“Kak Rizal tinggal di rumahku aja, ya. Pasti Aldy dan Nanda akan senang kalau Kak Rizal tinggal bersama kami,” ajak Nuri saat menjemput Rizal di lapas. Mereka sedang berada di dalam mobil Danis, karena Danis menawarkan diri ikut menjemput Rizal.“Aku di rumah Tante Lina aja, Dek. Ada beberapa hal yang harus kuurus, aku juga akan mulai berpikir membuka usaha untuk melanjutkan hidupku kembali. Aku pasti akan sering berkunjung ke rumahmu dan berkenalan dengan keponakan-keponakanku."“Kalo bingung mau tinggal di mana mending tinggal di rumahku aja, Kak,” celoteh Andin yang duduk di kursi belakang bersama Nuri. Nuri mencebikkan bibirnya mendengar tawaran Andin pada Rizal.“Minta dihalalain dulu, Ndin, baru minta tinggal bareng. Gimana sih Bu Nyai jadi-jadian ini,” sewot Nuri.Mereka pun tertawa berempat.“Ngomong-ngomong Pak Pengacara handal kita ini belum meminta bayaran sepeserpun loh. Jadi bagaimana kami harus membayarmu wahai Pak Pengacara?” canda Andin pada Danis.“Aku nggak minta bay
"Adit sudah menceritakan semuanya pada Ibu. Ibu sebenarnya bingung melihat perubahan sikap Adit belakangan ini, dia seperti punya baterai yang baru dicharge, semangat sekali tidak seperti biasanya. Setelah ibu cari tau ternyata itu sejak dia bertemu kembali denganmu. Adit masih mencintaimu, Nuri. Ibu berharap kalian bisa kembali bersama,” tutur bu Safa.“Bu, Nuri mohon jangan membahas itu."“Adit bersedia menerimamu kembali, Nuri. Mungkin Allah memang sedang membuka jalan untuk kalian kembali bersama. Ibu sudah berkali-kali menyuruh anak itu menikah bahkan menjodohkannya dengan beberapa gadis tapi dia tak pernah menerimanya. Hatinya seolah tertutup untuk wanita lain. Ibu hanya ingin melihat Adit membangun rumah tangga dan punya keturunan.”“Maaf, Bu, saya sungguh belum bisa membahas itu. Nuri bukan wanita yang tepat bagi putra ibu. Saya dan Adit sekarang hanya berteman baik, Bu.”“Ibu akan selalu berdoa agar Allah menyatukan kalian, Nak. Ibu yakin Adit akan bahagia bersamamu.”Nuri ta
Andri masih menatap ke arah meja Nuri, dia memicingkan matanya merasa heran melihat di sana ada Rizal, Andin, dan seseorang yang tidak dikenalnya. Melihat suaminya menatap tak berkedip ke satu arah, Rini pun mengikuti arah tatapan Andri. Betapa terkejutnya Rini melihat keempat orang yang ada di sana. Dadanya terasa sesak ketika melihat Rizal ada di sana, itu artinya dia berhasil bebas dari penjara."Bukankan itu Rizal. Kenapa dia bisa ada di sini?" Gumam Andri tanpa memalingkan mukanya dari keempat orang di sana."Rin, aku kesana sebentar ya menyapa mereka. Kamu mau ikut?" lanjutnya kemudian.Netra Rini memanas mendengar kalimat Andri. Andri yang menyadari itu kemudian menatap lembut padanya."Rin, tidak baik memutus tali silaturahmi. Kita tak sengaja bertemu di sini, bagaimana mungkin aku tidak kesana menyapa mereka," bujuk Andri lembut sambil mengusap tangan Rini."Aku bukan melarangmu, Pak. Aku hanya tidak sanggup melihat pria bajingan itu." Andri mengerti apa yang dimaksud Rini.
"Kami sedang merayakan kebebasan Kak Rizal, Mas. Mungkin mas belum tau kalau Kak Rizal mengajukan peninjauan kembali dan kemudian dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari hukuman atas kasusnya." Nuri menjelaskan."Iya, Dik. Aku baru tau tadi dari Rini. Alhamdulillah sekali lagi selamat buat Rizal.""Terima kasih," sahut Nuri dan Rizal berbarengan."Maafkan jika keberadaanku di sini membuat istrimu kurang nyaman," kata Rizal."Tidak. Ini tempat umum. Siapapun boleh berada di sini. Oiya selamat makan ya, aku akan kembali ke sana," kata Andri berpamitan, tatapannya tetap tertuju pada Nuri sebelum membalikkan badannya dan melangkah menjauh.***"Aku tau dia Adit yang pernah kamu ceritakan padaku, Dik. Bukankan dia di Jerman? Sejak kapan kembali ke sini dan bisa jadi pengacara kakakmu?" tanya Andri bertubi-tubi ketika Nuri keluar dari toilet. Andri tadi sengaja mengikutinya ketika melihat Nuri berjalan ke arah toilet restoran."Sejak kapan kamu jadi suka ngurusin urusan orang begini,
"Mau ngomong apa sih, Dit? Udah malam nih.""Bentaran aja, Sayang, kamu tenang aja. Aku nggak bakalan nyulik kamu kok.""Ckk ...."Danis menyalakan music dari tape mobil Rini.Lagu "You Are The Reason" milik Calum Scott mengalun indah membuat hati Nuri semakin tak karuan.There goes my heart beating'Cause you are the reasonI'm losing my sleepPlease come back now There goes my mind racingAnd you are the reasonThat I'm still breathingI'm hopeless nowI'd climb every mountainAnd swim every oceanJust to be with youAnd fix what I've brokenOh, 'cause I need you to seeThat you are the reasonThere goes my hands shakingAnd you are the reasonMy heart keeps bleedingI need you nowAnd if I could turn back the clockI'd make sure the light defeated the darkI'd spend every hour, of every dayKeeping you safeAnd I'd climb every mountainAnd swim every oceanJust to be with youAnd fix what I've brokenOh, 'cause I need you to seeThat you are the reasonDanis bersenandung pelan men
"Nggak apa-apa. Apa kamu merasa statusmu sekarang adalah kekuranganmu, Ri. Aku tidak akan mempermasalahkan itu," tanya Adit lagi."Nggak, Dit. Aku tidak pernah merasa begitu.""Lalu apa sebenarnya kekuranganmu yang kamu maksud itu, Ri. Maaf, aku tadi mendengar percakapanmu dengan Andri di restoran."Nuri terkejut mendengar ucapan Danis, kemudian hanya terdiam sambil menarik nafas."Kamu anak tunggal, Dit. Orangtuamu menyuruhmu segera menikah agar kamu mendapatkan keturunan. Dan aku bukan pilihan yang tepat bagimu. Aku tidak akan bisa memberimu keturunan. Kandunganku bermasalah ketika melahirkan Nanda, dan aku divonis dokter tidak bisa memiliki anak lagi. Itulah yang menjadi kekuranganku sekarang. Jadi kuharap jangan pernah berharap lagi padaku carilah wanita yang baik, yang pantas untukmu. Kamu orang baik." kalimat Nuri terdengar lirih.Danis terdiam mendengar penuturan Nuri. Sungguh banyak yang telah dilalui wanita di hadapannya ini, itulah yang membuatnya sekarang makin terlihat mat
“Tapi kan, Bapak bukan tamu, Bu.”“Terus kalau bukan tamu apa dong, Bi?”“Maaf Bu, saya masih menganggap Pak Andri majikan saya, dan mungkin akan selalu begitu. Pak Andri sangat baik pada saya, Bu. Bahkan bulan kemarin beliau menitipkan sejumlah uang pada saya untuk dikirim kan pada orang tua saya di kampung,” jawab Bi Ina lirih.Nuri tersenyum mendengar pengakuan Bi Ina. Andri memang selalu begitu, tidak pernah pelit dan baik pada semua orang. Bahkan adik Bi Ina dulu dimodalinya untuk membuka toko sembako hingga sampai sekarang toko sembakonya sudah makin berkembang di kampung Bi Ina.“Iya, Bi. Bapak memang baik. Tapi sekarang sudah bukan tugas saya untuk melayaninya, termasuk menuruti permintaannya untuk membuatkan minum. Jadi silahkan Bi Ina suguhkan saja minuman yang sudah Bi Ina buat tadi,” kata Nuri.“Baik, Bu,” jawab Ina patuh.Nuri pun kembali masuk kedalam kamarnya, dia hanya berlalu dan tidak menyapa ketiga pria yang masih bercengkrama di ruang tengah rumahnya.***“Dek, sep
Waktu menunjukkan pukul 16:10 ketika Nuri dan Andin keluar dari kantornya menuju parkiran. Mereka berdua terkejut ketika melihat Danis sedang berbincang-bincang dengan security di depan pos.“Danis?”“Adit?”Panggil Nuri dan Andin berbarengan. Danis pun menoleh kearah mereka berdua dan kemudian melangkah kearah Nuri dan Andin. “Ini bukannya masih malam jumat ya? Kok sudah diapelin aja?” tanya Andin entah bertanya kepada siapa, kemudian terlihat menghindar menjauhi Nuri ketika Nuri hendak menginjak kakinya. Danis hanya terkekeh pelan melihat kedua wanita itu.“Aku ngirim pesan kok dibaca doang sih, Ri?”“Eh, iya maaf, Dit. Tadi masih ada kerjaan jadi nggak sempat dibalas, ini rencanaya baru mau dibalas,” sahut Nuri.“Kalian perlu obat nyamuk nggak? Kalo nggak perlu obat nyamuknya mau pulang nih,” cetus Andin.“Ndiiinnn!” hardik Nuri.“Ya sudah, aku duluan ya. Sepertinya hari ini nggak ada nyamuk jadi obat nyamuknya pulang aja. Assalamualaikum,” kata Andin sambil memencet remot dan me