Sembari tersenyum, Han melangkah menghampiri Larasati yang berdiri di antara para awak media dan kini mulai menyadari kedatangan dia. "Sudah menunggu lama?" tanya Han. Bidadari itu membalas senyum lalu menjawab, "Ya, sebentar lagi mungkin Li Jing akan keluar." "Mau kuantar pulang?" Pria dengan tatanan rambut kucir tersebut menawarkan diri. Larasati merasa ragu. "Tapi itu akan merepotkan.""Tidak, kita satu arah," kata Han. "Li Jing, mungkin akan pulang bersama Ying Fei." "Baiklah, kita pergi sekarang," ajak bidadari itu. Mereka berdua segera berbalik dan berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman studio. "Kalau kau punya waktu, pergilah denganku. Aku akan membawamu keliling kota." Han menoleh Larasati. Sejenak wanita itu memikirkan. "Aku akan mengatur jadwalnya. Pekerjaan di rumah Li Jing cukup membuatku repot." Han terkejut hingga meninggikan sebelah alis. "Pekerjaan? Kenapa harus kau yang melakukannya? Bukankah ada banyak pembantu?""Tidak-tidak. Itu kemauanku, aku ber
Di lokasi syuting, Li Jing yang telah mengenakan pakaian tradisional China berwarna putih mengibaskan pedang dan beradu akting dengan beberapa aktor lain. Di tempat yang sama Ying Fei sedang didandani oleh beberapa penata rias artis, sementara Han duduk di kursi membaca skenario. Tak jauh dari mereka, Larasati tersenyum memperhatikan Li Jing yang terlihat tampan saat berpenampilan seperti pendekar. Bidadari tersebut juga ramah menyikapi para kru yang sesekali menyapa saat sedang lewat. Han berjalan menghampiri dan berdiri di samping Larasati sembari menatap ke arah Li Jing. “Apa Li Jing memang memperkerjakanmu sebagai asistennya?” “Ada masalah?” Wanita tersebut balik bertanya.“Di mana ada dia, kau selalu bersamanya,” jawab Han. Larasati menoleh dan tersenyum menggoda. “Bukannya ... dengan begitu aku bisa bertemu denganmu?” “Kau benar-benar wanita yang sulit di mengerti.” Han mengalihkan perhatian pada Larasati dan tertawa kecil. “Siapa yang menulis cerita dari tokoh yang kalian
Sementara itu, Larasati sedang jalan-jalan di sebuah mal. Dia begitu menikmati keramaian, hingga saat menuju eskalator untuk naik ke lantai dua, tiba-tiba seseorang menimpuknya dengan kertas. Bidadari itu pun segera menoleh.“Hei, kau! Kau pikir kau ini siapa? Kenapa selalu dekat dengan Li Jing!” caci seorang remaja sembari menatap benci, tak lain adalah penggemar fanatik Li Jing. Ada beberapa gadis lain di belakang yang juga bersikap sama. Larasati hanya tersenyum angkuh menyikapi, matanya melirik satu persatu dari mereka. “Ya, jauhi dia! Kami tidak suka melihatmu!” perintah remaja yang sinis dan membuang wajah. “Kau dengar kami bukan?” Gadis di depan menjadi provokator. “Heh, kau tak layak untuk Li Jing! Kau tau itu!” Yang lain menyahut, sehingga mereka semua bergerak mengerumuni bidadari tersebut. “Beri dia pelajaran!” Komando dari yang pertama kali menimpuk Larasati. Mereka menyerang dan berusaha memukul bidadari itu untuk memberi efek jera, tetapi secepat kilat Larasati men
Ketika mendengar ada suara mobil yang berhenti di halaman rumah, Li Jing segera melangkah ke jendela dan menyingkap tirai. Terlihat Larasati sedang turun dari mobil, lalu tersenyum melambaikan tangan pada Han. Li Jing segera menutup tirai begitu mobil si sahabat melaju kembali, tetapi Larasati sudah terlanjur melihat dia sewaktu berbalik, sehingga pria tersebut hanya berdiri membelakangi sewaktu Larasati memasuki rumah. Meski tahu bahwa Li Jing akan marah, Larasati masih bersikap tenang, bahkan tersenyum menutupi rasa tidak nyaman. “Ada apalagi kali ini? Kau akan memprotesku karena kejadian tadi siang?” ketusnya.Li Jing menoleh tanpa berbalik. “Terserah kau saja. Lakukan apa pun yang kau suka, aku tidak akan mencegahmu.” Larasati tersenyum menyeringai seraya melangkah lebih dekat. Pada saat bersamaan, Li Jing berbalik sehingga mereka kedua saling berhadapan. “Kalau karirku hancur, itu juga bukan masalah bagimu?” Pria tersebut menggeleng. Larasati menatap tak mengerti. “Apa maksu
Malam dipenuhi gemerlap bintang di langit gelap. Silir angin bertiup, menerbangkan setiap anak rambut Larasati yang sedang duduk bersila melakukan pernapasan yoga untuk menyerap energi metafisika dari sang bulan. Kelembutan terasa merasuk lewat titik cakra hingga seakan-akan menggerakkan jemari Larasati yang dengan lemah gemulai menari, sementara selendang sutra terbang rendah di rerumputan dan mengitari lekuk tubuhnya yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun melekat. Sejenak bidadari itu terfokus hanyut dalam ketenangan jiwa dari sebuah meditasi. Di sisi lain, Li Jing yang membuka pintu tak menemukan Larasati ada di kamar. Saat mata sang aktor bergerak menuju jendela, tak sengaja dia melihat bidadari tersebut di luar. Rasa ingin tahu menuntun langkah Li Jing yang perlahan mendekat sembari memandangi bagian punggung Larasati. Namun, karena sangat peka, bidadari itu membuka mata ketika menyadari ada yang datang. Secepat kilat dia menarik selendang sehingga melekat di tubuh bersa
Di langit lapis tujuh istana kayangan, burung-burung bercuit merdu, seiring bunga-bunga yang bermekaran menebarkan harum semerbak mewangi ke seluruh penjuru langit. Sempurnalah keindahan alam surga yang menyajikan sosok-sosok tampan dan juga teramat cantik menawan. Mata berbulu lentik Larasati menatap tajam terbingkai alis sabit. Bidadari yang memiliki hidung mancung mengukir serta bibir tipis semerah jambu tersebut berlenggak-lenggok di antara para makhluk abadi lain. Alunan musik gamelan mengiringi setiap gerakannya yang lemah gemulai, sementara silir angin bertiup menerbangkan setiap anak rambutnya yang panjang. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba guncangan kuat terjadi. Porak-porandalah istana langit sehingga para bidadari berhamburan panik. Larasati mengelilingkan pandangan, bangunan di sekitar mulai runtuh, taman kayangan penuh dengan tanaman bunga-bunga yang berserakan. Kekuatan magis berbekas asap panas. Kilatan cahaya meluncur, suara dentuman keras pun segera menggelega
Li Jing merupakan aktor papan atas dunia perfilman. Wajahnya tampan, memiliki kulit putih bersih serta tubuh yang gagah. Tingginya kira-kira 185 cm. Aktor asal China itu kini harus di sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan pantainya, Bali. Selain karena urusan syuting pembuatan film, Li Jing juga di Indonesia untuk menghadiri Asian Film Awards yang rencananya akan digelar beberapa pekan ke depan. Dalam acara bergengsi tersebut turut diundang para aktor dan aktris kelas ternama dunia untuk menerima penghargaan. Malam ini, Li Jing datang pada sebuah acara jumpa pers untuk promo drama kolosal Xiaxian terbarunya. Dia tidak sendiri ada beberapa aktor dan aktris lain yang akan menerima wawancara. Mereka semua terlibat dalam pembuatan film. Mata sipit Li Jing sudah sangat akrab dengan lampu kamera wartawan, bahkan bibir tipisnya selalu tersenyum kala menjawab berbagai pertanyaan seputar perannya sebagai tokoh utama. Semua semata-mata karena dia seorang publik figur yang harus menjag
Saat membuka mata, Larasati menemukan diri telah berada di sebuah kamar besar bercat gading. Melihat pakaiannya telah diganti, dia terkejut. Segera beralih dari posisi merebah ke posisi duduk. Lupa bahwa dia sedang terluka, sehingga merasakan sakit di bagian dada, lalu menyentuhnya dengan sebelah tangan. Pertarungan sengit di istana langit melawan Sujatmika, tersaji dalam ingatan Larasati. Namun, sebelum berakhir telah buyar karena kedatangan seseorang dari pintu yang terbuka. "Kau sudah sadar?" tanya Li Jing sembari menghentikan langkah tak jauh di depan. Tak ada jawaban, Larasati justru terdiam dan memperhatikan pria berwajah lancap tersebut dari ujung kaki sampai ujung kepala. Siapa dia? Apa yang menolongku semalam? Batinnya. "Di mana rumahmu? Biar aku antar kau pulang." Li Jing bersikap dingin. Larasati masih tak mengatakan sepatah kata, dia tidak ingin Li Jing tahu bahwa dirinya bukan manusia. Hingga pria tersebut mengembuskan napas lelah dan berbalik. "Aku tak punya rumah,