Zora menghela nafasnya kesal. "Kenapa dia selalu muncul. Apa dia selalu menggodamu?"
"Kamu kan tau, Dania sudah menjadi investor saat masih menjadi temanmu. Dan dia melakukan lebih banyak suntikan dana. Anthony entah kenapa menyukainya. Tapi wanita itu lebih sering menggangguku." Kali ini Julian mengeluh."Apa kamu benar-benar tidak tergoda?""Kamu ngomong apa sih? Gimana mungkin? Apalagi setelah semua sikap buruk yang dia lakukan sama kamu. Gak usah mikir macem-macem. Kami cuma rekan bisnis.""Tapi dia gak akan menyerah. Dulu mana berani dia melakukan ini." Zora benar-benar kesal menyadari ia pernah bersahabat dengan ular seperti itu. Walaupun Zora tidak pernah meninggalkan posisinya. Orang seperti itu pasti akan menggigitnya sewaktu-waktu."Aku lebih bersyukur melihat semua sifat aslinya sekarang. Walau sebenarnya sempat tidak percaya."Julian meraih tangannya lembut. "Gak perlu khawatirkan orang seperti itu. Semua yang tau sifSebagai CEO yang terkenal dingin dan teliti. Ia tidak bergaul dengan para karyawan. Dan sangat selektif mengangkat orang kepercayaannya. Baru kali ini ia tertarik dengan seorang karyawan biasa, itupun karna Ronald terus terus memujinya.Zora segera menghadap menemui Yash di lantai 20. Tempat dimana para sekertariat inti dari perusahaan ini. Kasta tertinggi di perusahaan dan dipenuhi orang-orang yang efesien dan kepercayaan Yash. Banyak dari mereka adalah lulusan luar negri atau lulusan terbaik. Ronald menemaninya menemui Yash. Saat ia sampai di lantai itu, sepertinya rumor memang sangat cepat menyebar. Ia langsung menjadi pusat perhatian. Bahkan seorang karyawan biasa bisa memberikan masukan layaknya eksekutif profesional. Cukup menghebohkan."Selamat siang pak." Sapa Zora lebih dulu.Ronald menunggu di ruang sekertaris dan membiarkan Zora bertemu dengan Yash secara pribadi. Pria ini masih muda, seperti yang pernah Affandra katakan, mereka seumur
Zora membuka amplop yang diberikan Yash. Terlihat nominal cek disana 30 juta rupiah. Nominal yang besar hampir 2x gajinya saat ini. Dengan semua gajinya selama ini, Zora benar-benar bisa mandiri bahkan menolak pemberian Julian, yang malah membuat pria itu kesal. Kehidupan yang ia jalani kali ini sangat berbeda dengan kehidupannya sebelumnya, ia lebih menghargai segalanya. Betul yang selalu di katakan Affandra. Manusia selalu menginginkan apa yang mereka tidak pernah dapatkan. Dan Zora baru benar-benar merasakan bagaimana berusaha dengan keringatnya sendiri. Dan bahagia saat membelanjakan uang-uang itu walau ada perasaan sayang. Tapi itulah bedanya. Sebelumnya uang bahkan tidak berarti baginya. Hidupnya begitu mudah dan remeh, semua yang ia dapatkan adalah karna Ayahnya, dan hidupnya hanya untuk memenuhi obsesi ayahnya sebagai pewaris.Untuk kesekian kalinya menghirup aroma uang. Ia merasa bebas. Entah kenapa rasanya menyenangkan.Tidak butuh waktu lama be
"Jadi harus bisa nerima keluargamu ya Ta?" Pertanyaan Zora sekali lagi menjelaskan. Mengingat ia adalah tulang punggung keluarga dengan ibu janda dan nenek tua dan beberapa adik. Perjuangan Okta memang tidak mudah walau anak ini selalu tampil paling gokil seolah tak punya masalah."Iyalah. Tuh denger ya. Jadi gak usah baper-baper." Kali ini kalimat yang tertuju untuk Rofik. "Lah kamu ngasih jajan diri sendiri aja masih kurang kan? Temenan aja kita santai."Zora sampai geleng-geleng melihat kelakukan Okta yang sangat lugas dan ternyata punya pemikiran sedalam itu. Kita memang tidak bisa melihat orang sekilas dari apa yang terlihat. Anak ini selalu punya banyak kejutan."Terus kamu emang gak pernah akhirnya nyaman gitu sama orang?" Kali ini Naya juga akhirnya ikut kepo."Pernah sih, cuma ya biarin aja. Nanti juga lupa sendiri. Sesakit-sakitnya hati bakal sembuh dengan waktu. Eaaa!"Pluk! Sebuah gumpalan kertas tepat mengenai kepala Okta dan
Saat Affandra kembali, ia melihat Zora sudah lelap. Tapi mendengar langkah kaki Affandra Zora terbangun. Segera Affandra menyodorkan termometer yang digunakan Zora ke lipatan ketiaknya. 39° derajat."Udah minum obat?"Zora mengangguk lemah. Tidak ingin bicara.Affandra merapikan meja tidurnya. Menyiapkan minuman isotonik dan beberapa roti."Telpon aku kalo butuh apa-apa ya."Zora hanya mengangguk lemah.Affandra keluar dari kamarnya. Tapi tetap tidak tega. Sampai ia begadang di depan pintu Zora sambil nonton bola, takut tiba-tiba ada yang terjadi. Betul saja. Tengah malam Zora muntah-muntah dan lemas hampir jatuh di kamar mandi, untung Affandra sigap menangkapnya. Dan membantunya naik tempat tidur lagi.Ia membersihkan sisa muntahan dan menyiapkan baskom kecil di bawah tempat tidur. Juga merebus air untuk bikin teh manis."Ke rumah sakit aja ya." Pinta Affandra.Zora menggeleng lemah, meraih tangan Affandra untuk menjadi bantalan tidurnya. En
Melihat siapa yang sedang datang tenggorokan Zora tercekat, ingin menelan sesuatu tapi tenggorokan itu kering. Dan hatinya berdebar tidak tenang.Pria itu masuk dengan santai. Memberi senyum untuk semua orang. Dan mulai menyalami ayahnya Zora. "Selamat malam om." Sambil mengulurkan tangan.Terlihat jelas pria besar itu tidak senang dengan pria yang kini baru hadir. Ia mengulurkan tangannya, dan hanya mengangguk acuh.Julian juga menyalami Affandra yang tersenyum membalas jabatan tangannya. Untuk pertama kalinya mereka benar-benar bertemu.Dan menghampiri Zora dengan Nyonya Anita di tepi ranjang. Setelah bersalaman dengan ibunya. Ia menatap iba pada Zora.Ini hari ke dua Zora di rumah sakit, tapi Julian baru menjenguknya karna perjalanan bisnisnya. Zora tau itu, tapi tidak dengan ke dua orang tuanya yang pasti langsung memiliki pikiran negatif."Gimana keadaanmu" Tanya Julian perhatian. Ia meraih tangan Zora dan meremasnya.Zo
Keesokan hari dokter visit sudah memeriksa dan menyatakan Zora sudah bisa pulang dan beristirahat di rumah. Nyonya Anita yang mendengarnya memohon untuk Zora pulang ke rumah bersama mereka. Tapi Zora tetap menolak. Akhirnya mereka mengantar mereka menuju kossan milik Affandra.Julian datang untuk menjenguk, saat keluarga Zora sedang membantunya untuk pulang. Dimana Affandra mendorongnya dengan kursi roda dan membantunya naik ke mobil.Dengan jelas ia melihat, bagaimana pria itu sangat perhatian dari tatapannya. Dari kejauhan ia tidak bisa menerima, tapi saat ini keluarga Zora juga hadir dan tidak mungkin ia bersikap gegabah kecuali hanya menahan dan memperhatikan dari jauh. Sangat sia-sia berada di antara mereka.Julian mengekor hingga sampai di kosan. Ia pun turun dari mobil. Sangat ingin membantu Zora. Yang masih di bantu Affandra, dan kedua orang tua Zora terlihat membiarkannya. Ini jelas ada sesuatu yang salah. Sepertinya Affandra adalah orang yang men
Sebenarnya Zora masih merasa agak lelah, Affandra bersikeras menyuruhnya untuk tetap istirahat. Tapi Zora merasa lemahnya karna dia tidak beraktifitas. Mungkin dengan segera bekerja ia akan menemukan kembali energinya. Bukan Zora namanya bila dia juga tidak keras kepala.Ia melangkah lemah, menyusuri jalan dan naik ke lift untuk memencet tombol yang mengarah pada lantainya. Ternyata Yash sudah melihatnya dan buru-buru masuk ke lift yang sama. Ia melihat Zora masih agak pucat. "Kau masih pucat, kenapa sudah turun kerja?" Zora sempat kaget melihat siapa yang bicara padanya. "Oh Pak Yash, tidak masalah. Saya hanya bosan dan merasa lelah di rumah. Mungkin bertemu teman-teman bisa membuat energi agak meningkat." Jawabnya tersenyum dengan ramah. Yash hanya mengangguk. "Jangan terlalu lelah." Zora pun tersenyum berterima kasih atas perhatian bosnya.Di lift itu juga ada beberapa karyawan yang memperhatikan. Tentu rumor dengan cepat menyebar. Siapa yang tidak ken
Dengan kemarahan di hatinya, Celine membaca laporan yang di selesaikan Zora. Memang laporan ini rapih tapi hampir tidak ada bedanya dengan apa yang dikerjakannya selama ini. Semua ini hanya omong kosong untuk menendangnya.Tidak bisa di toleransi, dia mengatakan hal yang tidak-tidak sebagai kemarahannya. Sampai mengatakan pasti Zora sudah memberikan tubuhnya agar bisa ada di posisi ini. Kenapa Pak Yash begitu menyukainya?Seperti yang kita tau, rumor berkembang cepat dengan banyak asumsi negatif yang menyelimutinya, intinya orang-orang itu pasti iri dengan kepesatan karirnya. Hal yang tidak mungkin karyawan yang baru 6 bulan kerja sebagai karyawan biasa tiba-tiba naik ke jabatan sekertaris utama, memangnya sejenius apa orang itu? Bahkan teman-teman satu timnya tidak bisa percaya walau mereka melihat sendiri bagaimana Zora sangat lihai dan percaya diri. Ridwan tidak bisa menyembunyikan rumor, kalau dirinya sudah berjanji tidak akan memberi tahu rumor jahat