"Jadi, kamu dulu berteman dengan Samuel sedekat apa?" tanya Hizkia setelah menyesap teh hangat yang dibuatkan istrinya di meja makan. Pria itu telah rapi dengan pakaian kerjanya. Ia terus mengamati gerak-gerik istrinya yang sesekali menyuap Elkana makan. Bocah kecil itu sedang belajar makan sendiri. "Tidak sedekat Kris, Samuel lebih tertutup. Dia lebih sering ke perpustakaan, tapi kalau lagi mau cerita... dia datang ke aku," ujar Ruth menerangkan. Hizkia menarik nafas panjang. "Ternyata kamu banyak penggemar laki-laki ya," decak Hizkia. Ruth menghentikan kegiatannya, menoleh pada suaminya. "Penggemar?" ulang Ruth. "Iya. Pria yang senang sama kamu itu banyak," terang Hizkia dongkol. Ruth tersenyum samar, pura-pura tidak memahami arah pembicaraan suaminya. "Ada lagi... sekarang masih di Palembang. Pengusaha juga. Dulu kami --" "E... eh... malah dilanjutin," gerundel Hizkia. Ruth terbahak melihat wajah Hizkia yang jengkel mendengar penuturannya. "Aku mengira tadi kamu mau mendeng
Siang keesokan harinya, Magdalena telah tiba di Jakarta. Begitu bertemu Ruth di bandara ia langsung memeluk erat putri semata wayangnya itu. Hizkia tidak dapat turut menjemput. Mereka diantar jemput oleh Danu, sopir keluarga."Bunda tidak menyangka kamu mendapat penyakit itu," lirih Magdalena setelah mengurai pelukannya. Ia mengambil alih Elkana dan mencium cucu kesayangannya itu."Ayo, Bunda. Mari...," ajaknya ke mobil. "Nanti aku akan menceritakan lebih lanjut pada Bunda," tambahnya.Sesampainya di rumah, Ruth mengajak Magdalena bersantai di ruang keluarga. Ruth menceritakan bagaimana awal mula dirinya mulai merasakan sakit.Sesekali Magdalena mengusap bahu Ruth untuk menguatkannya. Air mata Ruth tidak terelakkan, berderai mengingat penyakit, rencana pengobatan, dan program kehamilannya."Kalau aku tidak bisa mengandung lagi, bagaimana ya Bunda?" ucap Ruth sambil meringis memikirkannya."Nak, sebaiknya pikiran kamu fokus dulu untuk penyembuhan endometriosisnya. Tadi kamu bilang, dok
Pagi ini, Ruth bersiap untuk ke rumah sakit. Samuel memintanya datang pagi untuk melakukan sederet pemeriksaan laboratorium.Perempuan itu melewatkan sarapan paginya, sebab ia diwajibkan puasa sebelum menjalani laparoskopi. Ia turut duduk di ruang makan, sambil menemani anggota keluarga sarapan."Bunda mendoakan operasi kamu hari ini lancar ya, Nak," ujar Magdalena setelah acara sarapan selesai."Terima kasih, Bunda. Aku titip Elkana ya," sahutnya. Ruth juga berpamitan pada putra semata wayangnya. Ia memeluk Elkana erat.Sewaktu dirawat di rumah sakit Surabaya, Elkana berada di ruangan yang sama dengannya. Ini akan menjadi hari perpisahan panjang Ruth dengan Elkana.Air mata turut menyertai kepergian Ruth. Hizkia dan Lidya menemani ke rumah sakit. Hizkia selalu memberi semangat pada Ruth agar tenang menjelang tindakan.Setelah tes laboratorium dilalui dan hasilnya diperoleh tim dokter meneruskan tindakan laparoskopi, Ruth kini berada di ruang operasi."Setelah ini, kamu akan dibius to
Hari kedua di rumah sakit, Ruth ditemani oleh Lidya. Hizkia pagi hingga siang harus menemui rekan pengusaha lain yang terlibat kerja sama dengan perusahaannya.Lidya cekatan untuk melayani kebutuhan Ruth seperti sarapan, minum, kebutuhan ke toilet, serta mengganti perban. Ruth merasa Hizkia tidak salah mencari seorang perawat bagi dirinya."Ada kebutuhan lain lagi, Bu Ruth?" tanya Lidya."Tidak ada lagi, Suster Lidya," sahut Ruth.Tidak lama Samuel dan seorang perawat perempuan masuk ke ruang pemulihan."Selamat pagi, Ruth. Bagaimana hari ini, apa yang kamu rasakan?" tanya Samuel."Pagi juga, Sam. Hari ini lebih segar dari kemarin. Tidak begitu mual lagi, muntah juga tidak ada. Nyeri di tempat operasi tidak sesakit semalam. Perbannya juga sudah diganti, dibantu suster Lidya," ungkap Ruth."Wah, kabar bagus itu," sahut Samuel. "Inikah suster Lidya?" tanya Samuel mengulurkan tangannya pada Lidya.Lidya tersenyum dan mengangguk ramah. Ia menerima uluran tangan Samuel."Ruth, hari ini kam
Ruth keluar dari kamar kecil dengan perlahan setelah menyelesaikan panggilan alam. Saat membuka pintu, tatapannya bersirobok dengan Hizkia yang menungguinya keluar dari kamar kecil.Perempuan itu mengalihkan pandangan ke dinding yang dapat diraihnya untuk kembali ke tempat duduk. Saat Hizkia menyentuh lengannya untuk membantu, Ruth menggerakkan tubuh menandakan penolakan.Saat ia berjalan, tidak ditemukannya lagi Lidya di dalam ruangan. Hizkia setia membuntuti langkah perlahan Ruth, ia tidak ingin istrinya malah jatuh. Sewaktu dirinya berhasil duduk, masuklah seorang perawat yang membawa map di tangan kanannya."Selamat siang Ibu Ruth dan Bapak," sapa suster rawat. "Saya suster Riana, ingin menyampaikan pesan dari dokter Samuel," imbuhnya.Selanjutnya, suster Riana menjelaskan pesan dari Samuel. Pria itu tidak bisa menjumpai Ruth karena harus melakukan serangkaian operasi bagi pasien lainnya."Ibu Ruth, ada kemungkinan paska operasi rasa sakit muncul, ibu kami resep obat penghalang r
Hizkia melangkah panjang menuju pintu rumah sambil menggendong istrinya."Bunyikan belnya, Mama El," perintah Hizkia. Ruth melakukannya. Beberapa kali bel berbunyi, pintu tak kunjung terbuka.Dari belakang mereka, ada Danu yang berlari mendapati suami dan istri itu. "Turunin aku, Pa... ada Pak Danu ke sini," bisik Ruth menggerakkan tubuhnya."Bisa tenang, tidak? Aku tidak akan menurunkan kamu," sanggah Hizkia. Ruth seperti anak kucing yang manis, kembali diam dan menuruti perkataan suaminya."Permisi Pak. Selamat datang kembali, Bu Ruth," sapa Danu, terlihat Ruth tersenyum canggung. "Ibu Magdalena sedang keluar bersama Den Elkana ke taman, menjelang makan siang mau bawa Den Elkana bermain," jelas Danu, sedikit sungkan melihat posisi Ruth saat ini."Oh... baik Pak Danu," ucap Hizkia. "Saya minta tolong Bapak, tolong ke RSIA Kasih Ibu untuk menjemput Lidya. Pakai mobil yang satu lagi ya, Pak. Setiba di sana Bapak hubungi saja Lidya," perintah Hizkia. Danu mengangguk, kemudian beranjak m
Magdalena sedang menemani Elkana untuk tidur siang, bocah itu tidak lagi dibawa ke kamar mamanya setelah makan siang selesai.Setelah membereskan tumpahan makanan, Lidya datang lagi dengan makanan yang baru. Perempuan muda itu tampak lebih berhati-hati untuk mengantarkan makanan."Taruh di nakas saja," ujar Ruth datar. Padahal tangan Hizkia telah terulur untuk menerima nampan dari Lidya."Apa masih ada yang Bu Ruth perlukan? Saya akan menyiapkan --," "Tidak perlu, Suster. Boleh tinggalkan kamar ini," pinta Ruth memotong pembicaraan.Lidya memandang sekilas Ruth, lalu ia mengangguk dan membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamar pribadi Ruth dan Hizkia. "Kamu masih belum mau makan?" tanya Hizkia heran."Ya, nanti aku akan makan... sendiri. Boleh tinggalkan aku?" tanya Ruth menunduk memeriksa ponselnya. Ia tidak ingin melihat raut Hizkia yang sempat diliriknya masih meninggalkan sisa senyum saat Lidya berpamitan keluar kamar tadi.Kini, Ruth hanya ingin tinggal sendiri di kamarnya."
Senin pagi ini Hizkia dan Ruth akan bertemu dokter Samuel di RSIA Kasih Ibu. Setelah insiden makanan tumpah, Hizkia menunjukkan perhatiannya pada Ruth. Perkataan Lidya tentang efek psikologis yang dialami Ruth membuat Hizkia memaklumi kondisi istrinya.Ruth pun merasa perhatian Hizkia tertuju padanya. Tidak banyak yang dilakukan oleh Lidya bila Hizkia telah berada di rumah. Pria itu mengambil alih beberapa tugas Lidya seperti menemani ke toilet, berjalan ke taman, berkumpul bersama Elkana dan Magdalena di kamar mereka.Suasana hati Ruth yang sempat sedih perlahan kembali. "Papa El, sepertinya seminggu lagi aku akan pulih. Pola makanku sehat dan juga rajin minum obat." Ruth memulai pembicaraan di mobil yang sedang menuju ke RSIA Kasih Ibu. Mereka hanya berdua di dalam, Ruth beralasan topik yang akan dibahas bersama Samuel sangatlah pribadi sehingga Lidya tidak perlu ikut."Em... mulai pekan depan Lidya tidak perlu lagi membantu aku," ujarnya sambil menoleh pada suaminya."Kamu yakin?"