Pagi begitu cerah ketika Jaya Amijaya, Pramesti, dan Sansati yang telah mengenakan pakaian hitam melangkah memasuki pendapa. Mereka segera duduk di lantai mengisi bangku-bangku belajar. Tak berselang lama, Guru Maulana datang, lalu memperhatikan satu per satu murid mulai dari Jaya Amijaya, Pramesti, dan Sansati sehingga dia menyadari ada yang kurang. "Ke mana Laras Dewi?" tanyanya. Jaya Amijaya, Pramesti, dan Sansati saling menoleh. Jaya Amijaya segera mengingat kebiasaan Larasati dan memicingkan mata. "Larasati!" "Maaf, Guru. Laras Kencana memang sedikit nakal. Dia pasti pergi pagi-pagi dan menyelinap keluar," kata Pramesti dengan wajah memelas. Guru Maulana tersenyum menyikapi. "Tidak masalah. Lanjutkan belajar!" Tanpa menunggu lagi, ulama tersebut segera duduk di bangku paling depan menghadap para murid. *** Sementara di hutan, Larasati sedang memfokuskan penglihatannya. Dia menarik busur dan mengarahkan anak panah pada kelinci putih di rerumputan. Namun, kar
Langit menunjukan waktu telah memasuki senjakala. Ketika matahari mulai tenggelam, Larasati menyelinap keluar dari pondok dengan memanjat dinding belakang, lalu melompat turun dan melangkah menuju pusat keramaian di Setana. Dari kejauhan, dia melihat sedang ada pementasan seni tayub yang dibawakan oleh beberapa sinden. Wanita-wanita tersebut bernyanyi sambil berlenggak-lenggok untuk menggiring penonton menari bersama. Larasati tersenyum menyaksikan masyarakat yang bersuka ria, mereka sangat menikmati hiburan. Semua berjalan dengan begitu damai karena masyarakat rukun dan antusias. Tak jauh dari pentas seni, Larasati melihat Lelana yang sedang berbicara pada seseorang. Lelana segera menyadari kehadiran Larasati sehingga berbalik dan tersenyum menatap gadis itu. Larasati sendiri tak tinggal diam, dia berjalan menghampiri sang pujaan hati. "Nona, di sini." Lelana melirik ke sekitar. Larasati sedikit canggung. "Ya, Anda sendiri?" "Seperti yang Nona lihat." Senyum di wajah Lelana
Di langit lapis tujuh istana kayangan, burung-burung bercuit merdu, seiring bunga-bunga yang bermekaran menebarkan harum semerbak mewangi ke seluruh penjuru langit. Sempurnalah keindahan alam surga yang menyajikan sosok-sosok tampan dan juga teramat cantik menawan. Mata berbulu lentik Larasati menatap tajam terbingkai alis sabit. Bidadari yang memiliki hidung mancung mengukir serta bibir tipis semerah jambu tersebut berlenggak-lenggok di antara para makhluk abadi lain. Alunan musik gamelan mengiringi setiap gerakannya yang lemah gemulai, sementara silir angin bertiup menerbangkan setiap anak rambutnya yang panjang. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba guncangan kuat terjadi. Porak-porandalah istana langit sehingga para bidadari berhamburan panik. Larasati mengelilingkan pandangan, bangunan di sekitar mulai runtuh, taman kayangan penuh dengan tanaman bunga-bunga yang berserakan. Kekuatan magis berbekas asap panas. Kilatan cahaya meluncur, suara dentuman keras pun segera menggelega
Li Jing merupakan aktor papan atas dunia perfilman. Wajahnya tampan, memiliki kulit putih bersih serta tubuh yang gagah. Tingginya kira-kira 185 cm. Aktor asal China itu kini harus di sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan pantainya, Bali. Selain karena urusan syuting pembuatan film, Li Jing juga di Indonesia untuk menghadiri Asian Film Awards yang rencananya akan digelar beberapa pekan ke depan. Dalam acara bergengsi tersebut turut diundang para aktor dan aktris kelas ternama dunia untuk menerima penghargaan. Malam ini, Li Jing datang pada sebuah acara jumpa pers untuk promo drama kolosal Xiaxian terbarunya. Dia tidak sendiri ada beberapa aktor dan aktris lain yang akan menerima wawancara. Mereka semua terlibat dalam pembuatan film. Mata sipit Li Jing sudah sangat akrab dengan lampu kamera wartawan, bahkan bibir tipisnya selalu tersenyum kala menjawab berbagai pertanyaan seputar perannya sebagai tokoh utama. Semua semata-mata karena dia seorang publik figur yang harus menjag
Saat membuka mata, Larasati menemukan diri telah berada di sebuah kamar besar bercat gading. Melihat pakaiannya telah diganti, dia terkejut. Segera beralih dari posisi merebah ke posisi duduk. Lupa bahwa dia sedang terluka, sehingga merasakan sakit di bagian dada, lalu menyentuhnya dengan sebelah tangan. Pertarungan sengit di istana langit melawan Sujatmika, tersaji dalam ingatan Larasati. Namun, sebelum berakhir telah buyar karena kedatangan seseorang dari pintu yang terbuka. "Kau sudah sadar?" tanya Li Jing sembari menghentikan langkah tak jauh di depan. Tak ada jawaban, Larasati justru terdiam dan memperhatikan pria berwajah lancap tersebut dari ujung kaki sampai ujung kepala. Siapa dia? Apa yang menolongku semalam? Batinnya. "Di mana rumahmu? Biar aku antar kau pulang." Li Jing bersikap dingin. Larasati masih tak mengatakan sepatah kata, dia tidak ingin Li Jing tahu bahwa dirinya bukan manusia. Hingga pria tersebut mengembuskan napas lelah dan berbalik. "Aku tak punya rumah,
Karena tidak ada kesibukan syuting, Li Jing hanya menghabiskan waktu seharian di rumah untuk beristirahat, sedangkan cuaca musim panas cukup membuat berkeringat sehingga dia memilih melepas pakaian. Setelah melemparnya ke sembarang arah, Li Jing berjalan ke kamar mandi, lalu menutup pintu transparan. Tak lama kemudian, Larasati yang membantu membereskan rumah memasuki kamar. Seprei kotor segera digantinya, tak lupa bidadari itu juga membungkuk untuk memungut baju yang tergeletak di lantai. Namun, tiba-tiba terdengar suara gemercik air. Sejenak Larasati terdiam. Sampai akhirnya, pintu kamar mandi terbuka. Li Jing keluar hanya dengan memakai handuk yang melilit menutupi bagian pusar hingga ke lutut. Otot-otot dadanya membentuk sempurna ketika terkena tetesan air. Pria tersebut mengibaskan rambut yang basah. "Aaaaaaa!" Larasati terbelalak hingga baju dalam genggamannya terlepas dan dia jatuh bersimpuh di lantai. Posisinya menahan diri dengan kedua tangan di belakang. Li Jing menatap
Ketika menggeser layar ponsel pintar, tak sengaja Li Jing menemukan gosip yang beredar di Youtube, tentang rencana pertunangan Ying Fei dan Han. Dari video yang beredar, tampak keduanya malu-malu untuk mengakui adanya hubungan serius. Ying Fei selalu membantah, tetapi dari sorot matanya terlihat seolah-olah memang sangat menyukai Han yang berada di samping kanan. Han pun demikian, meski tak membenarkan berita tersebut, dia selalu memperhatikan Ying Fei. Menyaksikan itu, Li Jing menjadi sangat kesal sehingga meletakan ponsel pintar di meja. Dia segera berdiri dari sofa dan melangkah pergi menuju ke kamar, lalu berpapasan dengan Larasati yang membawa teh panas serta sepotong kue di kedua tangan. Tak sengaja Larasati menabrak pria tersebut dan menumpahkan kue ke kemeja putih yang dia kenakan.Tatapan dingin Li Jing membuat Larasati menarik napas dalam-dalam. Meski kesal bidadari itu masih bersikap ramah. "Kau tak apa?" tanyanya seraya bergerak akan mengelap baju Li Jing. Tak disangka,
"Kau ... apa yang kau lakukan!" Li jing menepuk dahi dengan sebelah tangan.Sementara itu, Larasati mengedipkan mata seakan-akan tak mengerti. "Aku hanya membantumu.""Kau menghancurkan acaranya dan membuat awak media memburu kita sekarang!" gerutu Li Jing."Ah, aku minta maaf," ucap Larasati. "Aku benar-benar tidak bermaksud merepotkan." Meski Li Jing sangat marah, tetapi semua telah terlanjur, bahkan Larasati yang merasa bersalah sebelumnya juga tidak tahu bahwa Li Jing tak menyukai tindakannya. "Kita tidak bisa pulang ke rumah. Aku akan mencari tempat untuk beristirahat," kata Li Jing yang berusaha menenangkan diri, walau begitu masih tidak mau menatap Larasati. ***Matahari telah terbit menyinari jagat raya, pagi pun menjelang. Sementara Larasati tertidur, Li Jing masih mengemudikan mobil menuju pegunungan. Keduanya telah meninggalkan kota, juga menyeberang pulau. Sesaat Li Jing memperhatikan Larasati, sebelum terfokus kembali pada jalanan di depan. Kereta tanpa kuda, berhenti