Warren mengertakkan gigi, "Sukarela? Apa kau pikir kami selemah itu?""Kami memiliki ketua yang menempati peringkat satu, kalau kalian lupa," Alen berkata dengan tatapan menantang.Salah seorang dari mereka meludah begitu mendengar ucapan Alen, seolah bermaksud menghina Alen dan kawan-kawannya itu. Alen mengepalkan tangan sementara pria muda yang meludah itu menyeringai, "Dan di mana si Wood itu? Kenapa aku tak melihatnya? Bukankah tadi dia bersama dengan kalian?"Dean hendak menjawab tapi si pria kurang ajar yang sekarang mendecih itu kembali berkata, "Dia pasti kabur dan meninggalkan kalian di sini."Suara tawa mengejek pun membahana di antara sekelompok calon prajurit yang berasal dari kelompok 3 dengan tanda kain merah di lengan mereka itu."Oh, sudahlah. Tak perlu membuang waktu, ayo kita ambil pin mereka dan segera pergi dari sini," ucap salah seorang anggota kelompok yang sudah tidak sabar.Dia pun memberi instruksi pada teman-temannya untuk segera menyerang tiga orang lawan m
Sayangnya, meskipun tiga orang itu menyerang Riley secara bersamaan, mereka masih tak bisa mengalahkan Riley. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, Riley berhasil meringkus mereka.Riley mengikat mereka dengan tali sambil menahan serangan yang datang dari anggota kelompok tiga itu yang cukup membabi buta. Akan tapi, lagi-lagi Riley menunjukkan kemampuan yang mengagumkan saat dia berhasil membuat enam orang terikat pada pohon hanya dalam waktu yang sangat singkat.Kini, tinggal empat orang lawannya yang menatap penuh takjub, heran sekaligus ngeri ke arah Riley. "Ba-bagaimana dia bisa melakukannya?" Damian bertanya dengan kaki bergetar.Dia memang melihat bagaimana Riley menendang tapi tangannya juga sibuk mencengkeram temannya yang lain dan secara bersamaan dia juga menyikut lawannya yang lain. Sungguh, dia bisa melakukan pertahanan diri sembari menyerang tanpa terluka sedikit pun."Dia ... sangat cepat dan tangkas. Aku ... aku tak berani," salah seorang dari mereka menelan ludah.Da
Warren sontak bersiap-siap, seolah akan menyerang James. Tapi, ternyata di luar prediksi mereka, James malah mengangkat kedua tangan.Riley sontak mendesah, sementara Dean saling lempar pandang dengan Warren yang terlihat juga bingung arti dari gerakan itu.Sedangkan Riley bertanya dengan nada heran, "Kau sendirian?""Hm," jawab James singkat, masih dengan tangan terangkat."Lalu, di mana anggota kelompokmu?" tanya Alen yang celingukan mencari-cari teman satu kelompok James. Tapi tak dia temukan siapapun di belakang James. Pria muda itu benar-benar sendirian.James malah balas balik bertanya, "Omong-omong sampai kapan aku harus mengangkat tanganku?"Riley mendengus, "Dan siapa yang menyuruhmu untuk mengangkat tangan?""Oh, sialan!" umpat James.Dia menurunkan kedua tangannya dengan jengkel.Pria itu berjalan mendekat ke arah mereka dengan begitu santai.Hal itu membuat Warren melotot kaget, "Apa yang mau kau lakukan?""Riley, kenapa kau diam saja?" Dean bertanya penuh kebingungan.Ja
Greg mengangkat bahu, "Dia terlihat terlalu akrab dengan putra Jody Gardner. Kau lihat sendiri kan, Jenderal? Dia bahkan tidak menyerang James Gardner dan malah menghindarinya."Andrew menggelengkan kepala dan membuang napas dengan kasar. Sementara Keannu berujar tanpa menoleh pada perkiraan yang juga dia anggap sebagai tebakan konyol itu, "Kalau dia memang putra dari salah satu anak buah Jody Gardner dulu, dia pasti akan langsung mengungkap kesetiaannya secara terang-terangan.""Yang Mulia, kalau masalah itu bisa saja dia memang diperingatkan oleh ayahnya kalau dia tak boleh terlalu terus terang berada di pihak James Gardner," bantah Greg, masih yakin akan tebakannya.Andrew tidak tahan lagi mendengarnya, "Astaga! Kau ini bodoh atau bagaimana?""Brengsek! Kau memang jenderal perang, tapi ....""Nyatanya kau memang bodoh, Greg." Andrew berkata dengan nada malas.Greg mengertakkan gigi, "Kalau bukan putra dari salah satu pengikut si pengkhianat kerajaan itu, lalu dia putra siapa?"And
William seketika menoleh ke arah sang istri dan memegang bahunya, mencoba menenangkan istrinya meskipun dirinya sendiri mulai tidak tenang.Dia lalu kembali memutar arah pandang ke arah gadis muda yang merupakan putri dari sahabatnya itu. "Mary, kau tidak salah soal ini kan? Jody Gardner ... memiliki seorang putra? Mengapa dulu aku tak pernah mendengar tentang hal itu?" William masih terdengar sulit mempercayainya. Mary pun menjelaskan, "Kami tidak tahu bagaimana tepatnya, Jenderal Mackenzie. Namun, jika dilihat dari catatan kelahiran milik James Gardner, kemungkinan besar, ibunya, Dorothy Winks pergi dari istana saat dalam keadaan sedang mengandung. Dan ... ada kemungkinan jika Jody Gardner sendiri tidak tahu kalau kekasihnya sedang hamil."William pun mengerutkan kening, seolah mencoba menggali ingatannya kembali. Kejadian itu memang sudah terjadi lebih dari 20 tahun yang lalu, tapi dia yakin bisa mengingat kejadian. Samar-samar dia pun teringat bila saat itu Dorothy Winks memang
"Ya," William lagi-lagi menjawab singkat.Sebelum Mary sempat mengajukan pertanyaan pada sang jenderal perang yang pernah mendapatkan julukan "Dewa Maut" itu, Cassandra yang telah hidup bersama suaminya selama hampir dua puluh lima tahun itu bertanya dengan mata menyorot setengah tidak percaya, "Kau akan merahasiakan kedatanganmu ke istana, Bill?"William menyungging sebuah senyum samar pada sang istri, "Kau benar-benar mengenalku dengan sangat baik, Cassie."Cassandra mendengus, "Kita berdua sudah hidup bersama selama hampir separuh hidupku, tentu saja aku bisa menebak jalan pikiranmu.""Tapi ... mengapa kau ingin merahasiakannya?" Cassandra kini bertanya dengan alis tebalnya terangkat ke atas."Karena aku hanya ingin berbicara dengan Riley, bukan bertemu dengan orang-orang di dalam istana," jelas William dengan tegas.Dia masih tetap pada prinsipnya, tak mau berurusan terlalu dalam dengan kehidupan istana yang telah lama dia tinggalkan. Yang dia pedulikan hanyalah hal yang menyangku
"Saat ini yang paling penting bagi kita adalah kita harus mendapatkan dua pin yang tersisa itu. Kehilangan dua pin saat ini tidak akan membawa dampak yang buruk," jelas Riley masuk akal.Alen mengedipkan mata, "Oh, iya. Benar juga. Jumlah pin yang telah diambil dari kita memang tidak ketahui, tapi ... aku masih yakin jumlah yang kita dapatkan jauh lebih besar.""Hm, masalah jumlah pin yang diambil musuh hanya akan mempengaruhi peringkat akhir kita kan? Tak ada hubungannya dengan kita bisa lolos atau tidak," ujar Dean.Warren yang sudah bisa berpikir jernih itu pun akhirnya berkata, "Kalau begitu, pergilah. Dapatkan pin yang tersisa! Kami akan coba mempertahankan pin yang masih kita miliki, tapi jika tidak bisa ....""Tak akan jadi masalah," lanjut Riley mencoba menenangkan Warren.Warren pun mengangguk dengan ekspresi agak canggung. Dan setelah kesepakatan itu, Riley meninggalkan tiga temannya itu di area dekat gudang makanan.Riley bergerak cepat dengan mata tajam selalu mengawasi se
"Riley Wood?" ucap seorang teman satu kelompoknya yang tergelak."Untuk apa kita harus lari? Dia hanya sendiri," kata pemilik pin yang kedua."Benar. Kita pasti bisa meringkusnya," sambung pemilik pin pertama terlihat yakin bisa mengalahkan Riley."Dasar bodoh! Ini Riley Wood. Memangnya kalian lupa apa yang dikatakan oleh kelompok ...."Si pemberi peringatan tak jadi melanjutkan perkataannya dan malah mendengus sebal. Dengan nada jengkel dia berkata, "Persetan dengan kalian!"Setelah mengumpat seperti itu, dia menjadi orang pertama yang berlari meninggalkan tempat itu. Sedangkan dua pemilik pin dan dua orang lainnya masih berdiri di sana seolah memang ingin bersiap menghadapi Riley."Dia benar-benar pengecut!" pemilik pin kedua berkata sinis ketika melihat temannya yang sungguh-sungguh berlari untuk menyelamatkan diri sendiri.Riley membuang napas kasar dan tanpa berkata apapun langsung menyerang mereka. Seperti biasanya, pemuda itu tak benar-benar melukai lawannya. Dia selalu berusa