Tetapi, kemurkaan Keannu ternyata tak hilang begitu saja, sehingga dia berkata dengan nada kesal, "Kau harus bertanggung jawab atas apa yang telah kau lakukan." "Iya, Yang Mulia," balas Riley tanpa membantah ataupun membela diri. Namun, rupanya Rowena tak terima. "Ayah, dia tak bersalah." "Rowena, apa maksudmu? Dia tak bersalah bagaimana? Dia sudah berani memelukmu, kau ...." Monica sungguh tak habis pikir dengan jalan pikiran sang putri. "Bukan dia, Ibu," kata Rowena, sembari melirik ke arah Riley yang terlihat tenang. Sementara Keannu mendesis marah lagi, "Kau pikir aku buta sehingga aku tak bisa mengenali anak laki-laki itu, gadis kecil?" Rowena menggelengkan kepala, "Bukan begitu, Ayah. Memang benar dia. Tapi, yang aku maksud adalah ... aku ...." "Berjanjilah, jika aku mengatakan semuanya kau dan ibu tidak akan memberi hukuman kepadanya," lanjut Rowena dengan mata berkedip-kedip penuh permohonan. Monica tidak setuju dan mengibaskan tangannya bahwa jelas dia menolak permint
"Kau ... serius, anak muda?" Andrew bertanya dengan ekspresi terkejut."Iya, Jenderal Reece." Riley menjawab tanpa beban.Monica dan Keannu kini saling lempar pandang, terlihat bingung. Sesungguhnya, dari awal memang mereka ingin meminta sebuah pertanggung jawaban dari pemuda itu. Akan tetapi, mereka menjadi tak berkutik ketika sebuah fakta terungkap di depan mereka semua.Bukan Riley Wood yang menggoda putrinya, tapi justru sebaliknya. Maka, tentu saja hal itu membuat mereka tidak leluasa berbicara.Akan tetapi, saat ini pemuda itu malah mempermudah semuanya. Keannu pun berdeham pelan, "Aku izinkan kau menikahi putriku."Monica mengedipkan mata mendengar ucapan suaminya. Menikahkan putrinya dengan seorang pangeran dari kerajaan lain sudah sulit. Terlebih lagi, dia yakin kabar mengenai skandal putrinya sudah tentu akan tersebar cepat dalam waktu dekat. Dia pun juga merasa tak ada jalan selain untuk menyelamatkan reputasi putrinya."Ba-baiklah, aku juga mengizinkan kau menikahi Rowen
Rowena menggigit bibir dan memutuskan untuk menjawab pertanyaan ayahnya itu, "Mengapa terburu-buru, Ayah? Bukankah kami masih lama untuk menikah?" "Meminta keluarganya untuk datang ke istana bisa dilakukan jika waktunya telah dekat," lanjut Rowena. Keannu mendengus, "Aku sedang tidak bicara denganmu, Rowena. Aku sedang berbicara dengan Riley Wood." "Kau tidak boleh ikut campur dalam masalah ini. Ini urusan antara para orang tua," Monica ikut berujar. Jelas sekali ibunya itu memang ingin mengenal keluarga Riley sehingga dia mendukung keputusan suaminya yang memang sudah benar itu. Dengan penuh pertimbangan, Riley pun akhirnya berkata, "Saya belum bisa memberitahu Anda, Yang Mulia. Anda sudah tahu bila kami ... sebagai calon prajurit dilarang untuk berkomunikasi dengan keluarga kami di luar istana." "Kami baru diizinkan untuk melakukan komunikasi setelah kami menyelesaikan seleksi. Jadi-" "Oh, aku tahu apa yang akan kau bicarakan. Baiklah, kami akan menunggu sampai saat kau selesa
Tersinggung karena dituduh takut, salah satu dari mereka berkata, "Takut? Astaga, untuk apa kami takut?"Alen tetap tersenyum, "Baiklah, kalau begitu tunggu saja nanti di seleksi selanjutnya."Akan tetapi, pemuda bernama Michael Hickson yang terlihat menjadi pemimpin kelompok anak-anak muda itu berkata, "Apa ada jaminan kalian tidak akan curang?""Curang? Bagaimana bisa disebut curang ketika tak ada yang mau aku di sini?" James berkata tanpa menoleh.Riley meringis.James dengan santai melanjutkan, "Percayalah! Hampir semua orang di sini ingin mengirim aku pulang. Mungkin, kalau bisa justru mereka yang curang agar bisa menyingkirkan aku, bukan aku."Michael tak bisa membalasnya.Sedangkan temannya yang lain masih berujar, "Oh, bisa saja ayahmu masih memiliki orang yang setia terhadapnya. Jadi, orang itu membantumu di sini."Oh, James sudah tidak tahan. Alen pun juga tak ingin menahan James lagi karena dia tahu James berhak membela dirinya. "Apa katamu? Orang kepercayaan ayahku?" Jame
Riley Mackenzie tidak bisa memberikan tanggapannya karena terlalu terkejut. "Oh, jangan menampilkan ekspresi kakumu itu, Wood!" James berkata dengan mengernyitkan dahi.Riley hanya mengangkat bahu, masih terlihat enggan merespon ucapan James.Sementara itu, terlihat begitu banyak para calon prajurit yang memperlihatkan ekspresi seperti ingin pulang.Seorang pemuda yang berasal dari asrama satu bernama Seamus Fork telah mengangkat tangan."Ada apa, Nak? Apa yang ingin kau tanyakan?" Greg bertanya dengan senyuman menyebalkan.Seamus memiliki kulit putih yang sangat pucat, tapi pengumuman yang disampaikan oleh Greg tadi membuat kulitnya terlihat jauh lebih pucat daripada sebelumnya.Dengan bibir bergetar dia bertanya, "Anda serius mengirim kami ke medan perang, Komandan?"Senyum di bibir Greg seketika lenyap, "Apa aku pernah bercanda mengenai hal seperti ini, anak muda?"Seamus ternganga, tapi dia segera mengontrol diri dan bertanya lagi, "Tapi, Komandan. Kami ... hanya calon prajurit.
"Besok pagi," Greg menjawab dengan tanpa mengalihkan arah pandangannya pada dua calon prajurit yang paling menonjol di antara yang lainnya.Sungguh, rasa terkejut itu langsung menyergap Riley dan James."Besok pagi, Komandan? Bagaimana bisa kami meningkatkan kemampuan kami dalam waktu satu malam?" tanya James yang kini raut wajahnya terlihat syok meskipun Greg bisa menilai tak ada rasa takut di sorot mata pemuda itu.Greg hanya membalas, "Tidak ada yang tidak mungkin. Lagipula, ini adalah perang yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Kita tidak memiliki cukup banyak untuk mempersiapkan diri."Perkataan Greg Sehel sudah cukup membuat hampir seluruh calon prajurit dengan usia sangat muda merinding. Akan tetapi, ternyata tak ada satu pun dari mereka yang memilih mengundurkan diri dan pulang.Salah seorang calon prajurit berkata, "Aku sudah sampai sejauh ini. Mana mungkin aku pulang?""Orang tuaku akan membunuhku kalau aku pulang karena takut pergi ke medang perang," sahut yang lainnya.
"Dia hebat, sangat hebat," puji James sambil manggut-manggut sembari terkekeh.Alen menanggapi, "Kau kalah darinya soal ini. Oh, tapi ... kau memang selalu kalah dari Riley.""Alen Smith, kenapa lidahmu tajam sekali?" balas James yang langsung memasang wajah cemberut.Alen hanya tertawa kecil karena puas telah mengejek pria muda itu. Tapi, tawanya langsung berhenti ketika menyadari sesuatu. "James, tunggu dulu!""Kenapa lagi?" James bertanya dengan ketus."Riley sudah menjadi calon menantu raja dan hampir seluruh penghuni istana ini sudah mengetahuinya. Lalu ... bagaimana jika ada yang bergosip tentang dia dan Mary Kesley?" ucap Alen.Mendengar hal itu, James bukannya bingung tapi malah tertawa terbahak-bahak. Tawanya tidak berhenti, bahkan ketika Alen sudah melotot kepadanya. "Kau senang sekali kalau temanmu mendapat masalah!" ucap Alen sembari tersenyum kecut.James mengangguk dengan penuh semangat, "Ini adalah salah satu hiburan paling menyenangkan. Percayalah, masalah asmaranya i
Dengan begitu mudahnya Mary Kesley bisa menebak arah tujuan Riley Mackenzie. Gadis itu pun menggelengkan kepala, "Kau tidak bisa masuk ke dalam sana."Mata Riley pun melebar dengan sempurna. Dengan nada penuh rasa kecewa dia bertanya, "Kenapa tidak bisa?"Mary mendesah dan menjelaskan, "Diperlukan kartu identitas kerajaan untuk bisa masuk."Riley pun hanya bisa mengeluh, "Kenapa dipersulit seperti itu?""Peraturannya memang seperti itu. Tapi, tenang saja. Begitu kau memiliki kartu itu, kau bisa masuk kapanpun kau mau," jelas Mary.Riley tersenyum masam, "Aku sangat membutuhkan informasi itu hari ini, Mary.""Yah, maka kau terpaksa harus mengubur rasa penasaranmu itu," balas Mary.Riley mendengus jengkel. "Ini bukan soal rasa penasaran, tapi ini tentang pengetahuan yang mungkin akan membantu dalam perang."Oh, seketika Mary merasa kesulitan menghadapi putra dari sahabat ibunya itu. Gadis itu mendecakkan lidah dan berkata, "Riley, kau baru menjadi calon prajurit. Kau tidak perlu melaku