Gita menatap Reina. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran sekaligus kesal saat Reina melarangnya duduk di samping gadis itu.
"Ada apa? Kenapa tidak boleh?" tanya Gita penasaran.Reina menggeleng."Tidak apa-apa. Kamu boleh kok duduk di sana, tapi kalau Aarav sudah masuk, kamu duduk di tempat lain," jawab Reina.Gita mengangguk pelan. Dia menarik kursi yang ada di samping kemudian duduk di sebelah Reina.Sembari mengeluarkan buku, Gita terus menatap Reina yang sedang membaca."Reina. Nanti kan ulangan agama, kamu sudah belajar belum?"Reina mengangguk."Iya, sudah.""Nah, aku boleh minta catatanmu tidak? Aku bingung soalnya.." pinta Gita sambil menggaruk kepalanya.Reina tersenyum."Daripada kau membaca catatan ku, bagaimana kalau kita belajar bersama?" usulnya.Gita tersenyum mengangguk. Dia mendekat pada Reina untuk belajar bersamanya. Sedangkan Reina juga mengajarnya tVira memandangi anaknya itu dan mengerutkan keningnya. Dia merasa kesal, sebab baru pertama kali Reina pulang sesore ini. Biasanya kalau dia pulang terlambat, dia pasti akan memberitahu ibunya.Reina tertawa pelan sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. "Maaf Ma, tadi aku jajan dulu. Antre banyak," ujarnya.Vira mengangguk pelan. "Iya, tidak apa-apa. Lain kali jangan diulang."Reina mengernyitkan alisnya. Dia mengangkat bahunya sambil tersenyum nakal dan memutar bola matanya malas."Aduh Ma, Mama kenapa begitu khawatir? Aku baik-baik saja. Lagian aku juga sudah besar, kenapa selalu dilarang ini itu.." celotehnya sambil melipat kedua tangan di dada, merasa kesal dengan sikap sang ibu.Vira menggelengkan kepala pelan. Dia gemas akan tingkah Reina. Sambil berjalan menghampiri anaknya, dia terus tersenyum dan memegangi bahunya."Ya bukan itu. Mama kan takut kamu kenapa-napa. Tidak baik anak gadis pulang terlambat apalagi sampai larut malam,"
Angga dan Ana menatap pak dokter dengan cemas. Mereka mengerutkan keningnya masing-masing."Maksud Anda apa, Dok?!" tanya Angga cemas penuh tekanan.Pak dokter hanya diam. Dia mengembuskan napasnya berat. Dia menatap wajah Angga dengan tidak enak."Anak Anda terkena penyakit demam berdarah. Biasanya ini terjadi dengan gejala di antaranya ; panas dingin serta mual terus-terusan...," jelas pak dokter.Angga menunduk. Dia mengusap wajahnya kasar. Sedangkan Aarav hanya bisa diam. Hatinya sedih saat mendengar penjelasan pak dokter apalagi tahu bahwa dia mengalami sakit yang parah.Aarav mengembuskan napasnya berat. Dia pun memejamkan kedua matanya dan memutuskan untuk istirahat.***Mengetahui penyakit yang membahayakan kesehatan sekaligus nyawa sang anak, Angga pun segera membawa Aarav ke rumah sakit. Di sana, pak dokter dan perawat berusaha mengobati luka sekaligus rasa sakit Aarav. Ada selang infus yang menempel di ta
Aarav memakan sup yang disuapi Angga. Dia mengunyah nasinya dengan pelan-pelan. Meski harus diiringi dengan rasa tidak nyaman alias mual, dia tetap berusaha menelan makanan tersebut. Saat asyik makan bersama ayah, tiba-tiba perutnya menjadi sedikit mulas. Aarav memegang perutnya yang sakit sambil sedikit merintih.Angga yang melihatnya pun merasa khawatir. Dia meletakkan piring di meja dan memegang bahu Aarav, berusaha untuk menenangkannya.Aarav menatap wajah Angga dengan melas dan air mata yang sedikit membasahi pipinya."Pa ... Aarav makannya sudah ya. Aarav tidak kuat," ucapnya. Angga tersenyum kecil. "Iya, tidak apa-apa. Sudah sekarang Kamu istirahat saja."Aarav mengangguk pelan. Dia pun membaringkan tubuhnya ke ranjang dan tertidur. Angga hanya diam, dia mengambil selimut yang ada di pojokan dan menyelimuti tubuh Aarav. Sambil membelai rambut Aarav dengan penuh kasih sayang, Angga tersenyum kecil. Ke
Angga yang melihatnya segera memanggil dokter. Berulang kali dokter tersebut berusaha memeriksa Aarav, namun Aarav tidak bisa diam dan terus bergerak tidak karuan. Dia pun terpaksa menyuntikkan obat penenang pada lengan Aarav, sehingga membuatnya memejamkan mata dan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat. Sekilas pak dokter menatap Aarav dengan cemas. Kemudian dia berjalan menghampiri Angga sambil bertanya, "Apa anak Anda pernah mengalami kejadian atau sesuatu yang membuatnya gelisah?"Angga mengerutkan keningnya. "Gelisah? Maksudnya?" tanya balik Angga penasaran dengan pertanyaan yang baru saja didengarnya.Pak dokter mengembuskan napas berat."Sepertinya anak Anda mempunyai sedikit gangguan pada kesehatan mentalnya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam. Salah satu contohnya yaitu karena pengalaman yang kurang mengenakan atau karena sikap seseorang yang membuatnya gelisah bahkan trauma ...," jelas pak dokter.Angga
Aldo segera melangkahkan kakinya menuju ruangan Aarav. Di sana, dia melihat temannya sedang makan bersama ayahnya, apalagi disuapi olehnya. Aldo menggelengkan kepalanya pelan. Dia mengetuk pintu secara pelan-pelan agar tidak mengganggu orang-orang yang ada di sekitarnya. Angga yang dari tadi sedang bercanda bersama putranya tidak sengaja mendengar suara ketukan pintu. Sorot matanya tertuju pada seseorang di balik pintu. 'sapa dia?' tanya Angga dalam hati. Dia beranjak dari kursi dan pergi membukakan pintu.CeklekAldo tersenyum menatap Angga."Selamat sore, Pak. Saya Aldo, teman Aarav."Angga tersenyum. "Oh jadi kamu temannya Aarav, ya udah, sini silakan masuk.." ajak Angga. Dia kemudian pamit pergi.Aldo hanya diam dan tersenyum. Dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam dan berjalan menghampiri Aarav yang sedang makan, sedangkan Aarav terkejut melihat kedatangan temannya."Bagaimana keadaanmu?" tanya Aldo ramah. Dia mengambil sebuah kursi
Angga hendak berjalan keluar rumah sakit. Saat dia melangkahkan kakinya, tiba-tiba terkejut melihat Farah juga ada di sana. Sesaat dia menghentikan langkahnya dan terdiam sambil menatap Farah sambil mengerutkan keningnya. Sedangkan Farah hanya diam. Dia berjalan menghampiri Angga sambil tersenyum."Hai," sapanya. Angga hanya diam, tidak menjawab sapaan Farah. Dia menatap Farah kesal."Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau selalu ada di mana pun aku berada?" tanya Angga emosi.Farah tertawa pelan."Itu berarti jodoh. Kan kata orang jodoh itu salah satu tandanya sering dipertemukan ya walaupun kau sendiri berusaha menjauh dariku," jawab Farah sambil tersenyum kecil. Angga memutar bola matanya malas. Dia mengembuskan napasnya berat.Farah menggeleng sambil tersenyum kecil. "Tidak, aku hanya bercanda. Aku ke sini untuk berobat, kalau kau?" Angga menatap Farah dengan kesal sekilas. "Aarav sakit, jadi dia---""Apa!? Aarav sakit? Kenapa tidak
Angga menghampiri Aarav. Dia berusaha menegur dengan bertanya, "Aarav sayang, apa yang kau ucapkan tadi? Kenapa kau bilang dia itu Mama?" Aarav melepaskan pelukannya dari Farah dan tersenyum menatap Angga."Ayolah Papa, kan Tante Farah selama ini sudah berbuat baik sama aku, jadi aku pengin dekat sama dia, lagian Tante Farah itu sudah seperti Mamaku sendiri, bahkan dia jauh lebih baik dari Mama," jelasnya panjang lebar tanpa berpikir bagaimana perasaan orang lain terutama ayahnya. Meskipun bibirnya bilang Farah lebih baik dari Vira alias ibunya sendiri, hati Aarav justru berkata lain. Bagaimanapun juga, seorang ibu sejatinya tidak akan pernah tergantikan.Saat sedang bersedih merenungkan ibunya, tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di pipi Aarav. Spontan dia memegangi pipinya tersebut dan menahan rasa sakit. Dia menatap Angga kesal."Apa yang Papa lakukan? Papa mukul aku? Apa Papa sudah mulai berubah? Papa gak sayang sama Aarav?" tanyanya dengan air mata yang mu
Melihat sikap Ana yang terus memperhatikannya membuat Aarav menjadi tidak nyaman. Dia meletakkan sendoknya di piring kemudian berjalan menghampiri Ana dan bertanya, "Ada apa, Bi?"Ana spontan menggelengkan kepalanya pelan. Dia tersenyum menatap Aarav dan berusaha menenangkannya."Tidak ada apa-apa," elak Ana.Aarav mengangguk pelan. Dia berbalik dan kembali makan bersama dengan ayah dan tantenya. Sementara, Ana hanya diam dan berlalu pergi meninggalkan ruangan.***Keesokan paginya, sinar matahari menembus sebuah jendela yang ada di kamar Aarav. Sehingga membuat Aarav yang tadinya asyik tertidur dan terlelap dalam mimpinya kini terpaksa terbangun, meski diiringi dengan rasa kesal yang ada di hatinya. Sambil berusaha membangunkan kesadarannya, Aarav menyandarkan tubuhnya di pojok kasur. Tanpa disengaja dia melihat Angga ada di kamarnya sedang membuka gorden yang ada di jendela.Selesai membuka gorden dan merapikannya, Angga be