Andi menatap wajah Herman dengan lesu. "Jadi mana uang yang akan kamu kembalikan pada perusahaan, Pak Andi? Saya sudah memberi perpanjangan waktu untuk bapak melunasi hutang korupsi," ujar Herman sambil menatap balik ke arah Andi. Andi menghela nafas panjang. "Sekarang saya tanyakan pada pak Herman. Apa pak Herman jadi membeli rumah saya untuk Larasati atau tidak? Kalau tidak jadi, saya butuh waktu lebih lama untuk menjual rumah saya melalui bank," sahut Andi akhir nya. Herman berpikir sejenak. "Tidak. Aku sudah tidak ingin membeli rumah itu. Daripada Larasati teringat terus pada rumah tangganya yang gagal bersamamu. Lebih baik, kamu jual saja rumah kamu melalui pihak bank," sahut Herman. Andi tersenyum kecut. "Kalau begitu, berikan waktu yang lebih lama untuk saya sampai rumah itu terjual.""Mana sertifikat rumah kamu. Akan kulelang rumah mu dan semua uangnya akan masuk kas perusahaan."Andi terkejut. Tampak keberatan. "Tapi pak, nilai jual rumah itu lebih dari nilai hutang saya
Heh! Jauhi anak saya!"Ridho menoleh dan melihat Andi sedang menatap dia dan Novela dengan penuh amarah. Novela mendelik melihat Andi mencengkeram pundak Ridho. "Papa? Ada hak apa papa menyuruh mas Ridho menjauhi aku?" tanya Novela kesal menatap ke arah Andi. Andi memandang Novela dengan galak. "Apa kamu tahu, siapa Ridho ini?"Novela mengernyitkan keningnya. "Memang apa urusannya hubungan saya kami dengan siapa mas Ridho?""Tentu saja ada hubungannya! Ridho itu adalah orang yang membuat papa turun jabatan! Dan papa tidak ikhlas kalau kamu mempunyai hubungan dengan laki-laki yang membuat karier papa hancur!" seru Andi dengan mengepalkan tangannya. Ridho hampir saja angkat bicara saat Novela menyahut terlebih dahulu. "Maaf, Pa. Nova sudah pernah mendengar hal itu dari mas Ridho. Soal papa turun jabatan, itu bukan salah mas Ridho, tapi salah papa sendiri. Salah papa sendiri yang telah melakukan tindakan korupsi di kantor papa. Wajar lah kalau orang yang bersalah diberi sanksi," sa
Ridho baru saja keluar dari ruangan nya saat dia terkejut melihat Andi yang berdiri di depan pintu nya. Ridho refleks bersiaga. Berjaga-jaga jika Andi akan melakukan sesuatu. "Ridho, saya minta maaf atas apa yang terjadi Minggu lalu," ucap Andi dengan sungguh-sungguh menatap Ridho. Pemuda itu mengerutkan keningnya tapi sejurus kemudian dia tersenyum. "Saya juga minta maaf kalau sempat membuat pak Andi kesal atau bersikap tidak sopan," sahut Ridho agak canggung, sementara itu dalam hatinya sibuk menduga-duga apa yang akan dilakukan oleh calon mertuanya itu. "Saya akan merestui pernikahan kamu dan Novela bahkan ikhlas menjadi wali pernikahan kalian, jika kamu bersedia mengabulkan permintaanku."Mata Ridho berbinar tapi tak urung juga dia semakin bertanya-tanya apa yang akan diminta oleh Andi."Apa permintaan pak Andi pada saya?" Andi pun membisikkan sesuatu ke telinga Ridho, membuat pemuda itu mendelik. ***Ridho menekan bel pintu di depan rumah Novela, saat tak lama kemudian ga
Berbagai rasa berkecamuk di hati Mutia setelah mendengar suara ketuk palu hakim. Ada rasa sedih karena usia semuda ini sudah menjadi janda. Ada rasa lega karena sudah terbebas dari suami peselingkuh dan mertua yang suka memerintah. Juga ada rasa khawatir dengan stigma masyarakat yang beredar tentang janda. Pun ada rasa harapan untuk bisa menemukan kehidupan yang bahagia pasca berpisah. Mutia berdiri dari kursinya dan menatap ibu serta adiknya. "Terima kasih, Bu, dek Rio, kalian sudah bersedia menjadi saksi. Dek Rio bahkan sudah bela-belain ijin dari sekolah hari ini agar bisa ke pengadilan agama," sahut Mutia lirih dan menatap adik serta ibunya penuh rasa terimakasih. "Apaan sih, mbak Mut. Kamu kan sedang butuh bantuan, jadi apa salahnya aku membantu kamu. Untung aku baru saja mendapatkan KTP," sahut siswa kelas dua SMA yang memang berusia 17 tahun saat awal tahun ini. Mutia tersenyum. "Ya sudah. Ayo ke kos Mutia dulu. Kita makan-makan di sana. Nanti kita pesan makanan online dulu
Ting! Sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam aplikasi hijau nya. Saat dibuka, ternyata dari Tatik, Ibunya. [Damar, kamu sudah gajian kan? Ibu tahu dari pak Ahmad yang ngantar kamu kerja di sana kalau setiap tanggal dua, kamu gajian. Ibu minta duit dong untuk belanja. Tabungan bapak dan ibu kan habis untuk membelikan kamu motor?]Damar menghela nafas berat. Lalu mau tidak mau dia membalas pesan dari ibunya. [Iya Bu. Ibu kirim nomor rekening sekarang ya. Damar memang baru gajian.]Centang biru. Langsung dibaca oleh ibu nya dan ibunya membalas pesan Damar dengan cepat. [Sip. Kamu memang bisa diandalkan! Terima kasih ya. Ini nomor rekening ibu. 167xxx]Damar segera mentransfer 1,5 juta untuk ibunya melalui aplikasi mbanking di ponselnya.Dan tak lupa segera mengirimkan tangkapan layar bukti transfernya ke nomor hp ibunya.Damar lalu mentransfer delapan ratus ribu pada rekening agen penjual mobil Vixionnya.Lelaki itu seakan lemas saat melihat saldo terakhir di hpnya. "Ck, baru aja gaji
"Pak Andi. Andi Wijaya dari perusahaan manufaktur mobil Herman Adijaya," sahut begal itu membuat mata Damar membola sempurna.'Sial*n! Jadi tua bangka itu dalang dari hilang nya motor Vixion ku? Aku tidak akan tinggal diam! Awas saja. Akan kucari waktu yang tepat untuk membalas dendam,' batin Damar. Dia melepaskan begal itu dan membuang botol yang telah pecah setengah bagian begitu saja di jalanan. Begal yang baru saja diancam Damar bangkit berdiri dan membersihkan debu di badannya. Sementara itu dua orang penjaga satpam di wilayah lokalisasi itu mendekat ke arah Damar dan Dedi. "Ada apa ini?" tanya salah satu satpam. Saat begal yang baru saja diancam Damar akan membuka mulut, Dedi segera memberikan dua lembar uang seratus ribuan di telapak tangan mereka. "Maaf, Pak. Ini hanya salah paham saja. Jadi saya mohon jangan diperpanjang," ujar Dedi. Kedua satpam itu tersenyum kecut. "Ya sudah. Jangan membuat kerusuhan di sini. Mengganggu tamu yang lain," sahut satpam itu sebelum pergi.
"Kamu jadi janda itu bukan salah kamu, Mut. Nggak usah merasa malu."Baru saja Mutia dan Aksara memberikan buku menu dengan daftar makanan yang dipesan, saat ponsel Mutia berdering. Mutia segera menerima panggilan telepon itu tanpa mengaktifkan pengeras suara. Sesaat terlihat Mutia yang terkejut, selanjutnya dia manggut-manggut. "Ada apa, Mut?" tanya Aksara setelah Mutia mengakhiri panggilan teleponnya. "Pak Bram meminta aku untuk menyanyi di acara pernikahan Larasati karena permintaan Larasati, Mas. Bagaimana ini? Apa yang sedang direncanakan Larasati?Jangan-jangan dia berniat buruk padaku, padahal aku nggak pernah membalas dendam padanya setelah dia selingkuh dengan mas Damar. Tapi Larasati berani membayar mahal itu jasaku menyanyi semalam di pernikahan nya," sahut Mutia bingung. Aksara berpikir sejenak. "Kamu terima saja tawarannya. Aku juga akan kesana bersama dengan Novela. Kapan hari pernikahan Larasati?" "Lusa, Mas.""Iya. Kamu datang saja dan selalu bersikap waspada. Aku
Beberapa hari sebelum hari pernikahan nya tiba, Larasati mendapatkan ide untuk memilih penyanyi dalam acara resepsi nya. "Mas, apa kamu ingat penyanyi yang menyanyikan lagu di restoran saat acara lamaran dulu?" tanya Larasati saat dia dan Herman sedang makan malam berdua di pantai. Larasati menikmati makanannya dengan menatap ke arah penyanyi yang sedang manggung di kafe itu. Herman tampak mengerutkan keningnya. "Ingat. Imut ya wajahnya. Kayaknya masih muda. Kenapa sih?"Larasati tampak mengerucut kan mulutnya saat mendengar jawaban Herman. "Berarti menurut Mas, lebih cantik dia daripada aku?" tanya Larasati cemberut. "Ya tentu saja lebih cantik dan lebih seksi kamu dong daripada dia! Kenapa sih? Bukti nya aku kan lebih milih kamu, Ras!""Hm, aku ingin dia yang menjadi penyanyi latar saat kita nikah nanti.""Lha memangnya kenapa harus dia? Bukannya penyanyi saat menikah sudah menjadi urusan WO? Apa kamu kenal sama dia sih?""Eng-gak sih. Eh, lumayan kenal. Dia itu pernah merebut