“Kamu selalu begini padaku, apa maksudnya
?” tanya Zayn.“Tugas kita hanya membesarkan Arnav, menjadi orang tua yang baik untuknya, selain itu aku pikir enggak ada yang perlu kita bicarakan.”
“Kamu bahkan enggak mau jadi temanku?”
“Kenapa kita harus berteman?”
“Oke, Nad. Aku akan pergi dari sini, tetapi terima kasih karena telah mencintaiku setulus itu di masa lalu. Meskipun, sampai hari ini aku yakin kamu belum benar-benar melupakanku. Rasanya terlalu cepat menghapus semua kenangan yang kita ciptakan dulu.”
“Kalau, enggak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Aku harus pergi, masih banyak hal yang harus aku kerjakan. Kamu boleh duduk di sini, jika mau.”
Nada bangkit dari tempatnya, sedang Zayn benar-benar melakukan seperti apa yang Nada perintahkan. Duduk tenang di bangku sambil menatapnya menata bunga-bunga. Bahkan, kehadirannya benar-benar seperti tak berarti untuk
Nada begitu menikmati pemandangan di depannya. Sambil terus memasukkan tusuk demi tusuk sate ke dalam mulutnya. Sesekali tawanya pecah, melihat bagaimana anak-anak remaja perempuan begitu antusias dengan Ali.Padahal, pria itu sudah beranjak 40 tahun, Nada mulai mempertanyakan apakah selera remaja zaman sekarang sudah berubah haluan, menjadi pria matang yang bahkan lebih cocok menjadi ayahnya.Tidak terasa, 40 tusuk sate telah habis. Namun, sepertinya Nada masih saja ingin mengunyah sesuatu. Ia sedikit mual, karena terlalu banyak memakan daging. Sebagai pencuci mulut. Nada meneruskan kembali memakan salad buahnya yang masih tersisa banyak.“Bang bungkus 3 porsi lagi!” ucapnya.Sungguh kali ini setelah minum perutnya benar-benar merasa penuh. Jadi setelah pesanannya selesai dibuat. Ia memutuskan untuk berkeliling sebentar setelah menunaikan salat magrib.Namun, ia benar-benar kalap. Di festival pesta rakyat ini, banyak
“Siapa?”Saat itu bukannya menjawab. Ali justru hanya mengukir senyum.“Kepo!” katanya.“Sudahlah, lupakan saja! Kamu sendiri, kenapa makan begitu rakus? Apa perceraian itu membuatmu sakit hati, sampai-sampai melampiaskannya pada makanan? Kamu ini wanita macam apa? Di mana-mana orang galau itu enggak mau makan, bukan tambah nafsu.”“Enggak begitu, aku hanya sudah lama enggak mencicipi makanan ini.”“Hah? Apa suamimu segitu pelitnya sampai sate pun enggak sanggup dia belikan. Sini ayo! Aku ajak kamu makan 100 tusuk lagi!”“Ck, sudahlah. Kamu ini meledek terus, kamu pikir lambungku sebesar apa?"“Lah, memang besar ‘kan?”“Nyebelin ih, lagi serius masih saja bahas sate. Zayn bukannya enggak pernah membelikanku makanan ini dan itu. Hanya saja, kami memang jarang punya waktu untuk makan di luar?”“Kenapa?”&ldquo
“Siapa juga yang menunggu kamu, ck! Kepedean!” kata Ali.Tangan pria itu bergerak membuka kemasan teh, dan mulai mengecek 1persatu kantong di dalamnya. Tak puas dengan itu, Ali bahkan menghidu aromanyadengan sangat teliti.“Syukurlah, kalau dugaanku salah. Aku hanya takut, kamu semakintua, lalu memutuskan untuk tidak menikah.”“Memangnya kalau enggak menikah, kenapa?” kata Ali.Kali ini ia sambil memfokuskan pandangannya pada manik mata Nada.“Apa alasanmu, sampai enggak mau menikah?”“Aku sudah bilang, sedang menunggu seseorang. Kalau, orang itu enggakmau menikah, kemungkinan aku juga enggak akan menikah.”“Jangan mengharamkan sesuatu yang sudah Allah halalkan untukmu.”“Aku enggak tahu ada perintah seperti itu,” kata Ali, sambilmengalihkan pandangannya.Lantas, kembali mengecek teh-teh itu dengan lebih detail.“Boleh aku bu
“Yas, sana temani Ali! Nanti kalau ngantuk bahaya!” pinta Nada.“Enggak kamu aja, Mbak?”“Ish, kamu ini. sana! Mbak sama Abah dan Aira aja.”Nada sedikit mendorong Ilyas agar ia mau pindah mobil. Saat itu sambil mengisi bensin, mereka juga menyempatkan beristirahat di rest area. Ali tampak berbeda hari ini, jika biasanya ia nyaman dengan pakaian serba gelap.Malam ini ia memakai sweater berwarna denim, juga jeans dengan warna senada.Ia bahkan, hanya memakai masker wajah, sebagai upaya perlindungan diri, dari serangan fans yang mungkin akan meminta foto.“Kenapa lihat-lihat? Awas nanti naksir,” sindir Ali, sembari menarik sudut bibirnya ke atas.“Ya ampun, memang aku akui tingkat kepercayaan dirimu sudah di atas rata-rata. Ya, namanya juga artis!”“Lah, memang kenyataannya kamu lihat aku terus, ngaku aja sih!”“Cie, Mba
“Tanganmu dingin, jangan takut aku hanya membantumu berdiri, ayo!” ucap Zayn.Ia mengulurkan tangannya, sayangnya saat itu Nada hanya diam, ia memang tak terbiasa dengan suhu sedingin ini.“Untuk apa aku menyakitimu, Nad?”“Lalu, kamu pikir aku akan berpikir positif. Apa yang kamu lakukan ini enggak benar. Kamu datang bawa aku ke tempat sepi, kalau hanya ingin bicara kamu bisa datang baik-baik di rumah.”“Bagaimana kalau Abah dan Ilyas mengusirku.”“Itulah kenapa aku lebih memilih mengakhiri hubungan pernikahan di antara kita. Kamu selalu saja tidak tegas, kamu selalu takut pada hal-hal yang belum kamu coba. Bagaimana kamu bisa yakin, pada hal-hal yang kamu sendiri belum mencobanya?”Zayn memang tidak pernah mencoba untuk datang langsung ke rumah Ilyas, sejak perpisahan terjadi. Bukan apa-apa, ia hanya takut penolakan.“Seharusnya kalau memang kamu benar-benar ing
sudah terkulai lemas. Zayn bisa melihat satu detik sebelum wanita itu menutup matanya, ia sempat bertemu pandang dengannya.“Bawa dia ke bawah! Apa kalian ingin melihatnya mati kedinginan!” teriak Zayn.Ia bahkan masih saja memedulikan Nada dari pada kondisi tubuhnya yang terluka cukup parah.Zayn mencoba berdiri dengan bertumpu pada batang pohon, sayangnya baru saja ia mampu menegakkan tubuhnya, Ilyas justru mendorongnya.“Bangsat! Peduli apa kamu! kamu hanya pria mesum, kalau dia sampai mati. Kamu adalah orang yang harus bertanggung jawab! Kamu yang membawanya ke sini. Enggak ada otak!”Sekalilagi Ilyas menendang perut Zayn. Hilang sudah rasa hormatnya pada mantan kakak iparnya itu. Barulah ketika ia merasa puas dengan amarahnyapada Zayn, Ilyas segera membantu menggendong Nada. Ia tahu Nada tidak suka tubuhnya di sentuh laki-laki lain kecuali mahramnya.Jadi ia dan Abah berusaha menggotongnya sampai ke b
“Apa maksudmu berubah pikiran? Kamu akan menikah? Dengan siapa?”Zayn langsung saja memberondongnya dengan pertanyaan.“Ali.”“Jangan bercanda, bukankah kamu sudah bilang enggk akan menikah lagi?”Zayn justru menertawakan keputusan Nada yang dirasanya cukup konyol. Bagaimana mungkin dia memutuskan untuk menikah dengan seseorang semudah itu. Bahkan masa iddahnya saja baru selesai kemarin.“Memangnya siapa dia? Kenapa kalian begitu akrab? Oh, atau jangan-jangan kamu meringankan hukuman untuk Arnav, karena memang kalian punya hubungan dari awal?”Merasa tak terima dengan tuduhan Zayn, Nada sedikit mengeraskan suaranya.“Zayn jaga bicaramu! Aku enggak sehina itu.”“Sekarang, kalau sudah begini apa bedanya kamu denganku Nad?”“Sialan! Sudah jelas beda, kamu ini hanya pria mesum yang pintar memanfaatkan keadaan. Semalam saja kamu ingin me
“Kasih aku waktu, Al! Aku janji akan menyelesaikan semua ini secepatnya.”“Aku sanggup menunggumu, bahkan jika itu harus menghabiskan waktu seumur hidupku, tapi kenapa kamu bisa sekejam itu?Menyia-nyiakan seumur hidupku hanya untuk hubungan yang setengah hati.”“Aku sudah bersamanya belasan tahun. Bukan berarti aku masih mencintainya. Ini hanya tentang melepas kebiasaan yang telah melekat dalam hidupku. Ini berat untukku Al, tapi di sisi lain aku juga enggak mau terus berada di posisi ini.”“Kamu ingin bagaimana? Dia melecehkanmu semalam, dan kamu masih saja berbaik hati padanya. Apa namanya kalau bukan saling mencintai?”“Dia enggak melecehkanku, dia menolongku. Kamu tahu dia membakar tangannya hanya agar dia menekan hasratnya saat bersamaku. Jikapun hari ini sikapku menunjukkan kepedulian, itu hanya sekedar balas budi.”Ali terdiam saat itu. ia masih belum mengerti kejadian s