Malu rasanya karena semua aibku dibongkar di depan umum, merasa ditelanjangi tanpa ampun. Dibongkar semua tanpa terlewat. Kejam memang si Wildan.Tuhan saja yang maha pencipta masih mengampuni segala kesalahan hamba-Nya, tetapi tidak dengan orang-orang sombong itu. Mereka seolah bangga menunjukkan bahwa mereka semua hebat, dengan cara menjatuhkan keluargaku hingga ke dasar yang paling dalam.“Ternyata begini kelakuan asli Mas Arya. Duh, nyesel udah belaian tadi!” celetuk Bu Hilda akhirnya.“Iya, lagunya doang sok kaya. Ternyata kere. Udah kere sok-sokan nikah lagi. Buang berlian demi mengutip pecahan kaca!” timpal si ibu berkacamata.“Hu’um. Kirain kaya punya sendiri. Nggak taunya punya istri, dan sombongnya juga minta ampun waktu masih jaya. Ambrukin aja rumahnya, Pak. Biar mereka tau rasa dan nggak jumawa!” Beberapa alat berat yang Ayah bawa mulai kembali bergerak. Tangis Ibu semakin terdengar menyayat, sedangkan Wildan beser
Lelaki dengan alis tebal serta bulu mata lentik itu tertawa mendengarnya. Dia kembali menoleh menatapaku, tersenyum manis membuat diri ini menjadi salah tingkah.“Ma—maksud aku, lagi mikirin kamu, karena penasaran siapa kamu sebenarnya, Vir!” ucapku meluruskan, khawatir dia ke-geeran dan berpikir yang tidak-tidak.“Oh... Kirain. Ampe geer aku, La!” Dia menggaruk kepala yang sepertinya tidak gatal. Duh, kasihan.“Vir, aku mau nanya. Tapi tolong jawab dengan jujur. Sebenarnya kamu ini siapa?” “Aku siluman Harimau dari Gunungkidul!” Pria berkulit bersih itu kembali tertawa renyah.Enak banget hidupnya. Semua terasa ringan, dan seperti tidak memiliki beban. Setiap hari bisa tertawa, bercanda ria tanpa harus memikirkan kehidupan yang teramat pelik seperti diriku.“Aku serius, Virgo? Jangan-jangan kamu memang bukan supir atau bodyguard ya? Aku curiga kalau kamu itu sebenarnya anak orang kaya!” “Kalau iya memang
“Bi anterin aku jalan-jalan bisa nggak? Soalnya hari ini Virgo nggak dateng,” ucapku sambil melingkarkan tangan di pinggang Bi Sarni dan menyandarkan kepala di bahunya.“Bisa, dong. Apa sih yang enggak buat Enok. Ya sudah. Buruan mandi, ganti baju, dandan yang cantik habis itu sarapan!” Dia menarik gemas hidungku.“Baik, Komandan!” Turun dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi dan segera mengguyur tubuh.Memantas diri di depan cermin. Menatap pantulan wajahku yang sebenarnya terlihat cantik. Mungkin karena pincang jadi jarang ada laki-laki yang mau mendekati. Bahkan Kak Irsyad yang katanya cinta juga aku tidak begitu percaya, sebab setiap dekat dengan dia, ada saja musibah yang menimpa, seolah kejadian itu disengaja.Aku harus sembuh dan kembali normal. Supaya bisa seperti perempuan lainnya. Hidup bahagia, menemukan pasangan yang memang mencintai dengan setulus hati, bukan karena mencintai uang ayahku.Setelah selesai sarapan Pak sopir segera mengantar ke pusat perbelanjaan. Da
Pintu ruang tindakan terbuka lebar. Seorang pria beralmamater keluar sambil mengulas senyum, dan Mas Arya segera beranjak bangun menghampiri dokter yang aku taksir masih berusia tiga puluh lima tahunan itu.“Bu Siska dan bayinya baik-baik saja, Pak. Hanya saja ada sedikit kabar tidak mengenakan yang ingin saya sampaikan kepada Bapak tentang ibu.” Dokter berujar sembari memasukkan tangannya ke dalam saku jas yang sedang dia kenakan.“Ada apa, Dokter. Silakan bicarakan saja.”“Mari Bapak ikut ke ruangan saya, karena tidak mungkin saya mengatakannya di tempat umum seperti ini!”Dokter berwajah tampan itu lalu tersenyum ke arahku, mengayunkan kaki meninggal ruang tindakan mengajak Mas Arya entah ke mana. Mungkin ke ruang pribadinya.“Udah, Nok. Kita pulang aja. Mumpung Mas Arya lagi nggak ada!” ajak Bi Sarni.“Enggak, Bi. Kalau kita pulang sekarang, pasti Mas Arya akan tambah besar kepala dan mengira kalau aku yang salah.
Aku menatap benda berbentuk bulat dengan mata berkilau itu, lalu menatap wajah Kak Irsyad yang sedang tersenyum kepadaku.“Maaf, Kak. Aku nggak bisa. Untuk saat ini, aku masih ingin sendiri dulu. Belum memikirkan untuk menikah lagi ataupun terikat dengan siapa pun!” tolakku secara halus, sebab belum yakin juga siap untuk mencari pengganti Mas Arya.Aku pernah dikecewakan oleh pria yang ada di hadapanku ini, karena malu mempunyai calon istri yang tidak sempurna. Sekarang, tiba-tiba dia kembali datang, mengharap cinta itu kembali di saat ada hati lain yang mulai menyemaikan cinta dalam sanubari.“Aku janji tidak akan mengecewakan kamu lagi, La. Aku akan menjadi calon suami yang baik. Percayalah!” Kak Irsyad mengambil tanganku, menggengamnya erat lalu mencium bagian punggungnya.“Tapi aku belum bisa. Aku masih trauma dengan kegagalan!”Terdengar helaan napas berat lelaki dengan wajah penuh kharisma itu. “Maafkan aku, La. Karena sudah melukai hati kamu dulu. Demi Tuhan aku menyesal dan
Kita harus segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada Ibu, supaya bisa cepat tertangani. Sebab kalau dari ciri-ciri fisik yang saya lihat, penyakit yang diderita ibu itu sudah lumayan cukup parah. Terlebih lagi saat ini istri Bapak sedang mengandung.Wanita yang sedang hamil dapat menularkan penyakit gonore ke bayinya saat melahirkan. Penyakit gonore juga dapat menyebabkan kebutaan pada bayi, atau mengalami infeksi mata yang parah akibat bakteri penyakit gonore. Makanya secepatnya kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut kepada Ibu, karena saya khawatir infeksi penyakitnya sudah menjalar ke rahim,” terang dokter panjang lebar, membuat dada ini terasa sesak seperti sedang terimpit benda berat.Jadi mungkin penyakit yang aku derita juga menular dari Siska, sebab kemarin ketika melakukan pemeriksaan juga dokter mengatakan hal yang sama. Ya Tuhan ....Sepertinya harus segera mengambil surat hasil laboratorium ke rumah sakit tempatk
“Silakan duduk, Bu?” Kupersilakan perempuan yang aku taksir berusia lebih dari setengah abad itu duduk, memanggil Siska tanpa memberitahu siapa yang datang. Mata bulat dengan iris hitam milik Siska terkesiap dengan kelopak membuka sempurna, saat melihat siapa yang bertamu. Sedangkan bocah berpakaian lusuh yang mengaku sebagai anaknya langsung menghambur memeluk istriku dan memanggil dia mama. “Aku bukan mama kamu. Kamu jangan ngaku-ngaku. Mana mungkin aku punya anak jelek seperti kamu ini!” Dengan kasar Siska mendorong tubuh gadis mungil tersebut, hingga bocah yang wajahnya mirip sekali dengannya itu jatuh terjengkang di lantai. “Mae, kamu itu dari dulu nggak pernah ada baik-baiknya sama anak. Biar bagaimanapun, Siska ini anak kamu! Kenapa kamu selalu kasar seperti ini sama dia. Kami jauh-jauh datang dari pelosok hanya karena Siska merengek minta ketemu mamanya, dan setelah sampai di sini kamu masih tetap saja tidak mengakui dia. Siska juga tidak pernah memaksa untuk dilahirkan, apa
Beranjak dari kursi plastik yang ada di teras, mengayunkan kaki masuk ke dalam kemudian merebahkan bobot di atas kasur lantai depan televisi karena malas seranjang dengan Siska. Geli rasanya kalau dia menyentuh tubuhku, apalagi saat ini dia sedang mengidap penyakit menular. Dia 'kan maniak. Tahu dirinya sakit juga masih tetap memaksa melakukan. *** Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap pergi ke kantor, karena ini hari terakhir menjalani training. Aku tidak mau sampai terlambat dan mendapatkan nilai buruk dari atasan. Pokoknya harus mendapatkan pekerjaan di sana, menjadi karyawan tetap supaya bisa kembali hidup layak dan bisa membayar hutang. 'Kan sayang kalau tanah Ibu juga diambil oleh rentenir, setelah bangunannya di robohkan oleh ayah mertua. Sepeda motor milikku menepi di parkiran PT Aliando Sejahtera. Sebuah mobil sport berwarna putih menepi tidak jauh dari tempatku memarkirkan sepeda motor. Seorang pria dengan wajah mirip sekali dengan Virgo keluar dari dalam mobil tersebut, l