Heru akhirnya melapor pada tuannya."Kami sudah dapatkan file nya tuan." Ia menyerahkan sebuah amplop coklat di atas meja Tuan Arnold. Segera ia membuka isi amplop yang berisi foto-foto Julian dengan para wanita di club malam. Dan foto terakhir sangat memuaskan."Oke ini cukup." Tuan Arnold menghela nafas lega. "Semoga ini akan menjauhkan Zora dari pria kecil itu."Heru merasa tuan nya amat hebat bisa memikirkan hal ini. Bila punya kesempatan memiliki Zora, ia pun pasti akan berfikir untuk bertahan selamanya dengan putri konglomerat itu. Bertahan memang bukan alasan yang tepat untuk Tuan Arnold."Apa tuan akan segera menggunakannya?"Tuan Arnold menggeleng, "kita akan punya waktu untuk menggunakannya. Pergilah.""Baik Tuan." Segera Heru menghilang dari pandangannya.Ia tau pria itu sedang dalam masa kritis. Benar-benar naas, dan kedepannya pun akan naas. Walau bagaimana ia bukan pria yang buruk, tidak seharusnya ber
Zora merasa ia memang tidak bisa berkembang dengan terus bekerja disini. Selama ini ia selalu bergantung pada Julian. Bagaimana sekarang? Apa dia harus bergantung pada Affandra? Bisa-bisa besar kepala dia.Segala sesuatu kenapa bisa pas-pasan. Mungkin ini namanya takdir.Akhirnya Zora menghubungi Karina lagi untuk meminta pekerjaan itu. Sayang sekali ia baru ingat kalau semua berkas kelulusannya ada di rumah."Aduh, gimana dong Karin.""Gak apa-apa. Gimana kalo kamu kesini aja besok!""Besok? Jam berapa?""Pagi kalo bisa.""Oke deh." Sebenarnya ia masuk pagi untuk besok.. segera ia meminta Okta untuk bertukar shift untung saja wanita itu tidak menolak.Setelah pekerjaan selesai ia segera mengunjungi Julian dan melihat keadaan pria malang itu yang sudah bisa bangun dan sedang memakan bubur."Gimana keadaannya." Tanya Zora pada ibu Amina yang sedang menyuapi putranya.Julian tersenyum melihat kek
Hari ini interview di Gavin Tect. Sebenarnya terlihat sangat bodoh bagaimana seorang Zoranatta Arnold bisa terjebak dengan Chicken Pop. Dia adalah pewaris tunggal Forte Grup. Tidak sedikit pengalamannya melakukan bisnis dan berbuah memuaskan. Tapi Zora terlalu remeh memandang semuanya hingga mendapat tamparan keras. Tanpa Forte Grup, ia bukan siapa-siapa.Bila di bilang Zora dalam titik terendah, tidak juga, ia hanya kecewa dengan kenyataan yang ia terima atas penilaian semua orang terhadapnya kali ini.Sedikit gugup untuk menjalani interview kali ini, apa benar-benar bisa masuk tanpa berkas kelulusannya? Ia jadi berfikir. Andai ia membangun perusahaannya sendiri, apakah ia mampu? Selama ini ternyata ia sangat sombong.'Tapi apa peduli, bukankah lebih enak hidup dengan sedikit beban begini? Ya paling-paling cuma mikirin uang, atau harus nabung. Tapi itu berkesan.' ngeyel dirinya membela diri, seolah membenarkan alasannya selama ini.Ia memantapkan
Zora tersenyum mengingat momen itu, tapi ia segera mengingatkan Ronald untuk tidak berharap banyak dari gadis muda itu. Bagaimanapun pengalamannya belum terlalu banyak, tapi ia berjanji untuk bekerja lebih giat dan belajar dengan cepat. Itulah keahlian Zora."Tidak masalah, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Saya melihat kemiripan yang signifikan dari Nona Zora dengan Tuan Arnold. Forte Grup sangat berkembang pesat setelah ayah anda menjabat menjadi presiden." Puji Ronald tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada Forte Grup. Yang membuat Zora lebih takut lagi untuk mengecewakannya."Mohon bimbingan pak, semoga saya bisa banyak membantu perusahaan." Zora menimpali dengan sederhana."Zora, dimanapun kamu berada, kamu harus sadar siapa dirimu, jadi percayalah. Tidak perlu terlalu gugup. Oke."Zora hanya bisa membalas senyum dengan semua harapan yang Ronald ungkapkan. Ia pandai membesarkan hati dan memotivasi anak buah untuk berkembang mencapai kapa
Satu tangan menggenggam tangan sang kekasih, dan tangan kanannya menyuapi dengan perlahan. Julian masih menelan dengan sedikit rasa sakit. Dan melihatnya kesakitan seperti hatinya teriris begitu menderita. Ia tidak bisa diam saja dan mengelus lembut pipi kekasihnya yang masih terlihat lemah. Di saat seperti ini Julian sangat membutuhkannya, tapi ia sibuk mengurus dirinya sendiri. "Maaf ya aku cuma punya sedikit waktu."Julian kini mengelus pipinya lembut dan tersenyum lemah, "Begini sudah cukup."Ia menghabiskan beberapa suap dan merasa cukup. "Sedikit lagi." Rayu Zora memohon, dan Julian menggeleng lemah.Waktu menunjukan Dzuhur, waktunya untuk balik kerja. Waktu yang sedikit rasanya membuat enggan untuk beranjak. Melihatnya begini saja terus rasanya tidak bosan.Julian mengerti, ini sudah saatnya Zora pergi melanjutkan harinya. "Sudalah, aku gak kenapa-kenapa. Cepet pergi kerja, nanti bosmu marah."Zora cemberut mengingat bosn
Segera Zora menghubungi Bu Novi untuk bicarakan pengunduran diri, dan sempat di tolak karna belum ada penggantinya. Kabar segera sampai ke telinga Affandra yang langsung menghubunginya."Kamu serius?""Iya aku udah fiks nih. Gimana dong Ndra.?""Yah gak bisa, tunggu dapet gantinya. Tapi tunggu aja siapa tau besok langsung ada yang masuk."Zora sempat galau karna ternyata tidak mudah ya berhenti dari pekerjaan walaupun sebagai pramusaji. Segala sesuatu walau menurutnya remeh juga harus dipertanggung jawabkan.Teman-temannya menghibur. "Gak usah khawatir. Paling belum sampe malam udah ada yang masuk ngelamar." Agus berkata."Ia cari pekerjaan sekarang susah Zora. Aku aja masuk dari iklan hari pertama biar cepat dapat uang. Dan masih bersaing sama bebrapa orang, aku udah pesimis kira-kira bisa masuk gak." Curhat Okta yang tahun lalu melamar pekerjaan. Saat ia baru saja lulus SMA. Ia menang di pembawaan supel dan good looking. Walaup
Pagi ini menjadi cerah setelah subuh rintik-rintik hujan turun, sepertinya langit tidak ingin membuat hari pertamanya menjadi mendung, dan menghadiahi semangat pagi yang terik.Bagi Zora, Matahari pagi adalah sebuah kekuatan. Walau terik ia hangat dan mengisi jiwa, sering kali saat hatinya sedang lelah, berjemur di matahari pagi akan membuat dirinya lebih baik. Ia dengan gontai penuh semangat melangkah menuju parkiran dengan kekuatan penuh. Ternyata sepasang mata memperhatikannya."Semangat amat!"Zora melihatnya, memberikan senyum terbaik dan mendipkan matanya dengan genit, segera ia menancapkan gasnya untuk pergi ngantor hari ini.Sosok itu siapa lagi bila bukan Affandra yang bahkan tidak akan pergi sepagi itu ke kantor. Ia menjadi menyesal memberinya pinjam sebuah motor. Harusnya ia punya alasan untuk selalu sarapan bersama, tapi melihat gadis itu sekarang lebih ceria dan dewasa hatinya juga senang.Dulu wanita itu selal
Pagi ini menjadi cerah setelah subuh rintik-rintik hujan turun, sepertinya langit tidak ingin membuat hari pertamanya menjadi mendung, dan menghadiahi semangat pagi yang terik.Bagi Zora, Matahari pagi adalah sebuah kekuatan. Walau terik ia hangat dan mengisi jiwa, sering kali saat hatinya sedang lelah, berjemur di matahari pagi akan membuat dirinya lebih baik. Ia dengan gontai penuh semangat melangkah menuju parkiran dengan kekuatan penuh. Ternyata sepasang mata memperhatikannya."Semangat amat!"Zora melihatnya, memberikan senyum terbaik dan mendipkan matanya dengan genit, segera ia menancapkan gasnya untuk pergi ngantor hari ini.Sosok itu siapa lagi bila bukan Affandra yang bahkan tidak akan pergi sepagi itu ke kantor. Ia menjadi menyesal memberinya pinjam sebuah motor. Harusnya ia punya alasan untuk selalu sarapan bersama, tapi melihat gadis itu sekarang lebih ceria dan dewasa hatinya juga senang.Dulu wanita itu selalu merengek manja padanya. Sempat ia mengira kehilangan wanita