Ryuka mengerutkan kening menatap Kaley, "Mungkin kau memang murid dari Akademi Gracille, tapi kau juga tak berasal dari negara Yuslovya. Tapi aku ... aku adalah warga asli Yuslovya. Punya hak apa kau bilang kalau aku adalah orang luar?" balasnya. "Tapi kau bukan murid Akademi Gracille, itu yang kumaksud orang luar!" "Kau pandai mencari alasan, kau pikir karena punya kekuasaan jadi kau bebas menindas siapa saja?" "Aku memang memiliki kekuasaan! Setidaknya ... aku tak berlindung di balik seorang wanita!" imbuhnya menyindir Caka. Mac yang merasa meradang mendengar hal itu, tuannya juga tidak berlindung di balik seorang wanita, tapi nona Ryuka yang tiba-tiba melemparkan diri untuk melindunginya. "Nona Ryuka, sebaiknya kau minggir. Ini urusan lelaki!" ujar Mac dengan setengah marah. Ryuka tahu, jika sekarang ia kembali melindungi Caka maka harga diri Caka akan semakin diinjak-injak oleh orang-orang ini. Maka ia pun menyingkir, membiarkan Mac yang mengambil tugas melindungi
"Jadi ... kau benar-benar tak bisa berkultivasi sebelumnya?" tanya Ryuka menatapnya. Caka mengangguk. "Kenapa ... kau sangat ingin bisa menjadi kultivator? Apakah kau memiliki?" "Aku tidak harus menceritakan sisi hidupku padamu kan, Nona Ryuka!" jawab Caka membuat Ryuka menggerutu. Tapi gadis itu tak bisa menyangkal, ia juga tak punya hak untuk memaksa Caka menceritakan kisah hidupnya. Mereka baru saja kenal! "Aku hanya ingin tahu saja, ya ... kau jauh-jauh datang ke negara lain hanya untuk bisa menjadi kultivator. Tak mungkin tak ada sebab kan? Tak mungkin kau hanya ingin main-main saja kan?" "Terserah kau saja, aku tak pandai berdebat dengan wanita!" Jawaban Caka membuat Ryuka kembali melotot. "Guru!" tapi sebelum Ryuka kembali bersuara, Caka bertanya pada Yu Long lebih dulu. "Jadi aku sudah diterima sebagai murid di sini kan? Aku sudah mulai bisa belajar?" "Karena persyaratannya sudah lengkap, tentu kau bisa langsung belajar. Kelas pertama akan dimulai satu j
Allarrit, Nollyvia. “Tuan Muda ... sudah meninggal!” Ucapan dari dokter seolah membuat ruangan dengan lampu putih yang menyilaukan mata itu seketika terasa dingin. Gradi, kakek dari pria yang terbaring tak bernyawa di atas brankar, merasakan nyawanya ikut pergi dari tubuhnya. “Apa? Meninggal!? Tidak mungkin, Dokter!” seru Gradi tak terima dengan kabar yang baru saja disampaikan oleh dokter. “Maafkan saya, Tuan Madaharsa. Tapi Tuan Muda Cakara sudah tak bisa diselamatkan.” Gelengan kepala dari sosok yang memakai jas putih serta suara nyaring elektrokardiogram yang hanya menunjukkan garis lurus, seolah membuktikan ucapan sang dokter. “Ayah, mungkin memang ini yang terbaik untuk Caka!” ujar Vivian, “Tiga tahun dia harus hidup dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya, itu pasti sangat menyakitkan!” “Vivian benar, Ayah!” timpal Erdian, “Mungkin memang sudah waktunya Caka pergi!” Ucapan kedua anak pria tua itu bukannya membuat dia tenang, justru membangunkan emosi, “Diam kalian!”
Iring-iringan mobil mewah itu memasuki sebuah kediaman yang sangat megah, di pintu gerbang berjejer para pengawal yang menyambut. Cakara duduk berdampingan di sebuah limusin bersama sang kakek, Gradi Arsenio Madaharsa. Jok yang ia duduki sedikit menurun ke belakang, begitulah jika ia duduk di dalam mobil selama ini. Kondisi tulang belakangnya tak memungkinkan baginya untuk duduk tegap. Arthur sang kepala pelayan sekaligus pengasuhnya turun dari jok depan ketika limusin itu berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan dengan memegang kursi roda sudah siap dengan tugasnya. Arthur membuka pintu di sisi Caka duduk. Mac, sang kepala pengawal membungkuk.“Selamat datang kembali, Tuan Muda!” Caka menoleh sang kakek di sisinya dengan heran. “Dia Mac, kepala pengawal kita. Kau bisa mempercayainya!” ujar Gradi yang bisa melihat melihat kekhawatiran sang cucu.Kata dokter mungkin ada beberapa hal yang tak diingat oleh cucunya karena efek dari koma yang cukup lama. “Ada berapa bany
“Dia berdiri?” desis Arthur tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana tuan mudanya yang selama ini cacat bisa berdiri tiba-tiba? Caka membanting orang itu ke tanah dengan keras, orang itu sempat meriang kesakitan namun segera berdiri kembali. Memasang kuda-kuda dan menyerang Caka.Dengan cukup gesit Caka langsung menendangnya hingga terpental dan tersungkur.Orang itu kembali bangkit lalu menyerang Caka lagi. Caka melawannya dengan gerakan yang tak pernah diduga siapa pun. Dengan sangat mudah Caka menangkis serangan, membalas pukulan bertubi-tubi ke beberapa titik vital dari tubuh lawannya. Hanya dalam sekejap orang itu tersungkur ke tanah dan tak bergerak. Setelah menatap lama tubuh pria itu untuk memastikannya sudah tak bernyawa. Caka kembali duduk dengan tenang, ia menoleh pada Arthur yang terpekur di tempatnya. “Tuan Muda!” “Urus jasad orang itu, Arthur. Dan jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini!” perintahnya. “Anda bisa berdiri, Tuan Muda?”“Lakukan perintahk
Alarrith“Jadi sekarang, Jenderal Cody menggantikan posisiku sebagai Jenderal Besar Nollyvia?” “Benar, Tuan.”“Seharusnya aku tahu, sejak dulu dia menginginkan posisi itu!” Tangan Caka mengepal dengan geram, ia harus bisa membalas semua ketidak adilan terhadap dirinya. Tapi sekarang ia tak memiliki kekuasaan itu. Apalagi saat ini Cody menjadi Jenderal Besar Nollyvia. Raymond akui, tubuh yang ia singgahi memang sudah bisa berdiri dan berjalan, namun seluruh sendinya masih terasa kaku. Ia harus banyak berlatih jika ingin menghadapi banyak orang. Jika ia bertindak sekarang, ia tidak akan memiliki kekuatan apa pun. “Arthur, aku butuh tempat untuk berlatih tanpa seorang pun tahu!”“Jangan khawatir, Tuan Muda. Saya sudah menyediakannya.”Jawaban Arthur membuat Caka menoleh pria itu. “Kau seperti sudah tahu apa yang aku butuhkan?”Arthur membungkukkan tubuh. Sejak hari itu, Caka mulai melatih kemampuan dirinya. Semua yang ia lakukan adalah ingatan dari Raymond selama bertahun-tahun bela
“Cody?!" desis Caka yang tiba-tiba saja mengepalkan tinju dengan geram. Arthur menatap bosnya, "Apakah Anda ingin menemuinya, Tuan Muda?" Caka memejamkan mata dan mengatur nafasnya perlahan, kemudian mata itu terbuka pelan namun tajam dan menyeringai. "Biarkan dia masuk!""Baik!" jawab Serina kemudian menutup pintu. Arthur lekas berdiri di sisi Caka, pintu ruangan kembali terbuka dan Cody dengan seragam kebesarannya memasuki ruangan. "Selamat siang, Tuan Caka!" sapanya dengan sopan, ia menundukan kepala untuk memberi hormat. "Suatu kehormatan bagiku bisa kedatangan Jenderal Besar Nollyvia!" sahutnya penuh arti. "Saya yang merasa beruntung karena Tuan bersedia menemui saya.""Ada apakah gerangan?" ia bertanya dengan nada yang tak terlalu tegas. Untuk saat ini ia masih harus tampak sedikit lemah di depan semua orang. "Maafkan saya sebelumnya, saya pernah mengajukan aplikasi ke Mainwell Investama, dan ... belum ad tanggapan sama sekali.""Jadi?""Saya ingin mengajukan ulang secar
"Apa jaminannya dia tidak akan berkhianat dariku?" tuntut Caka. Rencana Cody menawarkan adiknya ini adalah rencana dadakan. Sebelumnya ia tak berfikir sampai ke sana, tapi karena Caka sepertinya sama sekali tak tertarik membantunya ia terpaksa mencari cara lain dan hanya ini yang bisa ia temukan dalam waktu singkat. Lagipula ia juga tidak akan rugi, ia akan menjadi kakak ipar dari tuan muda terkaya di negeri ini. Statusnya akan seketika meningkat. Caka menatap Cody dengan selidik, ia bisa menebak apa yang ada di dalam otak pria di depannya. "Kau tahu, Jenderal. Apa yang dikatakann Arthur benar, aku bisa mendapatkan seribu wanita cantik dengan mudah. Tak peduli dia hanya menginginkan hartaku, atau hanya kekuasaan. Tapi Arthur tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" Cody tampak berfikir kembali, Caka yakin pria itu dengan mencari taktik lain. "Saya mengerti, Tuan Caka. Tapi saya bisa menjamin, adik saya ... adalah seseorang yang penurut. Dia ... tidak akan berani macam-macam di be