Aneh sekali suamiku ini. Berani beraninya dia bilang itu hanya salah paham saja. Seandainya kalau aku tak mendengar sendiri pembicaraan mereka mungkin saja aku langsung percaya pada wajahnya yang munafik itu.
"Sudah, Dek, kamu hanya salah paham saja. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Maafkan aku ya, Dek, telah membuat kamu marah seperti ini." ucap Mas Hearfy dengan suara yang sangat lembut. Emang dia pikir aku tuli hingga tidak mendengar semua pembicaraan mereka tadi? huh dasar lelaki munafik! Baiklah, aku akan ikuti permainanmu yang licik ini. Aku akan lihat sendiri sampai di mana kamu bisa membohongiku. "Iya, Nak Dewi, suamimu memang benar tuh, kamu hanya salah paham saja. Mana ada kami berani berbicara jelek tentang kamu. Kamu kan menantu terbaik yang sudah memberikan Ibu seorang cucu." Timpal Ibu mertua dengan tersenyum padaku. Senyum yang dibuat- buat kurasa karena hatinya yang tidak menyukaiku. "Betul, Dek Dewi. Maaf, Mbak juga merasa bersalah sama kamu. Mungkin karena menonton postingan Mbak tadi makanya kamu berpikiran yang bukan - bukan dan datang kemari. Sebenarnya Postingan itu hanya untuk menghibur kok, karena Mbak kan sekarang jadi konten kreator, makanya apa - apa selalu di posting." kilah Mbak Sandra. Aku cuma mendengar semua alasan mereka tanpa menyahut sedikit pun dan menatap wajah - wajah yang penuh dengan sejuta dusta itu. Teganya mereka, di belakangku mereka merencanakan untuk menghancurkan rumah tanggaku, sementara di depanku mereka bertingkah seolah manusia yang paling baik sedunia. "Iya, Dek, ayo kita pulang. Mumpung belum sore. Apa lagi hari sudah mulai mendung, nanti bayi kita kehujanan di jalan." Timpal Mas Hearfy sembari menggamit tanganku menarik tanganku untuk pulang. Aneh, dasar manusia tukang selingkuh. Barusan tadi pagi ia kabur dengan segudang emosi yang menggunung, tapi kini ia malah mengajakku untuk pulang secepatnya ke rumah. Mungkin ia takut rahasianya akan terbongkar bila aku terus berada di rumahnya lama - lama. "Tapi, Mas, tadi katamu akan nginap di sini. Aku juga mau ikut nginap, Mas, mumpung sudah lama rasanya aku tak nginap di sini. Maaf, kalau aku telah berprasangka padamu yang bukan bukan." ucapku sambil sekilas melirik ke arah Ibu mertua dan Mbak Sandra, keduanya malah saling lempar tatapan kepada Mas Hearfy dan memberi kode agar secepatnya membawaku pulang ke rumah. "Ah, aku berubah pikiran, Dek. ya sudah kita pulang yuk, maafkan Saya yang sudah merepotkan kamu sampai mengikuti kemari." "Iya, betul Nak Sandra. bukannya Ibu tidak suka kamu nginap di sini, tapi sebaiknya sebagai istri yang baik kamu harus menuruti apa kata suamimu. " ucap Ibu sambil tersenyum sinis. "Apa ibu tidak kangen sama cucu ibu?" aku memperlihatkan bayi yang tertidur lelap dalam gendonganku. Ibu mertua malah membuang muka tidak menengok sedikit pun pada bayiku. "Maaf Ibu belum bisa bermain dengan anakmu, badan Ibu gatal-gatal semua." ucap Ibu sembari berpura- pura menggaruk tangan dan lehernya. Ayah mertua yang melihat tingkah istrinya hanya menatap tak percaya sembari menggelengkan kepala. Walau pun dalam hatiku serasa gemas ingin mencaci mereka, akan tetap dengan sekuat tenaga aku mencoba berusaha untuk menahan diri. Ini sengaja kulakukan karena aku ingin membuktikan perselingkuhan mereka terlebih dahulu. Setelah semua bukti cukup, aku pun akan bertindak sesuai dengan caraku. Tak akan kubiarkan manusia yang telah menyakitiku merasakan hidup enak dan bahagia di atas penderitaanku. Kulirik sekilas wajah Ibu yang masam pada putranya itu dan juga Mbak Sandra yang mengolok dari belakang. Mereka berdua seperti sengaja menyuruh Mas Hearfy agar secepatnya meninggalkan rumah mereka. "Ayo, Dek, kok bengong. Ayo pulang" Setelah Mas Hearfy berhasil mengajakku ke luar dari rumahnya dengan kata- kata yang lembut, tiba di luar yaitu di halaman rumahnya, suaranya malah berubah kembali kasar padaku. "Dasar perempuan tukang ikut campur!Kenapa sih kamu sampai mengikuti aku ke sini segala?! Apa kamu cemburu melihat aku berdekatan sama Mbak Sandra?" Tanya dia sembari berjalan mendahuluiku dengan menyeret kembali tas pakaiannya untuk dibawah pulang ke rumah. Lalu ia pun menanyakan di mana aku memarkirkan motorku tadi. Tingkahnya sudah seperti orang gila. "Jalan saja, Mas, nanti aku tunjukan dimana aku memarkirkan motorku. Masa untuk anak istri sendiri kamu selalu mengomel, akan tetapi kalau untuk orang lain kamu pasang badan selalu di depan untuk menolong." ucapku tegas tapi sinis. "Kamu mulai menyindirku ya, Dek? Terang saja aku membantu Mbak Sandra karena dia kakak iparku. Coba kalau orang lain, tentu aku juga nggak mungkin bantu. Kamu saja yang suka curiga sama aku." ia mulai merasa tersindir. Baiklah, kalau kamu mau kembali ke rumah demi untuk menutupi kebusukan mu, aku juga tak ambil pusing. Akan tetapi secara perlahan - lahan, aku akan cari gara - gara agar bisa membuat kamu makan hati tiap hari mendengar sindiran dariku. Tiba ditempat aku memarkirkan motor, ia kembali menggerutu lagi sembari menghidupkan mesin kendaraan roda dua ku itu. "Ini mungkin rencana kamu untuk menguping pembicaraan kami ya, Dek, makanya memarkir motornya jauh dari rumah Ibu seperti ini. Akan tetapi kalau terlalu curiga seperti itu, bisa berbahaya loh, karena akan membuat pikiranmu jadi tidak tenang dan kamu akan menderita sakit hati. Dan lama- lama kamu jadi orang yang cemburu buta." "Tidak ada niatku untuk menguping pembicaraan kamu, Mas, apa lagi untuk cemburu. Karena aku tahu kamu seorang lelaki yang kejam dan tak punya hati. Jadi mana mungkin semua wanita di kampung ini mau sama kamu? kalau salah satu ada yang mau, pasti itu hanya perempuan ga tal yang suka mengganggu rumah tangga orang. " jelasku panjang lebar. Wajahnya merah padam mendengar setiap kalimat yang penuh sindiran yang kuucapkan. Ia akhirnya diam sendiri hingga kami tiba di rumah. Tak ada sepatah kata pun yang ke luar dari mulutnya untuk membantah ucapanku. *** Keadaan di rumah menjadi tenang hampir sampai seminggu semenjak Mas Hearfy pulang dari rumah ibunya. Tak ada lagi suara cemprengnya yang ribut meminta aku untuk melayaninya. Sebab setiap kali ia mulai menyinggung masalah itu, aku selalu mengatakan kalau tubuhku kini bukan seperti masa gadis dulu yang beraroma parfum yang mahal, akan tetapi sekarang ini karena anakku masih bayi, maka tubuhku beraroma khas asi dan juga bau minyak telon dan juga bau minyak kayu putih. Aku seperti itu sekedar hanya untuk mengingatkan ucapan dia di rumah ibunya kalau ia merasa eneg melihat dan dekat denganku. "Emang kamu tidak jijik padaku, Mas? Badanku bau minyak kayu putih bercampur dengan bau asi." ucapku yang membuat ia langsung mati kutu. sejak saat itu, no a pun terdiam, dan tak berani lagi buka suara meminta haknya. Mas Hearfy kini kesibukannya pun jadi berubah. Kalau Minggu lalu ia sering bertandang ke rumah ibunya, Kini sepulang dari bekerja di perusahaan, ia menghabiskan waktunya dengan memegang ponsel berjam-jam atau menonton televisi tanpa menghiraukan ku. Aku pun melakukan hal yang sama padanya. Aku tak menghiraukan kehadirannya di rumah. Kalau dia mau makan ya makan selagi ada makanan yang sudah dimasak. Akan tetapi, kalau belum, ia terpaksa harus gigit jari atau membuat kopi sendi. Hingga suatu saat mungkin ia sudah nggak betah melihat aku yang terus mendiamkannya, ia pun bertanya. "Dek, Kenapa kamu selama ini selalu mendiamkan ku? Kalau ada sesuatu tolong ceritakan padaku, jangan hanya memendamnya sendiri." ucapnya. Sekilas aku melirik ke arahnya. Wajahnya malah menunduk, tak mampu dia untuk beradu pandang denganku. "Mau tahu kenapa aku diam, Mas? Baiklah aku akan memberitahumu sekarang. Aku diam karena tak ada yang perlu aku bicarakan. Mau bicara dengan siapa? Soalnya di rumah ini aku tak ada teman untuk berbagi suka dan duka. Apa lagi, napasku juga bau, mungkin mendengar suaraku saja kamu bisa mual." aku kembali menyindirnya. Kulihat wajah Mas Hearfy merah padam. Mungkin ia teringat kembali kalau semua kata - kata itu adalah hinaan yang pernah dilontarkan dari mulutnya sendiri untukku. Dari sejak itu, kami pun sering diam, walau tinggal serumah m, tapi tak ada komunikasi sama sekali diantara kami. Hingga tiga hari kemudian, ketika aku sedang duduk duduk di teras, muncul Mbak Sandra dengan gaya yang bohai gemulai, datang dan menyapaku. "Hai, selamat sore." suaranya terdengar ceria yang dipaksakan. "Sore, silakan masuk, Mbak. Kalau boleh tahu Mbak ada perlu apa ya datang ke mari?" Aku langsung bertanya tujuan yang sebenarnya datang ke rumah. Menurutku perempuan yang seperti ulat buluh begini tak usah dikasih hati nanti di jadi keenakan sendiri. "Biasa, Dek, aku kangen sama anakmu yang gemas itu. Makanya malam ini aku berencana nginap di sini." ucapnya. Apa? menginap? Apa dia sudah sangat kega telan hingga tak tahan dan mendatangi suamiku ke rumah? Atau memang keduanya sudah merencanakan hal ini sebelumnya? ""Cepat, Mas, yang kencang dong biar agak enak. Iya, Mas, gitu dong, ah, ini baru enak." terdengar suara Mbak Sandra yang mendesah desah dari arah dapur. Menjijikan. Mereka lagi buat apa sih di sana? Gegas aku mengintip di celah pintu yang terbuka yang mungkin sengaja tidak di tutup okeh mereka. Ya Ampun! Keduanya sedang... *** "Maaf, Dik Dewi, boleh kah malam ini saya nginap di sini? Saya Jenuh di rumah sendirian." tanya Mbak Sandra padaku saat kami berdua duduk di teras. Heran aku, bisa - bisanya dia bilang di rumah cuma sendiri, pada hal kan dia saat ini tinggal bersama dengan kedua mertuaku. Karena terlalu emosi dengan sikapnya yang suka berbohong, aku pun segera menegurnya. "Kok bisa sendiri, Mbak, terus Ibu mertua ke mana? Apa mereka Nggak ada di rumah?" Wajahnya Mbak Sandra seketika memerah, ketahuan kan kalau dia mau berbohong padaku. Dasar wanita ikat buluh! "Ada sih, Dek, tapi mereka sering ngobrol sendiri, sedang aku nya di kamar se
Dan satu lagi, kenapa ia berpakaian begitu seksi? Dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku? *** "Dek, ayo makan, aku sudah menyiapkan semua hidangan untuk makan malam di meja makan." panggil Mbak Sandra dari luar di depan pintu kamarku. Gegas aku ke luar dan mendapati Mbak Sandra yang sudah dalam keadaan segar bugar. ia seperti baru selesai mandi keramas terlihat dari rambut panjangnya yang basah tergerai sehingga membasahi mini dress yang dikenakannya. Aku jadi sangat heran, kok bisa dia mandi keramas pada hal cuacanya saat ini sangat dingin karena barusan diguyur hujan lebat. Di tengah malam seperti ini lagi? Apa dia nggak kedinginan? karena terlalu merasa curiga, aku pun langsung menanyakan padanya. "Mbak mandi keramas? Aneh, pada hal cuacanya sangat dingin karena baru saja diguyur hujan lebat tadi. Apa Mbak nggak merasa kedinginan?"tanyaku
"Eh, Mbak Sandra, kenapa wajahmu pucat begini?" tanyaku sembari melirik ke arah Mas Hearfy. Aku hanya tersenyum saat memandang wajah keduanya yang pucat pasi karena semalaman kurang tidur. Rasakan! Itulah kalau mau bermain main denganku.! *** Baguslah, keduanya masih berada di ruang makan. Mungkin betah berlama lama berdua. Dasar manusia tukang selingkuh, suka ambil kesempatan dalam kesempitan. Tak mau berlama- lama, aku gegas menuju ke kamar, mengambil obat pencahar dan ku pencet sedikit ke gelas lalu mengaduk dengan cepat, setelah itu ku tuang air itu ke galon, kebetulan air galonnya tinggal sedikit, pas lah bila dicampur sama obat ini, nanti sisanya bisa ku buang besok pagi. Tak lupa, aku memisahkan sedikit air untukku bawa ke kamar biar bisa diminum nanti kalau sedang haus tengah malam. "Belum selesai acara makannya, Mbak, Mas?" tanyaku sambil memperhatikan tingkah keduanya yang gelagapan. "Sudah, Dek, ini juga mau habis." sahut Mbak Sandra sambil menunjukan isi di piring
Kulihat Mbak Sandra sudah bertukar pakaian. Yang lebih mengejutkan, dia mengenakan celana kolor dan baju kaus kepunyaan Mas Hearfy suamiku. Dasar perempuan gak punya malu! *** "Kok pulang lagi? nggak jadi ke butik? Tadi katanya mau ke sana." cecar ku ketika melihat keduanya baru turun dari motor. Baik Mas Hearfy atau pun Mbak Sandra tak ada yang menjawab pertanyaanku, keduanya berjalan tergesa hampir seperti berlari. Karena penasaran, aku pun akhirnya ikut juga keduanya ke dalam rumah. Oh, ternyata keduanya menuju ke toilet. Apakah keduanya buang air lagi? "Mbak Sandra sakit perut lagi? Ya ampun, itu pasti akibat mengonsumsi makanan yang terlalu asin semalam yang membuat kalian jadi seperti itu. Beruntung deh, aku tak memakannya jadi selamatlah aku dari makanan pembawa maut itu." ujarku sembari melihat Mbak San yang sedang mengurut perutnya sendiri. Tiba - tiba aku mendengar ada bunyi yang ke luar dari tubuh Mbak San, baunya sangat mengganggu indra penciuman. Tdak lam
"Oh...ah...Mas, enak, kapan kamu menceraikan istrimu itu, Mas? Aku nggak kuat kalau terus sembunyi- sembunyi seperti ini. Nggak bebas. oh..." Terdengar suara perempuan yang merengek diantara suara desahan dan rintihan. Itu kan suara... *** "Bagaimana? Apa Dek Dewi mau meminta bantuan dari tetangga untuk mengusir kakak iparmu itu? Nanti kalau mau kabarin saya biar saya yang mengumpulkan warga untuk menggerebek mereka berdua." Suara Ibu Rohaya terngiang - ngiang di telingaku. Ah, apa aku akan melakukan tindakan yang dikatakan oleh Bu Rohaya tadi? Tapi ini juga sekaligus akan menghancurkan rumah tanggaku sendiri karena mungkin itulah tujuan utama Mbak Sandra nginap di rumahku dan melakukan tindakan tindakan yang menantang yaitu ingin menghancurkan rumah tanggaku. Ah, tidak! Aku harus mencari cara sendiri untuk mengusir Mbak Sandra. Dia ini tipe wanita yang tidak mempan dengan ucapan yang kasar. Bayangkan saja, disaat aku mengusirnya saja dia malah anteng mengan
"Mas, panas, Mas, oh...perih." teriak Mbak Sandra histeris setelah menyadari ada sesuatu di organ vitalnya tersebut. "Sama, Yang, aku juga. Memangnya ada apa ini, Yang? kenapa kita kepanasan berdua?" Mas Hearfy menimpali.**** Tanpa berkata kata lagi, Mas Hearfy langsung melompat turun dari tubuh Mbak Sandra, sedang perempuan itu, sudah tak menghiraukan keadaan tubuhnya yang tak berbusana, ia sibuk menjerit dan berteriak histeris sambil memegang organ vitalnya tersebut. Ketika Mas Hearfy berbalik dan mendapati aku yang sedang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan di dada, wajahnya seketika langsung berubah pias. "Apa yang sudah kau lakukan, Dek? Kau....? Dasar istri kurang ajar! Kenapa kamu sengaja melakukan perbuatan itu pada Sandra?! Apa kamu cemburu? Salah kamu sendiri, kenapa selama ini kamu selalu menolak keinginanku. Giliran aku jajan di luar, baru kamu marah - marah tak terima." Bola mata Mas Hearfy membelalak besar menatapku.
Rasakan! Itulah kalau berani merusak rumah. tangga orang.*** "Mas...panas, Mas, oh, aku nggak kuat." Tangisan yang menyayat hati terus ke luar dari mulut Mbak Sandra. Mau berdiri atau pun duduk ia jadi serba salah, semuanya jadi tak tenang. Rasa panas efek dari sambal terasi yang pedas mampu membakar di dinding organ vitalnya sehingga ia sangat menderita kepanasan yang teramat sangat. "Tenanglah, Dek , nanti saya usahakan mencari es batu barang beberapa batang dulu biar kamu berendam di dalamnya. Kalau adem kan enak biar cepat sembuhnya. Sekarang, berendam dulu di baskom yang sudah terisi dengan air ini. Aku ke luar sebentar mencari es batu dulu. Kamu aku tinggal ya, Yang?" Dari jarak yang cukup jauh antara kamar dan ruang tengah, aku melihat si ulat buluh itu mengangguk. Ia sesekali berdiri, sesekali duduk sambil memegang organ vitalnya. Demi melihat aku yang sedang santai menyusui anak di depan televisi, Mas Hearfy pun mendekatik
"Sandra!Ke luar kamu! Jangan ngumpet dengan suami orang!" teriak Bu Rohaya di depan pintu rumahku. Melihat kehebohan itu, aku cepat masuk ke dalam rumah untuk menggendong putra kecilku yang baru berusia sebulan setengah itu. Ya, aku Khawatir dia akan kaget mendengar suara kegaduhan di rumahku. Aman. Setelah bayi merah itu berada dalam dekapanku, aku cepat membawanya ke luar. "Sandra! Hearfy! ke luar kalian! Dasar manusia muka tembok tak punya malu! Kenapa kalian berselingkuh,hah?! Seharusnya kalian tuh sadar kalau perbuatan kalian telah menyusahkan banyak pihak."suara Bu Rohaya masih lantang berteriak di timpal dengan suara dari Ibu- ibu lainya. Dari tempat persembunyianku, aku melihat pintu rumah mulai terbuka, lalu muncul Mas Hearfy berdiri di depan pintu menghadap ke pada Ibu -ibu tersebut. Aku tersenyum, rupanya seperti biasa ia yang akan maju paling depan demi membela perempuan selingkuhannya. "Ada apa Bu, kenapa bikin gaduh di rumahku? Apa salah ku, Bu?" Suaranya tegas ber