Share

BAB-(5)

Jhon menatap Tuan Marcello dengan tatapan penuh selidik. "Setahu saya, Tuan Marcello sudah tidak tertarik memesan barang-barang milik kami lagi. Jadi, apa yang membuat Anda jauh-jauh dari Brasilia ke sini?”

“Bahkan kudengar Tuan Marcello saat ini bekerja sama dengan Cartel Tiburon dari Colombia, membuat metamfetamin dan menyelundupkannya melalui barang-barang elektronik untuk dijual di pasar gelap internasional," ujarnya sambil melirik pria berusia sekitar lima puluh tahun yang duduk di samping Marcello.

Marcello menggaruk dahinya yang tidak gatal, bingung bagaimana pria tampan di hadapannya ini bisa tahu apa yang dia lakukan. Dia bahkan sudah sangat hati-hati agar tidak ada yang tahu. Pria ini benar-benar berbahaya.

"Ayolah, lupakan saja kejadian waktu itu, Jhon. Mari kuperkenalkan dengan temanku, Jack Salomon. Dia dari Spanyol," ucap Tuan Marcello, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Jhon dan Jack saling menatap tajam, keduanya tidak mengeluarkan suara, apalagi berjabat tangan. Keheningan yang canggung melingkupi ruangan.

"Kurasa Tuan Jack Salomon sudah mengenaliku, jadi mari katakan saja apa yang kalian inginkan," Jhon berkata dengan nada dingin.

Ruangan terasa semakin tegang. Suara helaan napas tipis dari Tuan Marcello terdengar begitu jelas. "Begini, Jhon, kami mengajakmu bertemu karena ingin meminta bantuan darimu. Jack, temanku, kehilangan istri dan anaknya sekitar 24 tahun yang lalu —"

"Jadi kalian ingin aku mencarinya? Apakah Tuan Marcello pikir waktuku bisa dibuang-buang begitu saja untuk mencari istri dan anak orang? Yang benar saja," potong Jhon terkekeh geli, mengejek dua pria baya di depannya.

Wajah Tuan Jack menggelap, ia menggertakkan giginya, berusaha menahan emosi yang mulai tersulut. Melihat sahabatnya yang kesal, Marcello segera bersuara. "Ah, sebaiknya kau harus mencoba bir yang dibawa temanku dari Spanyol. Mari coba dulu, ini bir terbaik di Spanyol, Jhon," katanya sembari menuangkan bir ke dalam gelas kaca.

Merasa sedikit haus, Jhon mengambil gelas yang baru saja diisi bir itu dan meminumnya. Perlahan suasana sedikit kembali normal.

Marcello segera melirik ke arah Jack yang sedang menatapnya, memberi kode melalui kontak mata agar Jack segera berbicara.

"Ini foto istriku," kata Jack, menaruh foto seukuran 4R di atas meja. "Istriku berasal dari Filipina. Karena kesalahpahaman di antara kami, dia kabur sambil mengandung putri kami yang saat itu kehamilannya sudah memasuki usia tujuh bulan."

Jhon tidak menatap foto itu, dia lebih memilih menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke langit-langit ruangan, baru kemudian menatap Jack dan Tuan Marcello bergantian. "Jadi, kalian ingin aku menemukan mereka?" tanyanya, suaranya datar, tapi penuh arti.

Tuan Jack mengangguk pelan. "Yah. Aku membutuhkan bantuanmu. Aku sudah mencari mereka selama bertahun-tahun, tapi jejak mereka hilang begitu saja. Yang hanya kutahu mereka kabur di kota ini."

Jhon mengambil nafas dalam-dalam, matanya menyipit. "Baiklah, aku akan mempertimbangkan permintaan kalian, tapi ingat, ini bukan perkara mudah. Dan tentu saja, tidak akan murah."

Tuan Jack tersenyum, sedikit lega. "Aku tahu, dan maka dari itu, jika kau berhasil menemukan istri dan anakku, aku akan memberikan 20% saham dari perusahaan minuman kerasku padamu," kata Tuan Jack sambil mengeluarkan beberapa dokumen dan menyerahkannya kepada Jhon.

Jhon membuka dan membaca beberapa dokumen itu. Setelah selesai, dia menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Alex yang berdiri di belakangnya. Namun, menyisakan satu lembar kertas di tangannya. Dengan santai, dia membakar kertas itu menggunakan rokoknya. Perlahan kertas itu menjadi abu, jatuh ke lantai.

"Apa yang kau lakukan? Mengapa membakarnya? Apa maksudmu?" geram Tuan Jack, melihat kertas perjanjian yang ia buat terbakar begitu saja oleh Jhon.

Jhon menyeringai, membalas tatapan tajam dari Jack. "Kalian yang membutuhkan pertolonganku, maka perjanjian harus dibuat olehku. Jika tidak, maka batalkan saja," kata John sambil berdiri dari sofa dan berjalan menuju pintu. Namun, sebelum mencapai pintu, dia berhenti dan berkata, "20% terlalu kecil untukku, Tuan Jack Salomon. Nanti akan kukirimkan perjanjian barunya jika sudah dibuat," lalu ia pergi dengan Alex meninggalkan dua orang yang kesal di sana.

"Ahkkk! Sial! Pria serakah! Bagaimana bisa kau temukan aku orang seperti ini, Marcello? Dia sangat licik," kesal Jack, menghentakkan kakinya dengan frustrasi.

"Tenangkan dirimu, Jack. Mau bagaimana lagi? Di kota ini, dialah penguasanya. Pemerintah bahkan tak dapat menyentuhnya. Bukankah kau sudah meminta bantuan dari kepolisian dan detektif untuk mencari istri dan anakmu? Tetapi apa yang kau dapatkan? Tidak ada! Semuanya nol! Jadi, satu-satunya orang yang dapat menolongmu hanya dia, Jhon Pierre Mancini,"jawab Marcello dengan tenang, meski kekhawatiran tampak di matanya.

Jack duduk kembali, mencoba menenangkan diri. "Baiklah, aku akan menunggu perjanjiannya, tapi pastikan, Marcello, bahwa Jhon tidak mencoba mempermainkanku lagi. Waktu terus berjalan, dan aku tidak bisa menunggu lebih lama."

Marcello mengangguk. "Aku mengerti, Jack. Aku akan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Kita tidak punya pilihan lain." katanya lalu menghembuskan nafas panjang. "Karena dia begitu serakah, makanya aku tidak ingin bekerja sama lagi dengannya. Dia selalu ingin mendapatkan untung lebih banyak."

~~~~

Waktu berjalan, langit sore berubah menjadi gelap malam. Setelah selesai dengan waktu kerjanya, Sora berjalan ke arah terminal bus untuk kembali pulang. Di tengah perjalanan, suara berisik klakson mobil membuyarkan lamunannya. 'Tin ... tin ... tin!' Sora menoleh ke belakang, matanya memperhatikan sumber suara yang tiba-tiba itu. Sebuah mobil berhenti di sampingnya, dan jendela turun dengan perlahan.

"Hei, Nona cantik," sapa seorang pria dari dalam mobil dengan nada yang merayu. Sora mengenali suaranya seketika. Itu adalah Ryn. Namun, yang membuatnya terkejut adalah bagaimana suara Ryn berubah menjadi serak seperti suara seorang pria.

"Nona, naiklah ke mobil. Mari bersenang-senang dengan kami malam ini," goda Ryn dengan senyum nakal di wajahnya.

Sora terdiam sejenak, lalu tersenyum cemberut. "Aish, kau mebuat aku takut saja, kalian berdua mengapa ada di sini?" tanya Sora.

"CK, apakah setelah menjadi perawat kau menjadi pelupa Nona Sora? Bukankah saat makan siang tadi kita bertiga sepakat akan pergi ke bar baru di dekat pantai?!" kesal Maria dari kursi penumpang.

"Ah, maafkan aku. Aku lupa," kata Sora, ia langsung saja melangkah ke arah mobil dan membuka pintu. Lalu masuk.

Ryn tertawa kecil, mengubah suaranya kembali normal. "Cepat ambil pakaian ini, dan segera ganti pakaianmu," Ryn menyerahkan blouse putih dengan detail renda di bagian leher dan juga jeans hitam pada Sora.

Sora menerimanya dan ia langsung berganti baju di dalam mobil. Setelah siap dengan tampilannya, dia menyembulkan kepala ke depan di antara kursi Ryn dan kursi Maria yang fokus dengan kemudinya. "Kenapa kita tidak pergi saja ke bar yang kita sering kunjungi?" tanya Sora.

"Hais, kali ini berbeda. Bar baru di dekat pantai ini menyajikan pertunjukan musik live, terutama musik samba, pagode, dan sertanejo, jadi kau pasti akan suka," jawab Maria dengan semangat.

"Yah, betul, bahkan banyak wisatawan yang datang berkunjung, aku jadi tidak sabar untuk mencuci mata malam ini. Siapa tahu aku akan bertemu dengan pria tampan. Seharusnya aku bisa menarik pria tampan sekitar dua atau tiga. Bagaimanapun, aku sudah menghabiskan waktu satu dua jam hanya untuk merias wajahku. Ahk, sungguh, aku jadi tidak sabar," kata Ryn percaya diri.

"Ha-ha-ha! Apa kau sedang bermimpi lagi? Segera bangun sebelum aku menendangmu dari dalam mobil!" kesal Maria. "Apa kau tidak punya malu? Ingin menarik pria? Yang benar saja, mana ada pria yang mau denganmu yang seperti ibu-ibu sosialita!" Maria menohok.

"Huh! Bilang saja kau cemburu denganku, kan? Oh, ayolah, selama ini cukup banyak pria yang bertahan denganku jika bukan aku sendiri yang meminta putus, dan sebaliknya dirimu tidak ada satu pun pria yang bisa bertahan. Kau tahu kenapa? Karena kau terlalu galak!" balas Ryn tak mau kalah.

Mendengar itu, Maria menggertakkan giginya dengan kesal. Dia mengangkat satu tangannya dari setir mobil, lalu dengan kasar menarik rambut Ryn. Begitu pula Ryn membalas menarik rambut Maria, sementara Sora berusaha melerai keduanya.

Mobil tetap melaju ke arah bar, lampu-lampu kota berkelebat cepat di jendela. Tanpa sadar mereka telah tiba, terlihat anak-anak muda yang tertawa, bercanda, dan menikmati musik live yang menggema di udara malam. Irama samba yang cepat dan enerjik segera terdengar, menyambut mereka ke dalam keceriaan malam itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status