. Udah, biarin aja.” Saut teman lainnya yang mendengar.A
“Kyr, nanti temenin ya ke gedung santriwan,” cetus Ataya saat sedang fokus menyelesaikan tugas prakarya. “Mau ngapain ke gedung santriwan?” tanya Kyra terkejut. “Biasa, uang saku Ataya abis. Kemarin Umma titipin ke abang. Ya, jadi mau ngambil uangnya ke abang.” “Owalah, jadi kamu gak megang uang saku sekarang?” “Sekarang masih, tapi tinggal dikit. Ya mungkin besok atau nanti sore. Ataya juga lupa uang yang sisa ada berapa.” “Oke, oke. Nanti Kyra temenin. Bilang aja kalo mau ambil ke gedung santriwan.” “Oke, thanks. Tapi eh tapi, Ataya gak tau kamar Abang sebelah mana. Haish, males sebenernya harus ngambil uang ke sana. Kudu nyari nyari kamar atau paling gak tanya sama ustadz.” Keluh Ataya. “Ya nanti ku temenin. Sanss, kita keliling gedung santriwan nanti.” “Jiakh, cuci mata ya kamu. Wuuuhh, iyooo makasih sebelumnya.” “Gak, astaghfirullah. Yooo, masama.” Selesai sudah obrolan
“Abangmu pendiem banget yaa, dingin dingin gimanaa gitu. Ngerii!!” ujar Kyra saat perjalanan kembali ke gedung santriwati.“Ho oh, emang gitu anaknya. Ngeselin kadang kadang, diajak ngomong kayak gak punya mulut. Diem aja,” balas Ataya merapikan kerdungnya yang sedikit berantakan.Keduanya pergi menuju kantin untuk membeli basreng favorit mereka. Anehnya, Kyra kini menjadi penasaran dengan sosok Abian yang sebenarnya, setelah tadi bertemu. Dia sebelumnya tak pernah melihat laki laki seperti Abian, sosok laki laki yang sangat menjaga pandangannya, dan sedikit berbicara. Benih benih kagum mulai tumbuh dalam benak gadis yang bernama Kyra itu.“Eh, iya abang mu kelas berapa? Lupa Kyra,” tany Kyra penasaran. Sebelumnya, Ataya sudah memberi trahu ia sepertinya, tapi sayangnya Kyra sangat pelupa.“Kelas 12, dia disini cuma setahun doang, habis itu lulus.”“Owalah, dah kela