"Lelaki mana yang mau dengan perempuan gendut coba? Setiap laki-laki pasti akan malu punya istri seperti itu. Gak kebayang pas malam pertama, belum dicoba udah roboh tuh ranjang.""Minimal cantik lah, jadi gendutnya ketutup sama kecantikan. Lah ini? Udah gendut, udik lagi!"Carissa menatap dirinya di depan pantulan cermin. Putaran dari setiap hinaan itu bagaikan kaset rusak yang memenuhi otaknya, terus berputar tanpa henti. Sakit dan sesak sudah menjadi makanan setiap hari. Jika dikata kuat? Tidak. Ia sudah lelah dengan semuanya. Hanya saja selama ini ia kuat karena kedua orangtuanya. Karena mereka ... ia kuat seiring kaki itu melangkah. Namun, kenyataan itu lagi-lagi harus terhempas jauh-jauh. Dirinya ... jatuh kembali. Sosok penguat dalam hidupnya tak lagi bersamanya. Sang Ayah dan Ibu ... mereka bukanlah penguat dirinya. Mereka ... bukan orang tua kandung atas dirinya. "Apa aku sejelek itu?" tanyanya pada dirinya sendiri. Carissa semakin menatap lekat dirinya. Padahal pagi ini
"Adik?" Zavier mengangguk. "Terlalu fokus di dunia intertaiment membuatku melupakan adikku. Melupakan segala hal, sampai saat aku sadar atas semuanya ... aku ingin melepaskan apa-apa yang ada."Zavier Abizar Osean, seorang aktris di dunia intertaiment yang berhasil melepaskan karirnya. Ya, dia adalah aktor dengan sejuta bakat. Siapa yang mengira kalau preman yang sering meresahkan ini ternyata seorang Aktris terkenal? Yang mana amat di pandang oleh masyarakat? Amat dikagum dan dipuja oleh kaum-kaum muda? Lantas kenapa dia tiba-tiba berubah tampak seperti preman? Atau mungkin seperti seorang gelandangan dengan baju yang lusuh nan kotor? Carissa ingat pada foto yang sempat ia lihat. Di dalamnya ada Zavier, Ayahnya, dan Ibunya. Ah, ada satu lagi pria, mungkin itu adalah kakeknya. Kenapa Carissa bisa tahu? Karena keluarga Osean saat itu sedang naik daun, menjadikan keluarga tersebut benar-benar amat dikenal dan dihormati. Ayahnya yang berprofesi sebagai pengacara menjadi alasan orang-
Zavier melepaskan cekalan tangannya pada Carissa. Pria itu dengan refleks menyimpan telapak tangannya di kening Carissa, membuat sang empu menatap heran Zavier. "Apa yang kau lakukan?" tanya Carissa di tengah keadaan resah begini. Zavier, bukannya membantu pria itu malah menyimpan telapak tangannya di kening Carissa. "Aku takut otakmu koslet, jadinya memastikan---Aw!" Zavier meringis saat Carissa menginjak sandalnya, mana sakit lagi. "Kau kira aku tidak waras?" tanya Carissa dengan napas memburu. Padahal ia sudah mengatakan apa maksudnya, tapi pria itu... "Heh, yang kau bicarakan itu ngelantur! Bisa-bisanya kau melupakan orangtua mu," ucap Zavier. "Orang tua yang mana? Orang tua yang mengumumkan kalau aku udah mati, iya?" Zavier terdiam, mendengar Carissa tampak emosional membuat bibirnya tak berani berkata. "Dia bukan orang tuaku! Mereka ... hanya keluarga baik yang rela menampung anak seperti diriku ....""Kejadian kemarin yang terjadi ... itu dilakukan oleh adikku sendiri. Di
"Ya ... gak gitu juga konsepnya, Zav." Carissa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, mendengar penuturan tersebut membuatnya menggelengkan kepala. Menjadi gelandangan? Yang benar saja! "Tapi itu satu-satunya cara agar kita bisa menemukannya kembali," ucap Zavier. Carissa terdiam sejenak, menghiraukan ucapan Zavier yang malah membuatnya pusing saja. Bukan apa-apa, tapi ... jika konsepnya begini ya mana mau ia? Masa harus benar-benar menjadi gelandangan? Sudah fisiknya yang serba kurang, masa ditambah dengan hal beginian? Tidak, tidak! Membayangkannya saja sudah membuat Carissa akan menangis. Sebegitu menderitanya kah ia dalam menjalani hidup? Sampai-sampai dunia benar-benar membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya! "Menurutku ... kau tidak usah membantuku dalam hal ini," ucap Carissa setelah selain menit terdiam. "aku tidak ingin kau kena masalah lain nantinya."Dahi Zavier mengerut. "jangan anggap aku membantumu, tapi anggap aku yang bertanggung jawab karena sudah menghilangkannya!" Tau
Tuk! "Aw!" Carissa meringis kala Zavier dengan tiba-tiba menyentil keningnya. Perempuan itu menyentuh keningnya. "Kau mau buat wajahku sehitam kayak gimana lagi? Sedari tadi kau terus saja memberikan arang padaku!" Eh? Refleks Carissa tersadar dari apa yang telah ia lakukan pada Zavier. Terkejut muka Carissa saat mendapati wajah hitam diwajah Zavier. Benar saja perkataan pria itu, bahwa dirinya telah memperburuk wajah Zavier yang sebelumnya tampan. Bukannya minta maaf Carissa malah tertawa ngakak. "Wajahmu?" tanyanya tertawa lepas. Carissa benar-benar tak percaya ini. Yang ia lihat ini bukan Zavier, melainkan sosok manusia menyeramkan yang tampak seperti hantu saja. Yang terlihat hanyalah mata dan gigi putihnya. "Ish! Kau---""Maaf, aku benar-benar gak sengaja." Akhirnya Carissa berkata demikian. Melihat raut kekesalan Zavier membuat perasaan bersalah itu hadir. "Ck!" Zavier memutar matanya malas. Tanpa aba-aba ia mengambil sebuah kain yang ada di saku celananya. "bersihkan!"
Zavier kembali dengan dua botol minum ditangannya. Pria itu berinisiatif membeli minuman untuk dirinya dan Carissa. Namun, matanya mengerut karena tak mendapati Carissa ada di sini, ke mana dia? Zavier ingat bahwa Carissa duduk di gubuk ini, hal itu pula membuat Zavier tak khawatir apabila ia meninggalkan Carissa seorang diri, karena kebetulan ia pergi hanya untuk membeli minum. Tapi, saat ia kembali kenapa dirinya tak mendapati Carissa? Zavier menelusurkan bola matanya ke sekeliling, namun tak ia dapati Carissa. "Apa jangan-jangan dia pergi sendiri?" gumam Zavier menyimpan terlebih dahulu dua botol minum di dekat gubuk, pria itu kembali melirik sana-sini. "Atau aku tunggu saja di sini sampai dia datang sendiri?" tanyanya pada dirinya sendiri. Perasaannya semakin tidak enak saja, tapi juga ia tak punya pilihan lain selain berdiam diri terlebih dahulu. Karena tak kunjung datang Zavier memilih untuk tidur saja, lumayan, semalam ia kurang tidur jadi agaknya akan terasa nyaman apabil
Zavier menepuk jidatnya sendiri, masih mencerna atas ucapan Carissa padanya. "Zav, bantuin ya?""Apa kau tidak waras? Kau meminta buat langsing padaku? Yang benar saja!" Zavier menggeleng. "apa otakmu bergeser setelah keluar dari dalam toilet? Atau jangan-jangan otakmu terbawa arus bersamaan warna kuning---"Carissa melotot, perempuan itu mencubit punggung tangan Zavier, membuat bibir itu langsung terkatup. "Zav, kemarin kamu sempet nanya, apa aku gak mau balas dendam sama pria yang sudah menghancurkan hidupku? Kamu bahkan bilang bakal mau membantuku.""Kapan?""Tadi.""Aku tak pernah menawarkan," ucap Zavier keukeuh. "Dih lupa, kamu sendiri yang bilang itu kemarin.""Kau tidak pandai berbohong!" Zavier berdecak, apa-apaan perempuan itu, bilangnya tadi, lah kenapa jadi kemarin? "Aku tidak berbohong!" jawab Carissa tegas. Zavier menghembuskan napas gusar. Untuk hari ini niat baiknya benar-benar diuji! "Ayolah, Zav. Bantuin ya?" Carissa memegang lengan Zavier, memohon penuh agar p
"Zav, gimana? Apa berat badanku sudah turun?" tanya Carissa sembari menilik-nilik tubuhnya. "Ck! Yang benar saja? Hanya melakukan sekali tak memungkinkan langsung berubah jadi langsing Risa ...." "Kenapa? Kamu bilang tadi katanya lari di sore hari itu nurunin berat badan?""Memang, tapi gak harus sekali jadi, apa-apa juga kan butuh kesabaran dulu, jadi ... buat kamu yang kepengen turun berat badan, ya harus bersabar. Katanya orang sabar itu disayang Tuhan, nah kalo udah sayang kan bisa tuh minta doa?"Carissa tampak cemberut, bukan pada perkataan Zavier yang berhasil menyinggung dirinya melainkan pada pakaian yang dikenakan Carissa masih belum longgar. Huh, ternyata ucapan Zavier justru ada benarnya kalau dirinya harus bersabar lebih dahulu. Sekarang keduanya tengah duduk yang entah di mana. Yang jelas tempat itu kosong, tak ada orang yang berlaku atau melintas. Apalagi untuk kendaraan beroda empat dan dua, tidak ada sama sekali. Setelah tadi habis berlarian membuat keduanya beris