***"Lu ... enggak Lu, Lulu awas, Lu. Alula awas Alula, lari Alula!"Arka terbangun paksa dari tidurnya yang nyenyak ketika mimpi buruk tiba-tiba saja menghampirinya di siang bolong.Melirik kanan dan kiri, dia mencari keberadaan Aludra di ruangannya. Namun, tak ada. Beringsut, Arka mengubah posisinya menjadi duduk dan lagi, dia mencari Aludra."Lu? Kamu udah ke sini, Lu?" panggil Arka. Namun, ruangannya sepi. Tak ada siapa-siapa di sana karena memang Arka benar-benar sendiri. "Alula, kamu udah ke si-"Arka menghentikan ucapannya ketika pintu ruangan tiba-tiba saja dibuka dari luar—menampakkan seorang pria bermanik abu yang terlihat formal dengan kemeja navynya."Bangun?""Kak Aksa," panggil Arka. Aksa berjalan mendekat lalu menyimpan kresek putih kecil berisi obat di atas meja di samping ranjang."Kalau kamu nyariin Mama sama Papa, mereka lagi makan siang di kantin rumah sakit," ungkap Aksa setelah dirinya duduk di kursi yang biasa diduduki Aludra."Lulu udah ke sini?" tanya Arka.
***"Berhenti dulu, Pak.""Siap, Non."Mobil yang dia tumpangi berhenti persis di depan gerbang komplek, Aludra segera meminta Pak Maman untuk berhenti lalu setelahnya dia turun untuk menghampiri seorang Pria yang sejak tado terus mengikuti dengan sedan hitamnya."Aku udah sampe, kamu bisa pulang," kata Aludra pada Damar yang juga turun dari mobilnya.Pasca kejadian di depan restoran lalu setelah selesai mengobati luka di sikut dan betis Aludra menggunakan obat merah, Damar memang ngotot untuk mengantar sahabatnya itu pulang—setidaknya sampai depan komplek untuk memastikan Aludra pulang dengan selamat, sampai rumah.Karena jika sudah memasuki perumahan, Damar tak akan terlalu khawatir—mengingat betapa ketatnya pengamanan di sana."Ngusir?" tanya Damar. "Bukannya bilang makasih karena udah dianterin, malah ngusir. Sahabat macam apa kamu?""Enggak ikhlas?" tanya Aludra tak mau kalah. "Kan aku enggak maksa juga buat dianter ke sini.""Dih ambekkan," celetuk Damar sambil mencubit pipi Alu
***"Aman."Setelah menelepon Arka, nyatanya Aludra tak langsung mandi karena yang dia lakukan justru tidur selama satu jam penuh, hingga pukul setengah empat sore, Aludra terbangun.Tak mau membuat Arka menunggu terlalu lama, Aludra langsung pergi mandi lalu setelahnya dia bersiap-siap untuk kembali menemui Arka di rumah sakit sambil membawa pakaian dalam ganti untuk pria itu karena untuk pakaian luar, ditanggung jawab pihak rumah sakit."Semoga Mas Arka enggak lihat," kata Aludra sambil mengusap lengannya yang kini dibalut cardigan rajut berwarna peach agar melindungi luka yang sudah dibalut dengan perban.Tak hanya lengan, dia juga melindungi betisnya dengan memakai celana panjang agar Arka tak bisa melihatnya. Meskipun, sudah menyiapkan jawaban bohong, sepertinya Arka tak tahu itu akan lebih baik.Selesai dengan penampilannya, Aludra mengambil tas jinjing berukuran sedang untuk dibawa ke rumah sakit. Arka masih memerlukan perawatan selama beberapa hari ke depan, Aludra membawa pa
***"Seriusan langsung pulang?"Aludra mengerutkan kening—memandang wajah Arka yang nampak begitu serius, sementara Aksa yang duduk di sofa hanya memperhatikan keduanya."Iya," jawab Aludra. Mensejajarkan diri, dia sengaja berjongkok di depan Arka agar posisinya sama dengan pria itu yang masih duduk di kursi roda. "Kenapa emangnya?""Kamu masih ingat enggak ucapan aku?" tanya Arka."Yang mana?""Waktu kita jogging," jawab Arka. "Kamu tanya ke aku kan, kesalahan apa yang paling buat aku enggak suka? Aku jawab kalau kesalahan yang paling enggak aku suka itu berbohong. Aku enggak suka dibohongin.""Iya, lalu?" tanya Aludra yang masih tak sadar dengan kesalahan apa yang dia lakukan."Ini apa maksudnya?" tanya Arka. Dia kemudian menunjukkan layar ponsel yang berisi foto Aludra juga Damar tadi siang di restoran.Tak bisa dibohongi lagi, Arka langsung tahu karena baju yang dipakai Aludra sama dengan baju tadi pagi sebelum pulang."Mas ... anu itu, kamu dapat dari mana? Coba aku lihat," kata
***"Kakak pulang dulu, kamu sama Arka hati-hati di sini. Kalau ada apa-apa telepon aja. Mama sama Papa kayanya enggak akan nginep, kondisi Mama belum baik.""Iya, Kak. Kakak juga hati-hati di jalan.""Iya, kalau si kembar enggak rewel, malam nanti Kakak ke sini lagi.""Iya, Kak."Beranjak, Aksa berpamitan pada Aludra lalu pergi meninggalkan perempuan itu sendiri di ruangan Arka.Pukul enam sore Aksa memang harus pulang karena di rumah pun Ananta membutuhkan bantuannya untuk merawat si kembar juga Aileen yang nyatanya tak cukup dijaga hanya oleh dua orang."Mas Arka belum ke sini lagi," gumam Aludra sambil melirik jam tangan yang dia pakai. Terhitung sudah satu jam Arka pergi pasca marah dan sampai sekarang tak kunjung kembali.Padahal, Arka harus segera makan malam lalu minum obat sebentar lagi."Aku susulin deh, enggak enak juga dibiarin lama-lama pergi," kata Aludra yang akhirnya beranjak dari sofa lalu berjalan menuju pintu. Namun, tepat ketika dia berniat keluar, Arka sudah berad
***Terdiam untuk beberapa detik, pria bersweater army itu akhirnya berbalik badan—kembali batal untuk menjenguk Arka setelah melihat sweet kissing scene di ruang rawat.Tak langsung pergi, pria tersebut menghampiri perawat yang kebetulan berjaga di pos yang tak jauh dari ruangan rawat Arka."Suster, permisi.""Ya, Pak. Ada apa?" tanya seorang perawat yang sedikit terkesiap melihat Damar menghampirinya.Damar Agra Kesuma. Tentu saja pria yang baru saja memergoki Aludra juga Arka adalah dia. Untuk yang kedua kalinya dia batal menjenguk Arka karena tak mau terjebak momen awkward.Jika kemarin dia menitipkan keranjang buah pada Dewa juga Aurora, maka kali ini dia akan menitipkan kue untuk Arka pada perawat."Bisa tolong anterin kue ini ke ruangan itu?" tanya Damar sambil mengarahkan jari telunjuknya ke pintu ruangan Arka. "Bisa, Pak.""Ya sudah tolong kasihin ya, Sus. Kalau pasien atau yang tunggunya tanya, bilang aja dari Damar," ungkap Damar. "Bilang juga saya enggak bisa jenguk karen
***"Buka mulutnya yang gede."Untuk yang kesekian kalinya, Aludra mengulurkan sendok berisi ayam balado pada Arka yang saat ini duduk bersandar untuk menyantap makan malam sebelum meminum obat.Arka memang marah besar setelah Aludra berbohong, tapi nyatanya marah itu tak mampu bertahan lama karena setelah ciuman mereka beberapa menit lalu yang dipergoki perawat, Aludra dan Arka kembali berdamai.Tentunya dengan syarat; Aludra tak boleh lagi berbohong seperti tadi. Sesepele apapun masalahnya, Aludra harus bilang pada Arka karena sekali lagi Arka menegaskan jika kejujuran adalah kunci utama sebuah rumah tangga bisa berjalan dengan mulus.Yeah, Arka sangat marah ketika Aludra berbohong dengan tak bilang yang sebenarnya tentang makan siang dia dan Damar, tanpa tahu jika di balik semua itu nyatanya ada kebohongan yang bahkan jauh lebih besar.Bukan hanya Arka, semua orang pun tertipu dengan kelakuan Aludra dan Alula, kecuali Damar yang tahu semuanya.Dan tentu saja—setelah mengetahui baga
***"Jadi maksud kamu, yang selama ini Kakak aku incar itu bukan Alula?"Damar menganggukkan kepalanya ketika pertanyaan tersebut dilontarkan Raina—setelah dirinya menjelaskan semua yang terjadi diantara Aludra dan Alula.Tak peduli Aludra akan marah karena dia membongkar semuanya pada Raina, yang jelas Damar ingin melindungi sahabat sekaligus orang yang dia cintai.Demi apapun, kalau sampai terjadi sesuatu pada Aludra, Damar akan merasa sangat bersalah."Yes, of course," jawab Damar. Tak lagi duduk di depan Raina, sejak beberapa menit lalu Damar sudah berpindah tempat—duduk di sebuah sofa single yang berada di samping kanan Raina agar mudah menunjukkan bukti jika perempuan yang selama ini diserang Rania juga sedang coba dicelakai Raina adalah Aludra, bukan Alula yang mereka cari.Dan sejauh ini Damar cukup bersyukur karena selama menunjukkan bukti, Raina terlihat cukup percaya dengan apa yang dia katakan."Dia Aludra Raveena Pratama, gadis yang bahkan enggak tahu apa-apa dengan semua