"Sandra!Ke luar kamu! Jangan ngumpet dengan suami orang!" teriak Bu Rohaya di depan pintu rumahku. Melihat kehebohan itu, aku cepat masuk ke dalam rumah untuk menggendong putra kecilku yang baru berusia sebulan setengah itu. Ya, aku Khawatir dia akan kaget mendengar suara kegaduhan di rumahku. Aman. Setelah bayi merah itu berada dalam dekapanku, aku cepat membawanya ke luar. "Sandra! Hearfy! ke luar kalian! Dasar manusia muka tembok tak punya malu! Kenapa kalian berselingkuh,hah?! Seharusnya kalian tuh sadar kalau perbuatan kalian telah menyusahkan banyak pihak."suara Bu Rohaya masih lantang berteriak di timpal dengan suara dari Ibu- ibu lainya. Dari tempat persembunyianku, aku melihat pintu rumah mulai terbuka, lalu muncul Mas Hearfy berdiri di depan pintu menghadap ke pada Ibu -ibu tersebut. Aku tersenyum, rupanya seperti biasa ia yang akan maju paling depan demi membela perempuan selingkuhannya. "Ada apa Bu, kenapa bikin gaduh di rumahku? Apa salah ku, Bu?" Suaranya tegas ber
"Diam kalian semua! Kalian sungguh keterlaluan! Ini masalah rumah tangga anakku, tapi kenapa kalian ikut campur? Apa karena kalian di rumah kurang kerjaan sehingga anakku menjadi bulan bulanan seperti ini?!" suara Ibu mertua terdengar lantang membela anaknya. Rupanya ia tidak terima anaknya diadili di depan umum seperti ini. Apa lagi Ayah Mas Hearfy yang dulu seorang kepala desa, mungkin dia merasa malu juga. Namun, ucapannya itu disambut dengan sorakan dan ejekan dari para tetangga. "Ya, Ibunya malah membela, mungkin dia yang menyuruh anaknya untuk berselingkuh dengan mantu nya yang janda itu. Secara kan yang janda itu punya pekerjaan. Tapi ingat ya, Bu, bila kamu ikut campur atas masalah ini, dosa kamu yang tanggung karena kamu yang menyuruh mereka berselingkuh." timpal Bu Rahma. "Betul, Bu. Mungkin ibunya ini adalah otak dari semua masalah yang menimpa rumah tangga anaknya. Secara, kalau orang baik- baik pasti malu. Ini dia sepertinya bangga
"Itu dia, Bu, sumber masalahnya. Dia telah menfitnah kami.!" teriak Mbak Sandra dari tempat duduknya. Ketika ia hendak berdiri, tangannya cepat ditahan oleh para hansip yang menjaganya sehingga ia pun terduduk kembali di tempatnya semula. "Emang benar begitu, Wi?" tanya Bu mertua padaku. Aku hanya menggeleng." Nggak, Bu, sahutku perlahan. Rupanya jawabanku yang singkat itu membuat Mbak Sandra tidak terima. Ia kembali mengadu ke Ibu mertua. "Alah! Jangan percaya, Bu. Si Dewi memang licik. Pura - pura alim di depan semua orang, tapi di belakang kelakuannya seperti binatang." Aku menatapnya sesaat. Belum kapok juga nih orang. Rasanya, efek dari sambal terasi itu belum pada hilang panas dan perihnya, eh, dia malah sudah mulai cari gara - gara kembali denganku. "Wi, Ibu sangat kecewa dengan kamu. Atas dasar apa kamu sampai melaporkan suamimu ke Pak RT seperti ini? Kamu tuh bikin malu tahu nggak? Kalau di rumah tangga ada terjadi suatu masalah, kan bisa diajak bicara baik - baik
Ia mengungkung tubuhku diantara kedua tangannya yang bertumpu di dinding, sementara kakinya ia gunakan untuk menutup pintu. "Mau apa dia?"*** "Kamu?" "Iya, saya. Kenapa? Kaget?" "Nggak, Mas, siapa juga yang kaget. Aku hanya heran aja kenapa kamu balik ke rumah ini? Bukankah seharusnya kamu bersama gundikmu itu?" tanyaku sinis padanya. "Itu urusanku, bukan urusanmu.!"sahut Mas Hearfy. "Baiklah. kalau begitu, cepat katakan padaku ada urusan apa kamu datang ke rumah ini, Mas, supaya, kalau seandainya telah selesai, kamu akan ku suruh ke luar secepatnya. Aku tak mau menampung lelaki tukang selingkuh yang sebentar lagi akan jadi mantanku." ucapku sengaja mengejek dirinya. Mendengar itu dia menatap ku dengan garang. Mas Hearfy mendekatiku hingga posisi berdiri kami tak berjarak. Dan itu membuatku. semakin jijik saja padanya. "Lekas menjauh dariku, Mas. Aku sangat jijik berdekatan dengan kamu! Bauh tubuhmu saja sudah
Ternyata novel yang ku tulis diterima di platform yang sangat ketat dalam penilaian. Dari satu novel saja aku meraih penghasilan ribuan dolar. Tanpa terasa, kehidupanku mulai membaik setelah aku jadi penulis famous yang terkenal. ***"Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?" gumamku dalam hati. Aku berdiri menatap punggung Mas Hearfy yang diseret warga menjauh dari rumahku. Setelah semua warga pulang sambil menyeret Mas Hearfy, aku segera masuk dan menutup pintu. Hatiku lelah, baik fisik maupun batin seolah terkuras habis memikirkan tingkah laku Mas Hearfy dan Mbak Sandra selingkuhannya. Coba mereka sedikit berpikir logis untuk tak berbuat mesum di rumah ini, pasti tak begini juga caranya aku memperlakukan mereka. Aku hanya berusaha mempertahankan harga diri dari kekurangajaran mereka berdua. Apakah aku salah? Dan aku yakin, atas semua masalah yang menimpanya hari ini, tentulah Mas Hearfy tak akan mau memaafkan ku lagi atau mencoba mempertahankan rumah tangga yang baru dibangun seumur
Aku dihina oleh mertuaku sebagai wanita tak berguna yang hanya menyusahkan saja. Mereka tak tahu kalau penghasilanku dari menulis, bisa membeli apa saja yang ku butuhkan.***"Main ke rumah Ibu juga kalau ada waktu, Wi, Ibu sangat kasihan sana kamu. Jangan terlalu mengurung diri di rumah, nanti kamu dianggap suamimu, bahwa kamu menyesal telah menendang dia dari rumah dan masih mengharapkan dia. Emang. kamu mau dianggap seperti itu, Wi?" tanya Bu Rohaya. Aku menggeleng.Ingin rasanya menjelaskan padanya kegiatan apa yang kulakukan selama beberapa hari ini, sehingga membuatku betah dalam rumah seperti ini. Tapi rasanya aku belum percaya diri untuk mengutarakannya. Selain masih pemula, aku juga takut dicibir oleh mereka. Aku akhirnya memberi alasan saja yang sekiranya masuk akal dan dapat dipercaya oleh Bu Rohaya."Iya, Bu, nanti aku main kalau ada waktu. Saat ini aku masih fokus mengurus bayiku dulu." ujarku sambil tersenyum."Ya sudah, Ibu pamit dulu. Kalau butuh apa- apa atau mau
Air mataku terus mengalir melewati pipi ketika aku menyantap nasi basi. Sebegitu menderitanya keadaanku, hingga untuk membeli beras pun aku sampai tak mampu. Sementara, disaat anakku menangis kencang karena kurang asi, ayahnya malah melakukan hal yang sangat... Dasar lelaki tak punya hati! *** Disaat aku sedang menulis cerita, bayi kecilku yang tertidur tiba- tiba bangun, membuka matanya dan tangan mungilnya mengucek berulang ulang dan dengan seketika ia pun menangis. Mungkin terkena jati jati mungilnya ke dalam anak matanya sehingga ia merasakan sakit lalu menangis. khawatir ia nanti menangis kencang, segera aku meletakan ponselku, dan mulai memberi asi. Awalnya dan a diam dan terlihat tenang, namun, mungkin karena asi yang kurang lancar ia pun mulai menangis dengan kencang. aku tahu, ia menangis karena tak mendapatkan afi yang cukup. Sembari membujuk bayiku, aku segera beranjak ke dapur, rasanya seperti orang gila, masuk ke dapur namun tak ada apa pun di sana. Tak kuat menden
"Dek, apa kamu masih belum bisa melayaniku? Sudah sebulan lebih loh, aku puasa. Aku sudah nggak tahan nih." tanya Mas Hearfy dengan pandangan mata yang penuh permohonan padaku.Aku jadi jengkel melihat sifatnya yang tak mengerti seperti itu. Ini bukan kali pertama ia meminta haknya sebagai seorang suami padaku. Entah terbuat dari apa hatinya sehingga ia bisa begitu tega meminta ku untuk melayaninya. Padahal aku baru habis sebulan yang lalu melahirkan anak pertama kami, buah cinta kami berdua. "Bagaimana, Dek? Apa kamu sudah bisa sekarang?" tanyanya lagi ketika melihat aku masih terdiam juga tidak menjawab pertanyaannya. "Maaf, Mas, aku rasanya masih belum bisa karena luka di bekas jahitanku masih belum terlalu sembuh betul." jawabku dengan suara yang sangat lirih. Sungguh aku merasa sangat sakit hati dengan sikapnya ini. Ya Tuhan, sebenarnya bukan permintaan itu -itu terus yang ingin kudengar dari mulut suamiku. Sebagai seorang Ibu baru yang baru habis melahirkan, aku sangat me