Selin terus menganggu aku di kampus. Dia mencoba menindasku dengan segala cara.
Tentu saja aku tidak tinggal diam. Aku sebisa mungkin melawan kelompok Selin.Walaupun aku hanya sendirian. Aku sama sekali tidak takut pada mereka. Mereka pikir aku bisa diintimidasi. Tentu saja mereka salah. Aku ini bukan tuan putri yang baik hati dan membiarkan orang lain menyiksaku."Siapa yang melakukan ini?" tanyaku dengan marah.Aku mengepalkan tangan saat melihat tasku. Secara sengaja seseorang menumpahkan cat ke tasku.Buku-buku langsung berwarna merah karena tumpahan cat. Aku mengeluarkan buku itu dengan marah.Mengambil tasku, tanpa peduli jika bajuku juga berwarna merah."Siapa yang melakukan hal ini?" kataku lagi dengan dingin.Orang-orang mulai berbisik-bisik dan melihat ke arahku. Namun tidak ada satupun yang bersuara.Mereka menunduk saat aku menatap ke aSerafin langsung datang saat aku mengatakan aku terluka. Dia masuk ke dalam klinik kampus seperti beruang lapar mencari madu. Beberapa kali aku melihat dia menabrak bangkar orang lain. Matanya mencari-cari keberadaanku. Saat melihat aku yang ditemani Naral. Serafin langsung menatap Naral dengan tidak suka. "Jelek banget baju yang lo pakek," katanya langsung melepaskan baju Naral dari tubuhku. Dia melepaskan kemejanya dan memakaikannya padaku. Serafin melempar baju Naral langsung ke lantai."Udah jauh lebih baik," katanya tanpa memperdulikan Naral yang kesal pada Serafin."Terima kasih sudah membantu kekasih saya," katanya menekankan kata kekasih dikalimatnya. "Gue bantu Lunar karena gue suka sama dia. Jadi lo gak perlu berterima kasih," kata Naral ketus. "Gue cuman mau berterima kasih aja. Karena lo udah bantu pacar gue," kata Serafin tidak mau kalah. "Tapi gue gak suka lo dekat-dekat sama Lunar. Kasihan hati lo, sakit melihat orang yang udah pu
Aku tau masalah yang aku buat akan berbuntut panjang. Aku mendapat panggilan untuk menghadapi rektor secara langsung. Anjing-anjing gila yang dibicarakan oleh Serafin juga datang. Mereka dengan sombongnya duduk dan menatapku remeh. Tentu saja Selin juga ada disana. Mereka mungkin mengira jika aku akan kalah. Apalagi mereka mendapatkan dukungan Selin. Walaupun aku pewaris tunggal Aryanta, tapi aku tidak punya dukungan. Sekarang mama Selin lah yang mengambil kekuasaan di perusahaan. Mereka mungkin berpikir, aku tidak ada apa-apa. Sehingga berani untuk menekanku. "Silahkan duduk Lunar," kata rektor yang duduk di kursi kebesarannya. Aku memang tidak terlalu menonjolkan diri dalam keluarga Aryanta, namun aku yakin jika rektor pasti tau kalau aku adalah keluarga Aryanta. Papa dulu sering menyumbang untuk kampus ini. Walaupun aku tidak diperkenankan secara resmi saat itu. Aku yakin petinggi kampus tau
Aku baru sampai ke rumah pukul tiga sore. Hari ini jadwal kuliahku cukup padat. Sehingga sore baru selesai. Apalagi hari ini hujan. Sehingga jalan cukup macet. Rasanya sangat lelah sekali, dan aku rindu Serafi.Sehingga aku ingin buru-buru pulang dan bertemu dengannya. Aku ingin melihat senyumannya yang sangat ceria. Ingin rasanya aku datang ke rumahnya untuk bertemu, tapi tetap saja. Walaupun aku sudah menjadi kekasihnya. Serafin masih tidak mengizinkan aku masuk ke rumahnya. Namun anehnya dia suka sekali ke rumahku dan menemui aku. Kalau ke rumahnya tidak boleh katanya. Harus menjadi istri dulu. Baru aku boleh leluasa masuk ke rumahnya. "Mau mama siapkan makan?" kata mama saat aku memasuki dapur untuk mengambil minum."Gak usah ma. Nanti Lunar ambil sendiri aja.""Biar mama siapakan saja buat Lunar. Gak apa-apa kok sayang."Mama kemudian memanaskan beberapa makanan d
Aku semakin manahan nafasku saat langkah kaki itu semakin dekat. Ternyata mama yang datang, tapi mama berhenti tepat di perbatasan ruang tengah. "Sepertinya hanya perasaanku saja," kata mama dan berjalan menuju dapur.Setelah dari dapur mama kembali lagi ke kamarnya. Barulah kami bernafas dengan lega. Tadi benar-benar momen menegangkan. Aku tidak bisa membayangkan jika ketahuan oleh mama. Kalau aku dan Serafin menyelinap di tengah malam berduaan. "Akhirnya aman juga," kataku dengan nafas lega. "Kenapa sih gak ketahuan aja. Gak seru banget, kalau kita ketahuan. Lo pasti bakal jadi istri gue segera," kata Serafin mendesah kecewa. Pemikiran orang gila memang tidak bisa dimengerti. Bisa-bisa otaknya berpikir untukmu ketahuan. Padahal aku sudah deg-degan setengah mati. Setelah keluar dari rumah diam. Aku dan Serafin segera masuk mobil. Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Karena jalan
Kangen, aku kangen sekali pada tingkah konyol Serafin. Sudah beberapa hari ini dia ke luar kota. Sehingga kami tidak bertemu sama sekali.Dia juga sulit dihubungi. Serafin ini memang jarang sekali mengabari aku melalui pesan atau telepon. Padahal aku sudah kangen sekali mendengar suaranya yang ceria. Setiap hari aku duduk di balkon kamarku. Memperhatikan kamarnya dan berharap dia ke luar dari kamarnya. Menyapaku seperti biasa dan tertawa jahil. Tetap saja walaupun aku berjam-jam menatap kamarnya dari balkon kamarku. Serafin tidak juga hadir dan tersenyum manis. Menunjukan gigi taringnya yang tajam dan mata hijaunya yang indah. "Kayak orang hutan aja. Buat apa gunanya ponsel kalau gak digunakan," kataku mengomel saat melihat pesanku tidak juga centang biru. Aku juga menelpon dia berkali-kali tapi tidak diangkat. Dia sepertinya sibuk sekali. Tapi aku kesal sekali, harus menahan rindu sebesar ini sendirian.
Rasanya tulangn ku menjadi lunak. Saat mendengar kalau mobil Serafin sampai hancur karena mengalami kecelakaan. Dalam otakku sudah terbayang keadaan Serafin yang penuh darah.Tubuh kakunya di atas tandu. Pikiran-pikiran mengerikan itu membuat tubuhku lumpuh. Mama langsung memelukku. Mencoba menenangkan aku, walaupun aku tau mama sama takutnya denganku. Aku mohon tuhan. Jangan biarkan hal buruk terjadi pada Serafin. Kalau sampai dia tidak baik-baik saja. Aku tidak akan pernah bisa menjalani hidupku dengan baik lagi. "Sayang, ayo bangun jangan menangis nak. Semuanya pasti baik-baik saja," kata mama memelukku. Wajahnya juga sangat pucat. Mama juga sama gelisahnya denganku. Namun aku tau, dia sedang pura-pura kuat untukku."Ma, Serafin, ma. Dia tidak akan kenapa-napa kan ma. Dia pasti baik- baik saja kan ma. Dia tidak terluka kan ma," kataku dengan tangisan yang menyayat hati. Rasanya sesak di dadaku
Di bangkar itu tertulis nama serafin. Tapi aku tidak ingin percaya. Serafin ku pasti baik-baik saja. Bukan dia yang berbaring kaku dan tidak bernafas disana. Itu pasti bukan dia. Pasti ada kesalahan di rumah sakit ini! Aku mendekati bangkar dan terduduk lesu di lantai rumah sakit. Aku tidak peduli jika di lantai ada beberapa bercak darah. Aku menatap sedih pada orang yang ditutup kain putih keseluruhan badannya. "Ini pasti bukan lo, kan, Serafin. Lo pasti lagi becanda sama gue. Udah dong bercandanya. Kali ini gak lucu, gue gak suka," kataku putus asa. Rasanya sakit sekali. Aku bahkan tidak bisa mengatakan rasa sakit yang kurasakan. Aku ingin membuka kain yang menutupinya. Namun aku tidak punya keberanian.Belum membuka kainnya saja. Aku sudah gemetaran setengah mati. "Serafin, tolong bangun. Harusnya gue bilang ini dari dulu. Serafin gue cinta lo. Lo laki-laki pertama yang buat gue jatuh cinta.
Serafin harus dirawat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter khawatir kalau serafin ada luka dalam dan gegar otak.Aku juga setuju dengan dokter. Melihat mobilnya yang sangat hancur. Seperti keajaiban saat Serafin tidak terluka sama sekali. Dia hanya memar-memar saja. Aku sampai memaksanya membuka baju. Untuk memeriksa tubuhnya. Apakah benar tidak ada luka. Airbag Serafin mengembang sangat tepat. Sehingga dia tidak luka sama sekali. Satu lagi, mobilnya adalah mobil mahal. Dengan sistem keselamatan yang tidak ada duanya. Walaupun bodi luar mobilnya hancur. Bagian dalamnya ternyata sangat terjaga. Sehingga dia bisa selamat dari kecelakaan itu. "Lunar, kayaknya kita harus beli mobil yang itu dua lagi. Satu buat lo, satu buat gue. Bagus banget," katanya sambil menunjukan gambar mobil itu melalui ponselnya.Membayangkan harga mobilnya. Membuatku merinding. Walaupun papa ada orang yang kaya. Aku tidak perna