"Sialan!" teriak Arkan murka. Pria itu merasa tidak terima atas pukulan yang ia dapat dari laki-laki rendahan seperti Zavier, membuat pria itu hendak membalas pukulan Zavier, namun sebelum itu. "Udah, Ar! Berurusan dengan mereka hanya akan membuat mereka semakin gila." Wanita yang tadi bersama Arkan langsung menahan gerakan pria itu. "Tapi, San?""Udah, biarin aja! Lebih baik kita pergi daripada terjadi masalah lain," bisiknya membuat Arkan pada akhirnya menurut. Pria itu menatap tajam Zavier. "Kenapa, heh? Kau takut padanya?" tanya Carissa tertawa mengejek. "Dasar pria m****m!" Arkan mengeraskan rahangnya. Pria itu menatap tajam pula Carissa. Merasa benar-benar direndahkan membuat Arkan mengepalkan tangannya. "Ingat ini, Arkan! Apa yang barusan kamu lakukan akan aku laporkan pada Bianca! Biar dia tau bahwa ternyata pria yang dia cintai justru melakukan---""Siapa yang akan mengira kalau dia akan tau? Hah, wanita b0doh itu justru akan berlutut di bawah kakiku saking takutnya kehi
“Harusnya kamu bilang sama aku, Zav! Kenapa malah sembunyiin semuanya sendirian? Apa kau tidak mengerti kalau aku khawatir?”“Kak, bukan begitu. Tapi—-”“Lihat keadaanmu sekarang, aktris papan atas yang terkenal diberbagai televisi seorang gelandangan?” Dia Alan, tertawa lucu walau sebenarnya tidak lucu. “dan apa ini?” Alan menyentuh kalung rantai yang dikenakan Zavier, pria itu menariknya dari kaos yang dikenakan Zavier. “ kau seorang gelandangan apa preman?”“Kau tau artinya sedang trend? Nah, preman berkedok gelandangan ini sedang naik daun, jadi wajar saja aku melakukan cara begini.” Ucapan Zavier mendapat gelengan dari Alan. Tampak raut tidak percaya pada majikannya ini. “Bukan begitu Zavier … tapi yang kamu lakukan ini membuat semua orang merasa gempar, kau tidak tau kan apa yang telah terjadi 2 tahun setelah kepergianmu yang memilih pergi dari rumah?”“Aku tidak perlu tau dan tidak ingin tau!” ucap Zavier dengan cepat. Baginya semuanya hanyalah kemuakan! Ia sudah muak atas apa
“Apapun yang berkaitan dengan Winda dan putrinya, tutup semua kasus itu! Yang mati biarkan hidup tenang di sana, kita tidak perlu mengungkit permasalahan yang sudah berlalu.” “Kematian Winda berada di rumah sakit jiwa, dan itu membuktikan bahwa dia mati saat kondisinya tidak baik-baik saja. Wajar, karena kecelakaan yang terjadi membuat otaknya bergeser, menjadikan Winda setengah gangguan jiwa.”Ucapan tersebut terdengar kepada Zavier yang hendak masuk ke ruangan sang Ayah. Mendengar nama Ibunya disebut membuat Zavier mengurungkan niat untuk menyapa. Pria itu mendekatkan diri ke pintu, mendengar setiap ucapan yang didengar. “Ya, gunakan kata-kataku tersebut sebagai pembuktian bahwa dia benar-benar sudah mati. Aku tidak ingin ada seorang pun yang tau kalau sebenarnya mereka masih hidup.”Ucapan Zayn berikutnya berhasil membuat Zavier mematung di tempat, benar-benar mematung! Pria itu sedikit memundurkan langkah, niat hati yang ingin berbincang dengan sang Ayah berubah menjadi rasa kes
Bukannya marah Alan malah semakin menggoda Zavier. Ah, pria itu sama seperti dulu, jika cinta tidak pernah bisa jujur. “Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda. Sekarang katakan lagi, apa yang kalian lakukan malam-malam begini di penginapan? Apa ….” Lagi-lagi Alan membawa pikiran Zavier ikut negatif, membuat Zavier sudah bersiap meninju perut Alan. “Apa kalian tidak punya rumah?” Alan seakan tau arti tatapan tajam Zavier. Pria itu sedikitnya tidak bisa disinggung, untuk itu ia harus hati-hati dalam berkata. “Aku tidak semiskin itu untuk tidak mempunyai rumah,” jawabnya setengah membanggakan diri. “Sombongg …” seru Alan dengan nada jengah. Zavier kalau sudah besar kepala pasti membuat Alan mual. Tapi tidak juga, sebenarnya Zavier tidak suka membanggakan dirinya, atau berbangga diri atas apa yang dia capai. Zavier itu … sedikit berbeda dari yang lain. Sedikit. Zavier tersenyum bangga. “tentu saja, sebuah pencapaian patut disombongkan!”Alan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Baikla
“Kita ke ruang ganti dulu, pakaianmu harus diganti terlebih dahulu.” Alan yang berjalan lebih dulu berucap demikian. Di belakang Carissa mengerutkan keningnya. “Kenapa harus ganti?”“Kau mau ditatap aneh oleh mereka?” Alan berhenti dari langkahnya, pria itu menelusurkan tatapan mata ke area sekitar. Carissa ikut merotasikan dalam memandang, seketika nyalinya menciut saat tatapan orang-orang yang lewat memandang aneh padanya. Carissa menunduk, tersadar bahwa baju yang ia pakai begitu lusuh nan kotor. Astaga … pantas saja ia dipandang aneh. Carissa cengengesan. “emangnya tidak apa-apa?” Carissa yang takut merepotkan orang lain meminta terlebih dahulu kepada Alan, ia takut apabila pria di hadapannya ini merasa kerepotan sendiri. “Tidak masalah, ayo!” Alan kembali berjalan sedang Carissa merasa tak enak hati. Ah, kenapa jadi secanggung ini? “Nama kamu siapa?” Di tengah perjalanan menuju ruang pakaian Alan bertanya. Di dalam penginapan ini memang terdapat ruangan khusus berbelanja pak
Merasa diawasi oleh dua orang pria membuat Carissa merasa malu, apalagi ditambah dengan tatapan aneh dari sekitar benar-benar membuatnya tak nyaman. “Kau abaikan saja mereka. Mata-mata mereka itu memang pengen ditusuk!” Zavier melihat gelagatan dari Carissa, karena itulah ia mengatakan hal tersebut.Zavier dengan pesonanya saat ini, membuat Carissa dibuat takjub akan pria itu. Bagaimana tidak? Setelah mengganti pakaian, Zavier terlihat lebih nyata dan tampan. Ah, nyata di sini adalah sama persis seperti seorang aktris yang sering tampil di depan layar televisi. Pria itu tampak pula seperti aktris model, benar-benar keren. Namun, kenapa tidak ada yang mengenalinya? Karena dia memakai kacamata hitam, menutup matanya dari tatapan tajam orang-orang yang mungkin saja bisa mengenalinya. “Makanlah, biarkan mereka terus melihat!” ucap Zavier sekali lagi. Menu di depan Carissa memang enak-enak, hanya di posisi Carissa ia benar-benar malu untuk makan atau hanya sekadar mengambilnya. “Coba
“Ada jagung bakar, kau mau mencobanya?” tanya Zavier sembari menunjuk dengan dagunya. “Gak ah, kan aku mau diet!”Ampun … Mendadak wahah Zavier ditekuk sedemikian tekuk. Setelah ini pasti otak perempuan itu akan di isi dengan diet, diet dan diet! “Padahal kamu kayak gini aja gak masalah,” celetuk Zavier. Pria itu menatap ke arah lain, tidak tahu bahwa Carissa tercengang atas ucapan Zavier. “Maksudmu?” Zavier menggeleng. “Tidak ada.”Melihat Zavier yang langsung diam membuat Carissa tak enak hati. Berpikir apa ada yang salah dari apa yang ia lakukan? Perasaan tidak ada kan? Seulas senyum terbit setelah memikir-mikirkan apa yang terjadi. Carissa, perempuan itu berdiri menuju roda yang berjualan jagung. “Mang, mau jagung bakarnya dua ya?” ucap Carissa tersenyum ramah. “Siap, Neng. Jagungnya mau yang biasa atau luar biasa nih!” tawar penjual jagung. Pria itu tertawa kecil, membuat Carissa jadi ikut tertawa. “Yang luar biasa aja, Mang. Kalau bisa buatkan yang spesial juga!”“Aduh,
“Ini suratnya!” seru Carissa berbinar. Zavier yang penasaran mendekat ke arah Carissa. “Ini surat berisi keluargamu, kan?” tanya Zavier yang langsung diangguki oleh Carissa. “Heem, setelah ini aku pasti akan mendapat petunjuknya.” Carissa tersenyum dalam menatap Zavier, lantas perempuan itu membuka surat tersebut. Yang ia butuhkan adalah nama alamat, bukan yang lain. Zavier yang berada di dekat Carissa ikut penasaran. Menatap surat putih yang kini terbuka lebar saat Carissa membukanya. Rumah Singgah. Jl. Tegal Barat- Jakarta pusat. Kening Carissa mengernyit saat alamat itu tertera di sana. Alamat yang tidak ia kenal membuat otaknya dibuat berpikir. “Rumah singgah?” gumam Zavier merasa tak asing dengan nama itu. “Kau tau tempatnya?” Carissa melihat raut Zavier yang tak biasa. Pria itu tampak mengetahui sesuatu. “Aku merasa nama ini tak asing, tapi … aku lupa di mana,” ucap Zavier. Pria itu lantas mengambil alih surat putih yang sebelumnya ada ditangan Carissa. Zavier membaca k