"Cepat, Mas, yang kencang dong biar agak enak. Iya, Mas, gitu dong, ah, ini baru enak." terdengar suara Mbak Sandra yang mendesah desah dari arah dapur. Menjijikan. Mereka lagi buat apa sih di sana? Gegas aku mengintip di celah pintu yang terbuka yang mungkin sengaja tidak di tutup okeh mereka. Ya Ampun! Keduanya sedang...
*** "Maaf, Dik Dewi, boleh kah malam ini saya nginap di sini? Saya Jenuh di rumah sendirian." tanya Mbak Sandra padaku saat kami berdua duduk di teras. Heran aku, bisa - bisanya dia bilang di rumah cuma sendiri, pada hal kan dia saat ini tinggal bersama dengan kedua mertuaku. Karena terlalu emosi dengan sikapnya yang suka berbohong, aku pun segera menegurnya. "Kok bisa sendiri, Mbak, terus Ibu mertua ke mana? Apa mereka Nggak ada di rumah?" Wajahnya Mbak Sandra seketika memerah, ketahuan kan kalau dia mau berbohong padaku. Dasar wanita ikat buluh! "Ada sih, Dek, tapi mereka sering ngobrol sendiri, sedang aku nya di kamar sendiri. Jenuh aku kalau tanpa teman ngobrol. Jadi tolong ijinkan aku menginap di sini." ujarnya dengan memelas. Di saat aku tengah berpikir apakah akan mengijinkan dia menginap atau tidak, Mas Hearfy malah dengan lantang mengijinkan Mbak San untuk nginap di rumah kami. "Ya nggak apa- apa to, Mbak, cuma nginap doang, nggak merepotkan kok. Kami malah senang dengan kehadiran Mbak di rumah kami yang sederhana ini." ucap Mas Hearfy sambil tersenyum. Aku menatap keduanya sekilas, kayaknya keduanya sama sama tersenyum tipis, mungkin tahu kalau keinginannya untuk nginap di rumah akan terwujud. Karena tak ada alasan lagi untuk menolak keinginan Mbak Sandra tersebut, aku pun akhirnya setuju saja dan mengijinkan dia menginap di rumahku. "Ya sudah, Mbak, tapi tolong kalau mau nginap di sini harap maklum dan pengertiannya. Saya ini dengan, jadi jangan heran kalau nanti kita terlambat makan karena saya masih harus mengurus bayi saya dulu." ujarku sambil tersenyum sinis ke arahnya. "Nggak apa apa kok, Dek Dewi, soal itu mah gampang nggak usah dipikirkan. Saya bisa masak loh untuk makan malam kita nanti, Dek Dewi tenang saja itu mah, pokoknya Dek Dewi santai saja aku akan membantu " Huh, dasar si ulat buluh, bisa juga dia berkelit dengan alasan untuk memasak, aku tahu itu hanya trik agar dia bisa mendekati suamiku Mas Hearfy. Setelah mendapat persetujuan dariku, Mbak San pun langsung menanyakan tempat dapur di rumah kami itu di mana dan menyuruh Mas Hearfy untuk mengantarnya ke sana. Dan Kulihat, Mas Hearfy dengan senang hati menuruti semua keinginan kakak iparnya tersebut tanpa membantah sedikit pun. Tak ada sedikit pun rasa risih dari keduanya saat mempertontonkan keakraban hubungan mereka sebagai kakak ipar dan adik ipar. Keduanya kemudian berjalan menuju ke dapur tanpa menghiraukan keberadaan ku yang lagi duduk di teras. Karena bayiku yang tiba - tiba menangis, aku pun segera masuk ke kamar, menyusuinya dan membujuknya untuk tidur kembali karena hari sudah mulai gelap. Rasa haus yang menyerang tenggorokan membuat aku melangkah menuju ke dapur untuk mengambil minuman. Namun, alangkah kagetnya aku, ketika tiba di depan dapur mendengar suara orang bercakap - cakap diselingi suara desahan yang ke luar dari mulut Mbak Sandra. "Cepat dong, Mas, yang kencang dong biar agak enak. Nah gitu dong, Mas, ah, ini baru enak." terdengar suara Mbak Sandra yang terus mendesah - desa keenakan. Menjijikan. Mereka sedang melakukan apa sih di dalam dapurku? Gegas aku mengintip di cela pintu yang sedikit terbuka yang mungkin sengaja tak ditutupi oleh mereka. Ya Tuhan, ternyata keduanya sedang... Mbak San duduk di kursi menghadap pintu dapur dengan mata terpejam. Sementara Mas Hearfy berdiri di belakang Mbak Sandra sambil terus memijat bahu kakak iparnya tersebut sambil berucap. "Kalau begini bagaimana? Apa sudah enakan?" Kurang ajar! Beraninya mereka bersentuhan di rumahku sendiri. Tak ada rasa takut sedikit pun dari keduanya, bahkan mereka seperti sangat menikmati momen kedekatan mereka. Dengan hati yang panas membara, aku pun membuka pintu dengan kasar yang berhasil membuat kaget keduanya. Wajah keduanya pucat pasi. Sedang Mas Hearfy perlahan menurunkan tangannya yang berada di pundak kakak iparnya tersebut. "Mas Hearfy! Mbak Sandra! Apa- apaan kalian ini, hah?! Tadi katanya mau memasak, tapi kenapa kalian lancang benar main pijat pijatan di dapurku?! Sadar nggak sih hubungan kalian berdua itu apa? kalian hanya kakak dan adik ipar bukan suami istri?! Masa tanpa rasa malu sedikit pun kalian main pijat pijatan seperti ini. Ingat kalian berdua bukan suami istri!" bentakku dengan suara yang sedikit kasar. Mbak Sandra bukannya malu, eh dia malah tersenyum dan menjawab. "Kamu nggak usah cemburu begitu, Dek Dewi, kita nggak memalukan apa - apa kok, Dek. Sumpah. Tadi itu Mbak Minta tolong pada Dek Hearfy untuk memijat pundak Mbak yang agak pegel. Soalnya Minggu ini Mbak terlalu forsir bekerja. Jadi capek." "Iya, Dek, kita nggak melakukan apa apa kok. Jadi jangan berpikiran yang bukan bukan." malah Mas Hearfy kini yang menyahut membela kakek iparnya tersebut. Aku terdiam. Ya ampun! Baru satu malam menginap, tapi Mbak Sandra sudah mampu membuatku darah tinggi seperti ini? Bagaimana kalau dia minta nginap dalam waktu yang lama? 'Tenang Dewi, tenang. Biarkan untuk kali ini kamu mengalah dulu, menghadapi orang seperti itu jangan gegabah. Lihat apa yang akan dilakukan keduanya nanti, bila sudah keterlaluan, baru mulai tegas bertindak.' Hatiku terus berbisik menenangkan ku, hingga aku pun mulai bersikap seperti biasa. Tapi aku tidak akan tinggal diam keakraban mereka, aku harus mengumpulkan bukti dulu agar bisa melakukan suatu tindakan untuk memberi pelajaran pada keduanya. "Sudah, Dek Dewi ngurus bayi saja, biar untuk urusan dapur, aku yang pegang." ucap Mbak Sandra sambil berdiri. "Iya, Dek, kita nggak ngapa ngapain kok. Malah kamu seharusnya bersyukur Mbak Sandra mau membantumu memasak seperti ini supaya kamu bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus memikirkan makanan yang belum dimasak." timpal Mas Hearfy dengan santainya. "Dek, Hearfy, tolong bantu Mbak bawakan sayur dan bumbunya ke sini dong, aku mau segera memasak untuk makan malam kita." ujar Mbak San dengan beraninya memerintah suamiku di depan mukaku sendiri dan Mas Hearfy pun bak kerbau yang di cocok hidung, selalu menuruti kakak iparnya tersebut. Malah ia lebih senang menempel pada kakek iparnya ketimbang pada istri dan anaknya sendiri. Sambil membuang nafas kasar,aku segera ke luar dari dapur dan kembali ke kamar menemani anakku. Geram rasanya melihat tingkah Mbak Sandra yang selalu manja pada suamiku. Dan Mas Hearfy, begitu berbedanya sikapnya. Ia begitu lembutnya memperlakukan kakak iparnya tersebut. Sedang padaku ia selalu kasar. Ia selalu mengiyakan dan tersenyum ramah melayani janda kakaknya itu. 'Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk mengusir Mbak Sandra wanita yang tak tahu malu itu? Tadi aku saja sudah terang- terangan mengusirnya tapi tak dihiraukannya sedikit pun. Ia malah lebih mendengarkan ucapan Mas Hearfy dari pada ucapanku.' Sambil berbaring di samping bayiku, aku memikirkan cara yang tepat untuk mengusirnya kembali. Ini semua karena ulah Mas Hearfy yang mengijinkan dia untuk nginap di sini, makanya Mbak San bersikap seperti itu padaku. "Cukup malam ini saja dia aku ijinkan nginap di sini. Besok, aku akan menyuruh dia untuk pulang bagaimana pun caranya." ucapku dalam hati. Selang beberapa saat, terdengar suara ketukan di pintu kamarku disusul suara Mbak Sandra yang memanggilku. "Dek, ayo bangun, makan malam sudah kusiapkan. Ayo kita makan malam bersama." Aku hanya bisa menghela napas panjang. Berani benar perempuan satu ini padaku. Apa mungkin dia bersikap seperti itu karena usiaku yang jauh lebih mudah darinya? Ataukah dia yang sudah terlalu dekat dengan Mas Hearfy sehingga tak ada rasa segan sedikit pun padaku. Aku gegas membuka pintu, dan betapa kagetnya aku melihat Mbak Sandra yang sudah segar bugar dengan rambut basah tergerai bebas di punggungnya. Apa dia barusan habis keramas?Dan satu lagi, kenapa ia berpakaian begitu seksi? Dress pendek ketat sebatas paha dengan leher yang sangat rendah sehingga memperlihatkan gundukan di dadanya. Apa ia sengaja mau menggoda suamiku? *** "Dek, ayo makan, aku sudah menyiapkan semua hidangan untuk makan malam di meja makan." panggil Mbak Sandra dari luar di depan pintu kamarku. Gegas aku ke luar dan mendapati Mbak Sandra yang sudah dalam keadaan segar bugar. ia seperti baru selesai mandi keramas terlihat dari rambut panjangnya yang basah tergerai sehingga membasahi mini dress yang dikenakannya. Aku jadi sangat heran, kok bisa dia mandi keramas pada hal cuacanya saat ini sangat dingin karena barusan diguyur hujan lebat. Di tengah malam seperti ini lagi? Apa dia nggak kedinginan? karena terlalu merasa curiga, aku pun langsung menanyakan padanya. "Mbak mandi keramas? Aneh, pada hal cuacanya sangat dingin karena baru saja diguyur hujan lebat tadi. Apa Mbak nggak merasa kedinginan?"tanyaku
"Eh, Mbak Sandra, kenapa wajahmu pucat begini?" tanyaku sembari melirik ke arah Mas Hearfy. Aku hanya tersenyum saat memandang wajah keduanya yang pucat pasi karena semalaman kurang tidur. Rasakan! Itulah kalau mau bermain main denganku.! *** Baguslah, keduanya masih berada di ruang makan. Mungkin betah berlama lama berdua. Dasar manusia tukang selingkuh, suka ambil kesempatan dalam kesempitan. Tak mau berlama- lama, aku gegas menuju ke kamar, mengambil obat pencahar dan ku pencet sedikit ke gelas lalu mengaduk dengan cepat, setelah itu ku tuang air itu ke galon, kebetulan air galonnya tinggal sedikit, pas lah bila dicampur sama obat ini, nanti sisanya bisa ku buang besok pagi. Tak lupa, aku memisahkan sedikit air untukku bawa ke kamar biar bisa diminum nanti kalau sedang haus tengah malam. "Belum selesai acara makannya, Mbak, Mas?" tanyaku sambil memperhatikan tingkah keduanya yang gelagapan. "Sudah, Dek, ini juga mau habis." sahut Mbak Sandra sambil menunjukan isi di piring
Kulihat Mbak Sandra sudah bertukar pakaian. Yang lebih mengejutkan, dia mengenakan celana kolor dan baju kaus kepunyaan Mas Hearfy suamiku. Dasar perempuan gak punya malu! *** "Kok pulang lagi? nggak jadi ke butik? Tadi katanya mau ke sana." cecar ku ketika melihat keduanya baru turun dari motor. Baik Mas Hearfy atau pun Mbak Sandra tak ada yang menjawab pertanyaanku, keduanya berjalan tergesa hampir seperti berlari. Karena penasaran, aku pun akhirnya ikut juga keduanya ke dalam rumah. Oh, ternyata keduanya menuju ke toilet. Apakah keduanya buang air lagi? "Mbak Sandra sakit perut lagi? Ya ampun, itu pasti akibat mengonsumsi makanan yang terlalu asin semalam yang membuat kalian jadi seperti itu. Beruntung deh, aku tak memakannya jadi selamatlah aku dari makanan pembawa maut itu." ujarku sembari melihat Mbak San yang sedang mengurut perutnya sendiri. Tiba - tiba aku mendengar ada bunyi yang ke luar dari tubuh Mbak San, baunya sangat mengganggu indra penciuman. Tdak lam
"Oh...ah...Mas, enak, kapan kamu menceraikan istrimu itu, Mas? Aku nggak kuat kalau terus sembunyi- sembunyi seperti ini. Nggak bebas. oh..." Terdengar suara perempuan yang merengek diantara suara desahan dan rintihan. Itu kan suara... *** "Bagaimana? Apa Dek Dewi mau meminta bantuan dari tetangga untuk mengusir kakak iparmu itu? Nanti kalau mau kabarin saya biar saya yang mengumpulkan warga untuk menggerebek mereka berdua." Suara Ibu Rohaya terngiang - ngiang di telingaku. Ah, apa aku akan melakukan tindakan yang dikatakan oleh Bu Rohaya tadi? Tapi ini juga sekaligus akan menghancurkan rumah tanggaku sendiri karena mungkin itulah tujuan utama Mbak Sandra nginap di rumahku dan melakukan tindakan tindakan yang menantang yaitu ingin menghancurkan rumah tanggaku. Ah, tidak! Aku harus mencari cara sendiri untuk mengusir Mbak Sandra. Dia ini tipe wanita yang tidak mempan dengan ucapan yang kasar. Bayangkan saja, disaat aku mengusirnya saja dia malah anteng mengan
"Mas, panas, Mas, oh...perih." teriak Mbak Sandra histeris setelah menyadari ada sesuatu di organ vitalnya tersebut. "Sama, Yang, aku juga. Memangnya ada apa ini, Yang? kenapa kita kepanasan berdua?" Mas Hearfy menimpali.**** Tanpa berkata kata lagi, Mas Hearfy langsung melompat turun dari tubuh Mbak Sandra, sedang perempuan itu, sudah tak menghiraukan keadaan tubuhnya yang tak berbusana, ia sibuk menjerit dan berteriak histeris sambil memegang organ vitalnya tersebut. Ketika Mas Hearfy berbalik dan mendapati aku yang sedang berdiri di depan pintu sambil melipat tangan di dada, wajahnya seketika langsung berubah pias. "Apa yang sudah kau lakukan, Dek? Kau....? Dasar istri kurang ajar! Kenapa kamu sengaja melakukan perbuatan itu pada Sandra?! Apa kamu cemburu? Salah kamu sendiri, kenapa selama ini kamu selalu menolak keinginanku. Giliran aku jajan di luar, baru kamu marah - marah tak terima." Bola mata Mas Hearfy membelalak besar menatapku.
Rasakan! Itulah kalau berani merusak rumah. tangga orang.*** "Mas...panas, Mas, oh, aku nggak kuat." Tangisan yang menyayat hati terus ke luar dari mulut Mbak Sandra. Mau berdiri atau pun duduk ia jadi serba salah, semuanya jadi tak tenang. Rasa panas efek dari sambal terasi yang pedas mampu membakar di dinding organ vitalnya sehingga ia sangat menderita kepanasan yang teramat sangat. "Tenanglah, Dek , nanti saya usahakan mencari es batu barang beberapa batang dulu biar kamu berendam di dalamnya. Kalau adem kan enak biar cepat sembuhnya. Sekarang, berendam dulu di baskom yang sudah terisi dengan air ini. Aku ke luar sebentar mencari es batu dulu. Kamu aku tinggal ya, Yang?" Dari jarak yang cukup jauh antara kamar dan ruang tengah, aku melihat si ulat buluh itu mengangguk. Ia sesekali berdiri, sesekali duduk sambil memegang organ vitalnya. Demi melihat aku yang sedang santai menyusui anak di depan televisi, Mas Hearfy pun mendekatik
"Sandra!Ke luar kamu! Jangan ngumpet dengan suami orang!" teriak Bu Rohaya di depan pintu rumahku. Melihat kehebohan itu, aku cepat masuk ke dalam rumah untuk menggendong putra kecilku yang baru berusia sebulan setengah itu. Ya, aku Khawatir dia akan kaget mendengar suara kegaduhan di rumahku. Aman. Setelah bayi merah itu berada dalam dekapanku, aku cepat membawanya ke luar. "Sandra! Hearfy! ke luar kalian! Dasar manusia muka tembok tak punya malu! Kenapa kalian berselingkuh,hah?! Seharusnya kalian tuh sadar kalau perbuatan kalian telah menyusahkan banyak pihak."suara Bu Rohaya masih lantang berteriak di timpal dengan suara dari Ibu- ibu lainya. Dari tempat persembunyianku, aku melihat pintu rumah mulai terbuka, lalu muncul Mas Hearfy berdiri di depan pintu menghadap ke pada Ibu -ibu tersebut. Aku tersenyum, rupanya seperti biasa ia yang akan maju paling depan demi membela perempuan selingkuhannya. "Ada apa Bu, kenapa bikin gaduh di rumahku? Apa salah ku, Bu?" Suaranya tegas ber
"Diam kalian semua! Kalian sungguh keterlaluan! Ini masalah rumah tangga anakku, tapi kenapa kalian ikut campur? Apa karena kalian di rumah kurang kerjaan sehingga anakku menjadi bulan bulanan seperti ini?!" suara Ibu mertua terdengar lantang membela anaknya. Rupanya ia tidak terima anaknya diadili di depan umum seperti ini. Apa lagi Ayah Mas Hearfy yang dulu seorang kepala desa, mungkin dia merasa malu juga. Namun, ucapannya itu disambut dengan sorakan dan ejekan dari para tetangga. "Ya, Ibunya malah membela, mungkin dia yang menyuruh anaknya untuk berselingkuh dengan mantu nya yang janda itu. Secara kan yang janda itu punya pekerjaan. Tapi ingat ya, Bu, bila kamu ikut campur atas masalah ini, dosa kamu yang tanggung karena kamu yang menyuruh mereka berselingkuh." timpal Bu Rahma. "Betul, Bu. Mungkin ibunya ini adalah otak dari semua masalah yang menimpa rumah tangga anaknya. Secara, kalau orang baik- baik pasti malu. Ini dia sepertinya bangga