Share

16. Aku yang Salah 1

RINDU YANG TERLUKA

- Aku yang Salah

"Aku bisa menjadi istri yang taat, Mas. Apabila Mas pun bisa menjadi imam yang kokoh bagi makmumnya. Selama kita menikah, mana pernah aku membantahmu.

"Tapi Mas sudah mengkhianati pernikahan kita. Mas, lupa komitmen yang kita bangun dari sebuah cinta. Keluarga kecil kita ternyata tidak bisa membuatmu berhenti. Kamu tak cukup hanya dengan satu wanita."

Daffa menatap frustasi pada istrinya saat Rinjani terus berbicara tentang kesalahannya dan berusaha mengelak dengan menahan dadanya. Semua kata-kata menusuk tepat di jantung, tapi tidak menyurutkan 'keinginan' yang kian menggebu.

"Rin," desis Daffa yang benar-benar sudah membara.

Rinjani puas melihat Daffa yang belingsatan. Apa setelah penolakannya, sang suami akan menggila di luar? Mencari perempuan itu, mungkin.

"Kamu memang begitu sempurna, Rin. Suamimu ini yang bajing4n. Namun lelaki brengs3k ini, nggak akan melepasmu. Maafkan mas."

"Egois kamu, Mas."

"Aku mencintaimu," ucap Daffa dengan netra memerah. Runtuh sudah wibawanya di hadapan sang istri.

"Jika mencintai nggak akan mungkin tega untuk mendua. Sehambar apapun ranjang kita atau sebesar apa permasalahan dalam rumah tangga kita, kalau cinta nggak akan pernah berpaling meski dengan alasan mencari hiburan. Apa kita punya masalah, Mas? Atau ada yang nggak Mas sukai dari caraku melayanimu?"

"Kita baik-baik saja. Kamu istri yang sempurna, Rin."

"Mungkin aku terlalu sibuk. Nggak lagi bisa seperti yang Mas harapkan. Kalau itu masalahnya, kenapa nggak kita bicarakan saja? Kalau sudah nggak ada rasa, kalau Mas jatuh cinta pada perempuan lain, Mas bisa melepaskanku secara baik-baik. Mungkin tetap sakit, tapi nggak akan sesakit ini. Nggak ada noda hitam dalam pernikahan kita."

"Bukan. Nggak ada yang kurang darimu. Mas saja yang brengs3k."

Rinjani menunduk di bawah dagu suaminya. Aroma mint menguar dan begitu familiar dari raga Daffa. Dia sangat menyukai itu, dulu. Sekarang yang tersisa hanya perih yang begitu menyiksa. Antara cinta dan luka.

"Mamaaa!" Teriakan Noval membuat Daffa menarik diri dari istrinya. Membenahi kerah hem dan mengusap tengkuknya untuk melepaskan ketegangan.

"Hai, Sayang!" Daffa membuka pintu lantas menggendong putranya yang telah berseragam rapi. Menuruni tangga diikuti oleh Rinjani. Noval menjadi penyelamatnya pagi ini.

Ia sadar tugasnya, paham dengan kewajibannya sebagai istri. Namun karena pengkhianatan itu dia menolak. Membuatnya mati rasa. Sampai detik ini, Daffa tidak mengaku apa yang terjadi dalam perselingkuhannya. Apa hanya sekedar makan, ketemuan di cafe, jalan bareng, ah bulshit. Bukankah isi chat perempuan itu begitu liar dan menjijikan.

Gadis kaya, berpendidikan tinggi, tapi kenapa begitu murahan di depan suami orang.

"Mama, melamun, ya!" tegur Noval sambil mengunyah nasi.

"Mama, sakit?" Telapak kecil itu menyentuh kening Rinjani dan di perhatikan oleh Daffa yang tengah sarapan.

"Nggak, Sayang. Mama nggak sakit." Rinjani menjawab disertai senyuman.

"Mama, sedih?"

"E-enggak." Rinjani kembali tersenyum. Ternyata berpura-pura bahagia itu sangat tidak mudah. Tidak ada luka yang lebih menyakitkan dari sebuah perselingkuhan. Dia selalu mendengar cerita dari rekan-rekannya tentang mertua dan ipar julid, tapi tidak semenyakitkan perselingkuhan pasangan. Dalam keadaan apapun jika suami tetap setia dan bisa memahami posisi sebagai istri di antara mertua dan ipar, maka dunia akan aman. Sebab dia bisa berperan sebagai tameng pelindung. Tapi bagaimana jika suami sendiri yang berkhianat?

Noval begitu riang karena Rinjani ikut mengantarnya ke sekolah. Membawakan tas dan menggandengnya masuk ke halaman sekolah. Begitu bangga saat teman-teman melihat dan menyapanya.

Sementara Daffa yang berdiri di samping mobil, memperhatikan dengan perasaan bersalah. Kenapa dia terlena. Kenapa dia membuat keluarga kecilnya hancur begini. Belum, belum hancur. Dan dia tidak akan membiarkannya hancur.

Rinjani mengantarkan hingga sang anak masuk ke dalam kelas. Kemudian ia keluar setelah Noval mencium tangannya dan ia mencium pipi lembut putranya.

"Tri, titip Noval," ucapnya pada Tini yang menunggu di luar.

"Njih, Bu."

Sambil melangkah keluar halaman, Rinjani menjawab sopan sapaan wali murid yang juga mengantarkan anak-anaknya. Entah mereka tahu apa tidak tentang permasalahannya. Tentang dirinya yang menyandang status mantan narapidana.

Kalau para tenaga pendidik pasti mengetahui. Tapi sepertinya mereka belum datang, karena terlalu awal Noval datang ke sekolah.

Daffa membukakan pintu mobil untuk istrinya.

"Mampir ke toko buah dulu, Mas," kata Rinjani setelah mobil meninggalkan sekolahan.

"Oke."

Toko buah langganan baru saja buka ketika mobil Daffa berhenti di depannya. Seorang laki-laki tua sedang menata keranjang di rak-rak bagian luar toko. Dia menyambut ramah Daffa dan Rinjani yang sudah lama menjadi pelanggannya.

Daffa membantu Rinjani memilih buah alpukat dan buah naga kegemaran Bu Tiwi. Juga membeli anggur hijau kesukaan Noval.

Pada saat bersamaan ponsel di tas Rinjani berdering. Saat dilihat, Dokter Ratih menelpon. Rinjani menjauh dari sang suami untuk menjawab telepon.

"Assalamu'alaikum, Dok."

"Wa'alaikumsalam. Apa kabar, Dokter Rin?"

"Alhamdulillah. Beginilah, Dok. Nggak bisa dibilang baik tapi juga nggak buruk-buruk amat." Rinjani tertawa sumbang di ujung kalimatnya.

"Tetap disyukuri, Dok. Masih diberikan kesehatan meski apapun yang kita hadapi. Bukan begitu? Seorang dokter pasti memprioritaskan kesehatan fisik dan mental."

"Apa saya ini masih pantas disebut seorang dokter?"

"Why not? Kasus Dokter Rin ini ringan banget kalau menurut saya. Dokter, diberhentikan juga karena ada udang dibalik batu. Rekan-rekan di sini sangat memahami emosi Anda saat itu. Kami menilai Dokter Rin bukan dari sisi profesi, tapi sebagai seorang perempuan yang dikhianati. Jangankan seorang dokter seperti kita, seorang pesohor dunia pun ada yang bertindak brut*l saat diselingkuhi. Logika terkadang tersumbat saat dalam hitungan detik kita dikejutkan oleh sesuatu yang menyakitkan. Don't blame yourself, Dok."

"Makasih banyak untuk pemahamannya tentang saya, Dok."

"Btw, setelah ini apa planning Dokter Rin selanjutnya."

"Saya ingin menyelesaikan urusan rumah tangga saya dulu. Tapi tetap melanjutkan karir saya setelah pikiran mulai tenang, Dok."

"Dokter Rin, ingin bercerai?"

Rinjani memandang Daffa yang masih berdiri menunggunya di depan toko buah. Dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, Daffa berdiri memperhatikannya.

"Maaf, saya nggak bermaksud untuk mencampuri urusan rumah tangga, Dokter. Tapi sangat disayangkan kalau pernikahan kalian harus berakhir. Saya pernah berada di posisi Dokter Rin kira-kira tujuh tahun yang lalu. Saat itu saya sedang hamil anak kedua dan dokter Doni ketauan selingkuh sama dokter koas.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
bingung kan Rin jadinya.. banyak yg menyuruhnya bertahan.. tapi Rin tersiksa dengan bayangan perselingkuhan.. apalagi tuh sundel bolong juga sering ngancem..
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
tambah galau Rin dapat wejangan dari dokter Ratih...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status