POV Lily
Tiga bulan sudah aku berstatus menjadi seorang istri dari Alfaricky Ramadhan. Alhamdulillah aku bahagia. Walaupun masalah rumah tangga selalu ada, tapi sampai saat ini kami masih bisa melewatinya.
Kami dalam perjalanan ke Purwokerto, mau memeriksakan diri ke dokter. Seminggu ini Mas Ricky mengalami gejala mual-mual parah setiap pagi. Tak ada sesendok nasi pun yang bisa masuk. Kalau dipaksa pasti muntah. Bahkan bubur ayam yang biasanya menjadi sarapan favoritnya ditolak mentah-mentah.
Akhirnya kami memaksanya ke dokter. Saat di bawa ke dokter yang praktek di Jatilawang, beliau malah menyarankan aku untuk diperiksa. Bahkan memberikan rujukan dokter siapa saja yang bisa aku hubungi. Karena menurut dugaan dokter Anwar, suamiku terkena gejala 'ngidam' alias aku hamil.
Setelah itu, aku langsung memborong 5 testpeck dan paginya kucoba semua dan hasilnya dua garis semua. Alhamdulilah. Karena itulah hari ini kami dalam perjalanan ke dokter k
Aku baru saja memarkirkan motorku di halaman rumah. Kulirik jam tanganku, pukul lima lewat lima menit. Segera saja aku masuk ke dalam rumah.Aku mengedarkan pandang mata. Tumben sepi, ngomong-ngomong duo krucilku mana? Mungkin sedang jalan-jalan dengan Eyang Kakung dan Eyang Putrinya. Jadi, aku memutuskan ke kamar dan segera mandi.“Bunda,”Aku tersenyum menatap ke arah dua gadis cilik, mereka langsung berlari ke arahku. Si sulung sampai lebih dulu, adiknya pun menyusul.“Bunda, Ina kangen,” ucap si sulung yang kini berusia tujuh tahun.“Ana juga kangen, bunda,” ucap si nomer dua. Alkana Betania Mehrunissa adalah nama yang kami berikan untuk putri kedua kami yang kini berusia tiga tahun.“Bunda juga kangen sama kalian,” ucapku dan memeluk keduanya.Kami bertiga masih berpelukan seperti Telletubies. Pelukan kami terhenti karena suara salam dari satu-satunya lelaki dalam keluarga ini.
Aku hanya bisa menahan kekesalanku. Demi Allah, ingin rasanya meluapkan segala amarahku tetapi aku memilih diam. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri. Cukup dia yang tidak tahu malu, bukan aku.Saat ini sedang diadakan reuni angkatan matematika beberapa angkatan. Mas Ricky tentu saja datang bahkan dialah ketuanya. Aku, ikut datang tentu saja. Selain karena di rumah aku tidak ada kegiatan apa-apa, aku juga rindu sama ketiga anakku.Ina sekarang menjadi dosen di almamaterku. Iya, dia jadi dosen kimia. Sementara adiknya Ana, kini sedang menempuh S2 matematika. Sementara Gamma, dia kuliah di Undip ambil teknik kimia. Eh, aku lupa bilang ya, kalau aku udah jadi nenek-nenek. Udah punya cucu cowok satu usianya kini tiga tahun. Meski udah beruban dan kerutan dimana-mana tetep gerakanku masih gesit. Makanya cucuku manggil aku neli alias nenek lincah."Dek. Kok gak makan?" Sebuah suara terdengar dan sedikit mengagetkanku."Males.""Eh, itu so
Seorang pemuda berusia 27 tahun tengah berjalan menelusuri perkebunan sawit milik PT. Nusa Bahtera yang berada di wilayah Kalimantan Selatan. Pemuda itu berpawakan tinggi tegap berkulit putih dan rambut cepak rapi. Sepintas mirip aktor korea Lee Min Ho.Bagas Surya Atmaja namanya, aslinya orang Jawa dan lulusan S1 Biologi. Dalam perusahaan ia menjabat sebagai tenaga ahli dalam urusan riset dan pengembangan teknologi. Tugasnya adalah memastikan kualitas sawit yang digunakan untuk produksi, bagus."Bagas." Seorang wanita cantik memanggilanya."Kenapa Na? Ada masalah sama hasil lab minyak sawit kita?" tanyanya dingin."Oh enggak. Aku cuma mau ngajak kamu jalan-jalan. Mau ya?""Oh sorry, aku udah ada janji sama Ricky nanti malem. Kita ada urusan penting.""Kamu tuh ya. Apa sih yang kurang dari aku?" Gadis bernama Nana mulai tersulut emosi."Aku ini ca
Hentakan suara musik mengalun memekakkan gendang telinga. Hampir semua orang baik lelaki dan perempuan berbaur tanpa etika. Belum lagi bau minuman beralkohol yang mengganggu indera penciuman.Seorang pemuda terlihat muak karena harus berada di tempat ini. Kalau bukan karena urusan pekerjaan malas sekali rasanya, dia menginjakkan kaki di tempat maksiat seperti sekarang."Oke Pak Toro kita sepakat dengan kerjasama kita kan?" ucap seorang pria berusia tiga puluh lima tahunan. Feri namanya."Saya sepakat. Pokoknya masalah pembukaan perkebunan baru, beres. Anda tinggal tunggu kabar baik dari saya," ucap Pak Toro.Keduanya bersalaman. Setelah itu, Pak Toro menghampiri beberapa wanita penghibur dan asik bermain dengan mereka. Huh, dasar bos-bos perut gendut doyan perempuan! Umpat Bagas dalam hati.Feri heran dengan raut muka Bagas."Kamu kenapa Gas, kecut amat mukanya."
"Sepi banget Bang. Pada kemana?" Bagas baru sampai kontrakan."Kamu tahu sendiri, Hasan udah pindah ikut Syarifah, Ricky sibuk ngurusi mutasi, Zidan sibuk pedekate, ya cuma kamu sama abang yang free," ucap Mateo."Hahaha. Benar juga ya Bang. Bagas masuk dulu ya. Mau mandi.""Oke. Mandi yang harum. Lumayan siapa tahu dirimu diapelin sama nyamuk betina. Hahaha.Mateo tertawa sedangkan Bagas hanya geleng-geleng kepala. Bagas lalu masuk ke kamarnya, membersihkan badan dan berbaring. Melepas lelah setelah seharian bekerja.Bulan-bulan ini Bagas sangat sibuk karena akan ada pengujian produk dari dinas kesehatan dan BPOM. Sebagai tenaga bagian riset dan teknologi, Bagas harus menyiapakan segala hal agar kualitas produk sesuai standar mutu. Pekerjaannya menjadi semakin menumpuk karena kemarin ada beberapa kesalahan dalam pelabelan waktu uji coba jadi Bagas dan timnya harus mulai menguji dari awal
Tak terasa hampir 8 bulan Bagas di Pontianak. Hidupnya memang terasa sepi tapi dia merasa lebih baik karena sudah tak diganggu lagi oleh Nana.Minggu kemarin dia baru saja ke Jawa mengunjungi sahabat baiknya yang baru saja menikah. Ternyata perjuangan hampir setahun lebih akhirnya sampai pelaminan juga. Bagas geleng-geleng kepala ketika mendengar Ricky pernah digigit ular karena insiden yang tak terduga. Bahkan menurutnya konyol dan tidak heroik sama sekali.Padahal dulu mereka berlima pernah mengalami insiden jatuh dari perahu motor bersama tiga penumpang lain dan ketemu buaya muara. Ricky menjadi salah satu pahlawan penyelamat mereka. Dia dan bang Mateo berupaya mengecoh bahkan menghalau si buaya yang hendak menerkam salah satu penumpang dan berakhir dengan tertangkapnya sang buaya.Berarti diantara semua teman sekontrakan tinggal Bagas yang belum menikah atau setidaknya memiliki pacar. Bagas menghembuskan nafas kasar. A
Bagas bernafas lega karena bisa lepas dari Nana dan rasa sialan itu. Rupanya air mendinginkan hasratnya. Mawar pun sudah duduk dan tidak lagi berpura-pura pingsan."Kita langsung ke mana Cin?" tanya Bara."Jangan ke apartemen aku Bang, kita ke rumah aku aja. Aku takut Kevin masih nyari aku.""Anda mau saya antar kemana?" Bara menanyai Bagas."Kost saya di daerah Patimuan," jawab Bagas pendek."Ckckck. Jauh itu sudah turunkan saja dia disini," ketus Mawar."Enak saja. Kamu harusnya berterima kasih sama aku yang udah menyelamatkan akting kamu. Kalau enggak. Beneran mati kamu.""Apa kamu bilang?"Mawar sangat marah pada Bagas, dia memukul Bagas tanpa ampun. Bagas pun mencoba menghindari amukan Mawar. Dengan mencengkeram kedua lengan Mawar.Ciiittttt. Brukk."Aw." Bagas dan
Bagas dan Mawar duduk sebagai tersangka di hadapan warga desa Bernai. Bingung harus ngomong apa karena memang mereka telah berbuat zina. Jadi mereka hanya diam."Loh ... loh ada apa ini?" Nenek pemilik rumah datang sepertinya dari kebun karena membawa berbagai sayuran."Nek. Nenek membiarkan mereka berzina di rumah nenek?" tanya seseorang yang ternyata adalah kepala desa."Lah kenapa memangnya, mereka kan cucuku.""Jangan bercanda, Nek. Kami tahu nenek tinggal seorang diri.""Iya, tapi kamu juga ingat kalau aku punya anak perempuan yang merantau ke Jawa, ini anaknya Sinai. Lihat ini mukanya sama kayak anakku."Nenek mengambil foto puterinya. Dan benar saja ternyata mukanya mirip dengan Mawar. Semua warga yang hadir mulai percaya dengan penuturan sang nenek."Mereka itu pengantin baru tahu. Lagi Honeymoon disini. Baru nyampe tadi malam. Malah kalian menggan