26.Setelah kepergian ibu. Ayah mengajak aku, dan Tante Siska duduk di sofa. Entah apa yang ingin ayah bicarakan. "Mas mau menjelaskan semuanya, sekarang. Mas nggak mau kamu salah paham, dek." Ayah mendudukkan tubuh Tante Siska di sofa, dan dia duduk di lantai, dekat kaki Tante Siska. Aku ikut duduk di samping Tante Siska. Aku ingin memastikan bahwa setelah ini hubungan ayah, dan Tante Siska tetap akur. Sambil menggenggam tangan Tante Siska, ayah menceritakan semua tentang masa lalunya. Dari dia yang terobsesi pada ibu, sampai dia berbuat nekat pada ibu. Semua dia ceritakan. "Mas sungguh menyesal sekarang. Mas minta maaf, dek." Ayah mengakhiri penjelasannya dengan permintaan maafnya. Tangannya masih terus menggenggam tangan Tante Siska."Lalu, kenapa mas sampai mau berbagi istri dengan Tejo? Aku bahkan baru tau kenyataan ini. Hidup kalian sungguh aneh. Kalian melanggar hukum agama kita, mas." Pelan tapi penuh penekanan Tante Siska menyahut ucapan ayah tadi.Kepala ayah yang tad
27.POV Author.___"Assalamualaikum. Loh, Mbak Wati?" Dayat yang baru saja pulang dari kebun, terkejut melihat mantan kakak iparnya yang tengah menangis. Semenjak kehamilan Siska. Dayang memang tak pernah membawa bekal.Dia akan pulang saat siang hari untuk makan siang bersama keluarga kecilnya, sekaligus melihat keadaan sang istri. Dayat melangkah menuju tempat Siska berdiri dengan wajah penuh tanda tanya. "Mbak Wati kenapa, dek?" tanya Dayat, "kok dia menangis?" Siska menipiskan bibirnya, hendak menjawab pertanyaan dari suaminya itu. Namun, Wati justru angkat bicara terlebih dahulu."Aku datang kesini untuk memintamu menjemput Sari dari rumah Tejo. Kasihan dia disiksa terus-menerus. Tapi, istrimu malah mengusirku," dalih Wati membuat alasan dengan air mata buaya nya yang mengalir semakin deras. "Bukan begitu ceritanya, mas." Siska menolak keras tuduhan itu. "Wanita ini datang kemari memang berniat menyuruhmu untuk membawa Sari kembali tinggal di rumah ini. Tapi, aku nggak per
28.Tak lama kemudian Sari sadar dari pingsannya. Dirinya menatap sekeliling dengan mata sayu. Hingga tatapannya terhenti pada sang kakak. "Mbak," panggil Sari dengan suara serak. Tangannya perlahan terangkat seperti meminta bantuan pada sang kakak.Wati buru-buru kembali mendekati ranjang, dan langsung membawa tangan Sari kedalam genggamannya. "Kamu baik-baik saja, kamu aman disini." tutur Wati menenangkan sang adik, seraya mengecup tangan Sari berulang kali. "Aku nggak mau pulang lagi kerumah itu," ucapnya, "Aku takut," imbuhnya lagi dengan air mata yang mulai menetes dari sudut matanya. Wati mengangguk dengan menahan tangisnya yang hampir pecah. "Kamu nggak akan kesana lagi. Kamu akan tetap tinggal disini," sahutnya penuh keyakinan.Beruntung hanya ada mereka berdua di dalam kamar itu. Kalau saja ada Siska, ataupun Sandra. Sudah pasti mereka akan langsung menolak. "Tapi, mas Dayat sudah punya istri, sekarang. Aku takut mengganggu rumah tangga mereka nantinya," balas Sari den
29.Sudah satu Minggu Sari tinggal di rumah Dayat bersama Sandra. Ya, hanya mereka berdua saja. Sebab saat pertama Sari diizinkan untuk tinggal di rumah itu. Dayat langsung mengajak Siska menginap di kebun. Dayat tak mau hubungannya dengan Siska hancur karena adanya Sari. Selain untuk menghindari Sari. Dayat juga merasa nyaman tinggal di pondok bersama istrinya. Dia jadi lebih leluasa memperhatikan Siska, dan calon buah hatinya. Sedangkan di rumah Dayat. Sari yang kini telah menyesal melepaskan Dayat pun mulai hilang akal. Sudah berapa kali dirinya meminta Sandra untuk mengantarnya ke kebun, menyusul Dayat. Namun, selalu di tolak oleh Sandra. Sari jadi menyesal karena dulu dirinya sama sekali tak pernah mau ikut Dayat ke kebun. Akibatnya, sekarang dirinya tak tau jalan menuju kesana. "San, ayo ke kebun," ajak Sari pada Sandra untuk kesekian kalinya. Sandra yang tengah melipat pakaian di dalam kamar pun, langsung menoleh pada Sari yang sedang berdiri di ambang pintu dengan t
30.Akhirnya bidan Ella pun datang, dan langsung memeriksa kondisi Sari yang masih pingsan. Saat bidan Ella memeriksa denyut jantung janin yang dikandung Sari. Rupanya, detak jantung janin itu sangat lemah. Hal itu membuat bidan Ella cukup panik harus berbuat apa. Karena peralatan medis yang tersedia di puskesmas desa pun sangat minim, tidak lengkap.Karena takut terjadi apa-apa pada janin yang sudah sangat lemah itu. Bidan Ella pun memutuskan untuk menelpon ambulance yang berada di rumah sakit besar.Dia ingin segera membawa Sari ke rumah sakit yang berada di kota, jaraknya tak terlalu jauh. Sebenarnya dia ingin membawa Sari ke rumah sakit yang ada di kabupaten saja, tapi mengingat kembali kondisi Sari yang sudah tak sadarkan diri, dan juga peralatan medis di rumah sakit kecamatan pun belum sepenuhnya lengkap. Dia lebih memilih untuk membawa Sari ke rumah sakit kota saja. Biarpun jaraknya sedikit jauh, tapi tak apa. Dia juga telah memberikan penanganan sementara yang bisa membua
31.Sedangkan disebuah rumah sederhana. Dua orang dengan beda gender tengah bergulat panas di atas ranjang dengan l1ar. Mereka tak menghiraukan matahari yang sudah berada di atas kepala mereka. Mereka asik bergulat ria, hingga tiba-tiba…"Ahhsss! Udah, udah! Perih banget, aku nggak kuat!" Pria yang tengah di tindih oleh seorang wanita muda itu berteriak kesakitan. Tangannya berusaha mendorong tubuh wanita itu agar cepat berdiri, dan mencabut penyatuan mereka. Dia sungguh sudah tak tahan dengan rasa perih yang menjalar di 'aset' nya itu. Rasa perih yang sudah dia rasakan seminggu belakangan ini. Tapi, makin hari rasa perih itu bukannya menghilang malah semakin terasa perih. "Aku belum sampai ahhh!" Wanita itu tak menghiraukan wajah Tejo yang tengah menahan sakit mati-matian. Ya, pria itu adalah Tejo yang tengah melakukan hubungan intim dengan wanita yang di bayarnya.Wanita itu terus menaik turunkan tubuhnya, demi mencapai puncaknya. Dia tak mau rugi bandar, karena Tejo pun memb
32.Dayat menatap wajah Siska meminta tanggapannya atas permintaan Sari tadi. Namun, Siska justru membuang muka dengan perasaan tak menentu.Dalam dadanya ada pergumulan hebat. Dadanya berdebar kencang, dengan rasa sesak yang kian menderanya. Dia sungguh tak tahan melihat ini, dia cemburu! Dayat belum menyetujui permintaan Sari karena dia masih menunggu jawaban dari Siska. Wati yang merasa geregetan dengan sikap Dayat pun segera menarik tangan Dayat mendekati ranjang pasien. "Sari cuman minta waktumu sebentar saja. Apa susahnya, sih?!" geram Wati. "Nggak usah terlalu bergantungan sama perempuan itu. Ada Sari yang lagi butuh kamu sekarang," imbuhnya lagi dengan menatap Siska sinis. Dayat yang merasa sikpa Wati sudah sangat keterlaluan pun ingin menyahut, tapi Siska lebih dulu angkat bicara. "Biar aku, dan Sandra keluar sebentar. Mas bisa mengobrol dulu dengan Sari." Setelah berkata demikian Siska langsung tergesa-gesa berjalan keluar dari ruangan itu. Sandra pun tak mau ketinggal
33."Mm-mas bisa jelasin, dek. Mas nggak macam-macam didalam sana, sungguh!" Dayat berucap dengan gugup seraya mengangkat jari telunjuk, dan tengahnya. Bertanda dia sungguh-sungguh dengan ucapannya, berharap Siska tak salah paham lagi padanya. Ya. Wanita yang tadi bertanya padanya adalah Siska, yang baru saja datang dari kantin rumah sakit bersama Sandra. Siska tersenyum geli, melihat wajah Dayat yang gugup. Dia pun segera mendekati Dayat, dan duduk di sampingnya. "Terimakasih, mas," ujar Siska tiba-tiba dengan menyenderkan kepalanya pada bahu Dayat. Kening Dayat mengerut mendengar Siska yang mengucapkan terimakasih padanya. Matanya menatap Sandra yang tengah duduk, sibuk menikmati roti yang tadi mereka beli di kantin rumah sakit. Rasanya tak mungkin dia bertanya pada Sandra yang sedang fokus pada makanan nya. Tak mendengar suara sang suami, Siska mengangangkat kepalanya, dan menatap Dayat dengan lekat. "Terimakasih karena sudah menolak permintaan dari mbak Sari. Terimakasih m