"Dia itu kelihatannya aja polos, ternyata bermuka dua ya. Bayangin Pak Andri sampai nyeraikan istrinya demi dia. Padahal kurang apa coba Bu Nuri, sudah cantik, baik, pintar, karirnya bagus."Nuri menghentikan langkahnya di depan toilet ketika mendengar percakapan dari balik pintu toilet. Dia terdiam dan mengurungkan niatnya membuka pintu toilet, namun rasa penasaran membuatnya tak beranjak dari sana."Dia itu pinter cari muka, pura-pura kerja bagus biar dipuji Pak Andri. Kemudian semua dia kendalikan, bahkan hati Pak Andri pun sekarang dikuasainya. Aku yakin perlahan-lahan dia pasti akan menguasai perusahaan ini. Dasar perempuan jahat, pura-pura baik padahal aslinya iblis. Aku kok jadi kasian sama Bu Nuri ya." suara seseorang dari balik pintu toilet itu membuat Rini berbalik arah kembali menuju ruangannya.Meli yang melihat Rini kembali keruangan sambil menangis pun menghampirinya."Kamu kenapa, Rin?""Nggak apa-apa, Mel. Kita makan di luar, yuk. Aku mau curhat padamu, boleh kan?"
Rini tiba di rumahnya dengan menumpang ojek online yang dipesannya lewat aplikasi di smartphonenya. Dia sengaja pulang lebih dulu dan menghindari pulang bareng Andri. Pembicaraan karyawan di toilet tadi masih mengganggu pikirannya. Setelah mandi dan keramas Rini menuju dapur dan mulai memasak beberapa macam makanan untuk makan malam. Rambutnya yang masih basah dibungkusnya dengan handuk sehingga leher jenjangnya terlihat jelas tanpa dilindungi oleh rambut."Assalamualaikum." Andri membuka pintu."Walaikumsalam." Rini hanya menjawab dari arah dapur tanpa menyambutnya. Ia masih belum tau bagamana cara menyambut suaminya pulang kerja."Kenapa nggak nunggu aku tadi, Rin?" kata Andri menyusul ke dapur kemudian mengambil segelas air dan meneguknya."Aku gerah, Pak, pengen segera pulang dan mandi, jadi tadi pesan ojek online," kata Rini beralasan."Mulai sekarang jangan naik ojol lagi, tunggulah aku atau minta Eko mengantarmu. Aku nggak mau melihatmu bersentuhan dengan orang lain," perintahn
Drrrttt .... Drrrrttt... Andri melirik layar ponselnya. Nuri memanggil. Secepat kilat diraihnya ponselnya dan menerima panggilan."Mas ada waktu? Hari ini bagian kepegawaian ingin bertemu untuk menanyakan beberapa hal terkait rekomendasi perceraian yang kuminta." Suara Nuri di ponsel setelah mengucapkan salam."Iya, Dik. Jam berapa? BIar Mas sesuaikan jadwal," jawab Andri lesu. Dia begitu bersemangat menjawab telpon Nuri namun seketika hilang semangat saat tau Nuri menelponnya hanya untuk urusan legalitas perceraian mereka."Jam 10 pagi ini bisa, Mas? Aku tunggu di kafe xx biar nanti bareng kes ana. Takutnya Mas nyasar.""Baik, Dk. Tunggulah, Mas akan datang ke sana.""Ko, meeting hari ini dengan PT. DEF kuwakilkan padamu. Aku ada janji dengan Nuri jam 10 ini," kata Andri pada Eko"Tapi, Pak, saya tidak begitu lihai dalam bernegosiasi. Sepertinya Bu Rini lebih cocok untuk menggantikan Bapak. Apa perlu saya menjemputnya?" "Kalau kamu tidak bisa mewakiliku minta tunda aja meetingnya
Dua bulan kemudian.Kini kehidupan Nuri sudah terlihat berangsur normal kembali, meski tak ada yang benar-benar normal setelah perceraiannya. Ketok palu yang mengesahkan perceraiannya dengan Andri sudah sah sebulan yang lalu. Prosesnya lancar karena alasan dan buktu yang diajukan Nuri menggugat cerai Andri sangat kuat, yaitu pernikahan suaminya dengan Rini. Andri pun mengakui semuanya pada saat sidang sehingga tidak ada yang menghambat pengesahan perceraian mereka.Sesekali dalam sholat-sholat malamnya Nuri masih terpekur menangis dan mengadu pada Sang Pencipta. Dia hanya manusia biasa, mahkluk yang lemah. Bagaimanapun Andri adalah lelaki yang sudah 13 tahun hidup bersamanya, sesekali rasa nyeri pengkhianatan itu masih terasa di dadanya. Namun, semua masih dalam batas yang wajar, dia hanya berusaha mencari kekuatan dalam doa-doa panjangnya.Hubungannya dengan Rini pun terbilang sangat baik. Sesekali mereka saling menelpon atau mengirim pesan untuk menanyakan kabar. Anak-anaknya pun be
"Kalian saling kenal?" tanya Andin."Kami ... teman lama," sahut mereka kompak berbarengan lagi. Andin semakin bingung."Kompak amat kalian, sudah kayak lagi paduan suara aja. Lagian kok Danis jadi Adit sih?" tanya Andin."Namaku Danis Raditya, Mbak. Tapi hanya orang-orang terdekatku yang memanggilku Adit." "Jadi Nuri termasuk orang dekat dong. Dekat di mata jauh di hati," gurau Andin.Danis hanya tersenyum menanggapi gurauan Andin, sedangkan Nuri memberi tatapan protes pada Andin."Apa kabar, Han? Kamu jadi aparat sipil sekarang?" tanya Danis memperhatikan seragam dinas yang dikenakan Nuri dan Andin."Kabarku baik, Dit. Iya aku sekantor sama Andin," jawab Nuri."Eh, Pak Danis panggilnya apa tadi? Han? Nama lainmu Burhan, Ri?" celoteh Andin.Danis terkekeh, sedangkan Nuri terlihat salah tingkah."Oke, saatnya kita serius sekarang. Apa Pak Danis sudah membaca file yang saya kirim?" Andin mulai memasang wajah serius."Sudah Mbak Andin. Saya sudah mempelajari kasusnya," jawab Danis.And
"Jadi menurut Pak Danis, berapa besar peluang memenangkan kasus ini?" tanya Andin."Saya optimis dengan kasus ini Mbak Andin, saya rasa saya bisa memenangkan klien saya sebab bukti rekaman cctv sudah kita dapatkan.""Alhamdulillah, saya pegang ucapan anda, Pak Danis.""Panggil Danis aja, Mbak, apalagi saya juga temannya Nuri," pinta Danis."Oke, kalo gitu saya juga dipanggil Andin saja. Asal jangan dipanggil "Han" kayak dia," sahut Andin sambil memonyongkan bibirnya kearah Nuri. "Tadi nelpon siapa, Ndin? Kelihatannya serius banget tadi," tanya Nuri pada Andin."Nelpon kakak kesayanganmu.""Kamu nelpon Kak Rizal? Kok bisa? Emang boleh bawa ponsel di sel?""Nggak lah. Aku minta tolong Kalapasnya langsung tadi.""Kok bisa???" "Kamu meragukan kemampuanku, Ri?" Jawab Andin membuat Nuri terdiam. "Jangan ragukan kemampuan negoisasi seorang Andini Prambudi." Andin membanggakan dirinya."Jadi Rizal Arifin yang sedang kita bahas kasusnya ini kakak kamu, Ri?" tanya Danis menyimak pembicaraan d
[Assalamualaikum, ada apa Rin?]Mendengar Nuri menyebut nama Rini, Andin spontan menoleh ke belakang menatap Nuri.[Walaikumsalam. Maaf Mbak, Rini ganggu kah?][Nggak Rin, ada apa?] Nuri mengulang pertanyaannya.[Mbak Nuri ada waktu? Aku mau ketemu Mbak, ada yang mau kubicarakan.][Wah Mbak lagi nggak di rumah, Rin. Ini lagi di jalan mau kunjungan ke lapas.][Aku boleh nyusul kesana nggak, Mbak? Sekalian mau kenal sama kakaknya mbak Nuri.][Boleh aja sih, Rin, asal diijin suamimu.][Pak Andri lagi di Bandung mbak, ada urusan kerjaan.][Ooo gitu, naik apa nyusul kesini Rin?][Nanti minta diantar Eko, Mbak.][Ya sudah, Mbak tunggu di sana ya. Nanti kalo udah nyampai telpon aja.] Nuri mengakhiri panggilan di ponselnya.Andin masih menoleh dari kursi depan menatapnya. Sedangkan Danis menatapnya dari spion."Kalian ini kenapa?" tanya Nuri."Kamu nyuruh Rini nyusul? Ngapain sih Ri? Kamu yakin hatimu akan baik-baik aja melihatnya?""Jangan dibahas, Ndin. Nggak enak ada Adit," jawab Nuri."A
Danis melajukan mobilnya perlahan meninggalkan Lapas. Sesekali dia melirik Nuri yang duduk di kursi depan di sebelahnya. Ada perasaan iba di dadanya melihat wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya itu. Mereka dulunya adalah sepasang kekasih yang terpisah karena keadaan. Danis menerima tawaran bekerja di Jerman dan meninggalkan Nuri. Sejak memulai karirnya di sana, Danis sangat disibukkan dengan pekerjaannya sehingga mereka jarang berkomunikasi, hal inilah yang akhirnya membuat beberapa kesalahpahaman terjadi di antara keduanya. Kesalahpahaman berkomunikasi dan jarak membuat mereka berdua akhirnya menyerah pada keadaan dan memilih untuk menjalani hidup masing-masing.Danis tidak pernah menyangka jika Allah kembali mempertemukan mereka berdua justru setelah ia tidak berharap untuk bertemu Nuri kembali. Dulu Danis sempat merasa terpuruk ketika kembali ke tanah air untuk menemui kekasih hatinya itu namun menemukan kenyataan bahwa Nuri telah menikah dan membangun rumah tangga. Hingga